Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

[5] Meet Old Friends

Beberapa kali Shasa hampir tersandung karena mengikuti langkah-langkah lebar Adiran. Dalam hati dia hanya bisa merutuki sepatunya yang bermodelkan wedges namun cukup tinggi hingga dia kesulitan untuk mengimbangi lelaki itu.

Acara makan bersama keluarga mereka sudah selesai. Setelah meminta izin, orangtua mereka pun memilih pulang dengan taksi mewah yang sempat Shasa lihat tadi. Sebab Adiran ingin mengajak Shasa pergi ke suatu tempat.

“Lo mau ke mana, sih?” Shasa akhirnya bersuara ketika mereka masuk ke area parkir. Sejak orangtua mereka meninggalkan mall ini, Adiran yang sempat bersikap manis itu kembali menjadi 'cowok cuek'. Dia bahkan meninggalkan Shasa yang mulai tersungut-sungut di belakang.

Tapi begitu menoleh ke belakang, Adiran langsung berhenti dan menunggu Shasa tertatih-tatih menyusulnya dengan raut kecut.

“Tolong kalau jalan pelan-pelan. Lagian mau ke mana, sih? Buru-buru banget.”

“Ke mana aja asal nggak pulang sama orangtua gue.”

“Terus urusannya sama gue apa?”

“Temani gue aja.” Adiran kembali melanjutkan langkah. Meninggalkan Shasa lagi.

Itu cowok maunya apa, sih?!

“Gue nggak ikut! Mau langsung pulang aja!” ujar Shasa pada akhirnya. Membuat Adiran yang sudah berdiri di dekat mobilnya segera menoleh.

“Kalau lo milih pulang naik kendaraan umum, gue nggak jamin lo bakal pulang tepat waktu.”

“Pulang bareng lo juga nggak menjamin bakal tepat waktu.”

“Itu lebih baik dibanding lo pulang tanpa gue. Lo udah dititipin orangtua lo buat sama gue. Kalau lo lupa itu.”

“Gue bisa bilang ke mereka kalau lo ada urusan,” lantas Shasa berbalik untuk pergi.

Entah apa ini bisa disebut merajuk atau bukan. Pada nyatanya, Shasa tidak nyaman karena harus bersama Adiran terlebih lelaki itu tampak tidak tertarik dengan presensinya. Jadi untuk apa dia mengikuti ke mana lelaki itu akan pergi?

Tanpa diduga, Adiran menyusul dan segera meraih tangannya. Menggenggam lembut pergelangan tangannya lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil. Entah bagaimana Shasa harus bersikap karena Adiran terlihat tidak senang akan tindakan yang diambilnya barusan.

“Jangan bandel. Nanti gue marah.”

*21st*

“Lo mau makan lagi?”

Shasa tidak habis pikir sebab Adiran sudah menghentikan mobilnya di pelataran parkir milik restoran cepat saji di pinggir jalan.

“Kita bahkan belum ada satu jam sejak makan sama yang lain.”

“Gue nggak kenyang cuma makan satu lembar daging.” Adiran melepas sabuk pengaman lalu mematikan mesin mobil sebelum membuka pintu. “Ayo turun!” ajaknya lagi.

Apa yang dipikirkan oleh Adiran, sih? Hanya ingin makan lagi harus mengajak Shasa juga? Dan menyuruhnya melihat cowok itu makan, begitu?

“Aduh!”

Shasa tak dapat menahan sakit ketika kakinya terkilir dan tubuhnya ambruk begitu saja. Jujur saja, Shasa tidak terbiasa mengenakan hak tinggi tetapi demi mendukung penampilannya hari ini, dia harus mengenakannya. Bisa dirasakan pergelangan kakinya berdenyut kesakitan yang membuatnya kesulitan untuk bangun.

Adiran segera membantunya berdiri. Membuka kembali kunci mobilnya lalu menuntun Shasa duduk di bangku depan. Dia bahkan melepaskan sepatu yang dikenakan Shasa untuk memeriksa keadaan kakinya yang sudah memerah.

“Udah kayak gini, kenapa nggak bilang?”

Shasa tergeragap lantaran Adiran sudah menatap tajam dirinya. Kenapa rasanya Adiran marah padanya?

“Mau bilang gimana...?”

Adiran mengesah keras. Dia pun berpindah ke pintu belakang, mengambil sepasang sandal jepit miliknya yang memang sengaja disimpan di sana. Lalu meletakkannya di dekat kaki Shasa.

“Pakai ini. Jangan dipaksain lagi pakai hak tinggi.”

Shasa menurut saja. Setidaknya ini lebih baik meski terlihat kebesaran di kakinya.

“Masih bisa jalan? Mau lanjut masuk, nggak?”

Merasa sudah cukup merepotkan Adiran, Shasa tidak mau membuat kecewa lelaki itu dengan mengangguk secepatnya. “Lo mau makan. Nanti lo kelaparan kalau nggak jadi masuk.”

“Sebenarnya gue masih bisa nahan itu. Yang penting lo dulu.”

Jantung Shasa berdebar cepat tanpa diduga. Seharusnya dia tidak boleh beraksi begini hanya karena ucapan ringan yang pasti tidak begitu berarti bagi Adiran.

“Shasa!”

Tidak diduga, panggilan itu kompak membuat keduanya menoleh. Melihat gerombolan orang yang sepertinya baru keluar dari restoran itu langsung mengenali wajahnya.

“Lho? Adiran?!”

Shasa menahan napas. Mulai mengenali wajah-wajah yang tak lain adalah teman-teman SMA-nya! Bahkan seakan tidak berhenti sampai di sini, Adiran justru meraih tangan Shasa dan menuntunnya berdiri tepat di sebelahnya.

“Astaga, ini beneran Adiran sama Shasa, 'kan?”

“Demi apa, gue lihat kalian jalan bareng sekarang?”

“Kalian pacaran?!”

Shasa langsung melihat tangannya yang masih digenggam oleh Adiran. Baru saja ingin melepas ketika Adiran justru mengeratkan genggamannya.

“Iya. Kita pacaran.”

Dan jawaban Adiran sukses mengundang kehebohan mereka sampai-sampai beberapa pengunjung menengok kemari.

“Seriusan?!”

“Sejak kapan?!”

“Beneran, nih? Bukan prank, ‘kan?!”

Siapa yang tidak mengenal Adiran di masa SMA? Lelaki itu memang dikenal sebagai ‘cowok cassanova’ di sekolah. Banyak dari mereka sudah tahu kedekatan Adiran dan Shasa tetapi hubungan keduanya memang sangat abu-abu dulu. Itulah mengapa, pengumuman yang diberikan Adiran baru saja langsung menggegerkan mereka.

“Gila! Kita udah lama nggak ketemu dan sekalinya ketemu langsung dapat kabar begini?”

“Kapan jadiannya? Parah, kita nggak dikabarin!”

Adiran tertawa meladeni. “Belum lama. Buat apa juga dipamerin?”

“Man, lo nggak tahu kalau hubungan kalian sejak dulu itu selalu dipertanyakan?” Andi yang dulu memang pernah menjadi teman satu kelas keduanya menimpali. “Gue kaget kalian beneran pacaran sekarang.”

“Iya, nih! Kenapa baru sekarang kalian jadian? Sengaja banget ngegantungin kita-kita yang pengen tahu hubungan kalian, ya?!” Dea tertawa antusias.

Shasa memilih diam. Sesungguhnya, sejak dulu Shasa sebenarnya tidak nyaman karena mereka terlalu tertarik dengan hubungannya dengan Adiran. Hanya karena Adiran dikenal dan dikagumi banyak siswi dulu, mereka selalu penasaran dan menginginkan jawaban pasti kalau Shasa dan Adiran memang memiliki hubungan.

Padahal tidak sama sekali.

Sekarang, status pura-pura mereka malah harus terlihat dan membuat Adiran semakin membawanya dekat. Membuat semuanya menjadi seperti sungguhan.

“Udah, ya. Gue sama Shasa mau masuk ke dalam. Kita udah lapar. Kalian juga pasti masih ada kegiatan, ‘kan?”

“OK, guys! Mari kita beri waktu untuk pasangan kebanggaan kita biar bisa pacaran dengan leluasa!”

“Silahkan, silahkan! Gila, serasi banget kalian ini udah! Semoga jodoh ya!”

“Kalau jadi, jangan lupa undang kita semua! Jangan sampai enggak!”

Adiran hanya tertawa meladeni banyolan mereka. Barulah mengajak Shasa pergi dari sana, masuk ke dalam restoran itu. Di mana itu melegakan Shasa bukan main.

“Gue nggak nyangka bakalan ketemu sama mereka di sini.”

Shasa mengangguk membenarkan gumaman Adiran. Dia juga tidak menyangka. Kini dia semakin takut kalau saja status pura-pura ini semakin menyebar luas.

Bagaimana jika kebohongan mereka terbongkar? Shasa pasti akan terlihat bodoh sekali dan ditertawakan oleh mereka.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel