"Mulai ada rasa?"
gitu Cuma takut ibuku nanti nyampek sini malah gak ada aku”
“Udah nanti sambil liat di jalan siapa tahu ketemu” jelas Miya, namun perkiraan nya meleset sebab ibu Aya tidak melewati jalan utama seperti biasa melainkan melalui jalan lain. Yang membuat ibu Aya kebingungan mencari-cari Aya yang kini sudah berada di rumah dan baru saja dia membuka pintu, suara dering telepon Aya berbunyi, tertera nama ibuk di layar itu.
[Ada dimana kamu?] tanya sang ibu yang terlihat marah namun panik
[ Di rumah tadi di antar teman, lagi pula aku sudah sendirian di sana] jelas Aya, yang juga sudah menduga, sudah pasti itu terjadi dan Aya malas berdebat, sampai akhirnya percakapan itu pun di akhiri. Aya bergegas membuka seragamnya lalu mencucinya, mandi, beribadah, dan baru setelah itu ia gunakan untuk rehat. Di sore harinya Aya Memilih untuk membereskan buku yang sudah tak terpakai lalu menjualnya. Setelah itu melipat baju yang sudah kering dan menyiapkan buku untuk jadwal di hari esok, biasanya Aya akan memeriksa pelajaran mana yang memiliki PR. Sampai ada pesan masuk
Ting
[Aya kamu lagi apa? Sini yok ngerujak] pesan dari Miya.
[Ahhh malazz kapan-kapan aja gasih, nanti pas hari libur]
[Heemmm ya sudah kalau gak mau aku sama Dewi saja] isi pesan Miya yang di tujukan kepada Aya bersamaan dengan Amel yang mengirim video yang berisikan pak Arkan sedang tersenyum dengan beberapa siswi
[Eh Aya lihat nih ada pak Arkan] kata yang tertera bersamaan dengan pesan video itu
[Lah terus apa hubungannya kocak]
[Eh siapa tahu kamu suka] jawab Amel random
[Jangan aneh-aneh deh ya] tekan Aya. Sedang Aya mulai kembali mengingat senyum Arkan saat mengajar di kelasnya waktu itu, haaaa gara-gara Amel senyum nyaa kembali terbayang-bayang, “oh iya guru itu kan memberi tugas waktu itu” gumam Aya, yang langsung mengecek buku b.arab nya dan mengerjakannya. Meninggalkan pesan nya bersama Amel tadi dan larut dalam tugas b.arab yang akhir-akhir ini membuatnya suka, entahlah dulu nilai b.arab Aya kecil sekali dia hanya ingin memperbaiki nya.
~
Malam harinya Aya merajut tas setelah melakukan kewajibannya, sampai ada sebuah pesan di aplikasi hijaunya. Sebuah file pdf yang membuat Aya memicingkan mata dan jantungnya berdetak kencang, disertai sebuah pesan yang berbunyi
[Silakan bagikan pada yang lain] Aya membuka profil itu dan melihat di sana tertera nama Muhammad Fadil az-zarqani. Aya mengangkat satu alisnya, lalu menjawab nya singkat tapi sopan, yang di akhiri emot ok dari pak Arkan.
[Enggeh pak]
Aya langsung membagikan pada grup kelas yang memang tidak ada gurunya, sampai beberapa saat grup pun rame, Wulan teman sekelas yang duduk di bangku depan Aya mengirim pesan pada Aya melalui japri,
[Aya, kirimnya ke grup yang ada gurunya saja, kan kalau pondok gak tahu, juga ada yang gak masuk grup satunya]
[Eh, iya ya. Kamu aja deh bagiin aku kok malu] ujar Aya
[Ah malu sama siapa?] Iya juga malu sama siapa selama ini juga bukan hanya pak Arkan yang meminta agar Aya menyampaikan pesan atau sesuatu, tapi kok rasanya beda seperti ada aura-aura mistis nya wkwkwk.
~•~
Di sekolah.
Bisik-bisik beberapa siswa terdengar seperti sedang ada di alam ghaib
Alias tidak terlalu jelas, Aya duduk awalnya tidak berbicara sampai ismie dan Zahra mengajaknya mengobrol, awalnya obrolan mereka santai namun akhirnya menegang setelah Zahra membahas pak arkanyang malam itu mengirim tugas UKBM melalui Aya, yang mana hal itu sontak membuat ismie terkejut, ismie menatap Aya penuh intimidasi dan senyum misterius lalu angkat bicara.
“benar Aya? Kok bisa, bagaimana?” semua pertanyaan di tujukan secara beruntun Aya hanya bisa menggeleng dan mengatakan “tanayakan saja sendiri pada pak Arkan, kenapa dia harus mengirim nya padaku kenapa tidak pada PA (pembimbing akademik) saja” tekan Aya, yang tak membuat ismie puas dan malah semakin bertanya-tanya sampai mengudang beberapa mata namun di lerai oleh perkataan
Widya yang hanya sementara dan setelah itu kembali semakin runyam
“Hei lihat nih Aya chatingan tuh sama pak Arkan”
“Apaan sih itu Cuma tentang pelajaran, sini gak!!” Aya yang hendak merebut ponsel yang entah sejak kapan berada di tangan Widya malah tersandung dan hampir terjatuh, tubuhnya yang terhuyung di tangkap oleh afgian, benar-benar wajah Aya memerah malu, dan marah menjadi satu..
“Widyyyyy...” teriak Aya
“Balikin gak privasi orang tahu”
“Uuuu privasi gak bak!!” sorak Sorai itu memekakkan telinga
“balikin” ujar Aya sambil menatap nyalang, dia sudah benar-benar kesal, widiya terpaku dan memberikan telepon itu pada Aya, semua tiba-tiba saja kembali ketempat masing-masing hanya Aya yang masih membelakangi pintu tak melihat Arkan disana.
“Begini tingkah kalian, kalian ini sudah besar seharusnya lebih baik lagi memperlihatkan contoh yang baik bagi adik-adik kelas kalian, bukan malah huru-hara teriak-teriak seperti pasar saja” jelas Arkan dengan suara meninggi. Dan ekor mata melihat pada punggung Aya yang setelah itu berbalik dan kembali ketempat duduknya dengan wajah menunduk tertekuk. Arkan berjalan ke bangku guru terduduk sesaat lalu menagih tugas Minggu lalu.
“silakan kumpulkan PR kalian” semua terperangah, ada yang tidak ingat kalau ada PR ada juga yang berkata bahwa buku tulis mereka ada pada pak Arkan sedang Aya tanpa berkata-kata langsung maju dan memberikan dua lembar folio yang terisi penuh depan belakang. Arkan memandang wajah itu sayu kasihan sekali, tapi juga ada rasa yang menusuk hatinya, saat afgian menangkap tubuhnya tadi yang terhuyung terlihat terkejut dengan beberapa saat terdiam seperti ada sesuatu yang di sembunyikan. Ntahlah apakah dia menyukai Aya? Ahhh tidak mungkin memangnya pedofil. Aya kembali ke bangkunya lalu duduk tenang meski sebenarnya terasa berdebar saat Arkan tadi memandangnya Aya menyadari itu.
“Aya” bisik Winda dari belakang bangkunya, tak kalah dengan hantu membuat Aya meremang
“Heh Winda... Apa” dengan suara mencicit lirih tapi juga rada kesal “Hehehe bantuin dong ini gimana?” ujar Winda langsung to the point memperlihatkan bukunya, sedang Aya melihatnya Aya memiringkan tubuhnya agar nyaman menjelaskan, namun tiba-tiba pandangan Aya bertemu dengan pandangan Arkan yang memandang Aya dengan pandangan menyelidik, Aya hanya bisa nyengir kuda di sana salah tingkah
“Win kok takut ketahuan ya” ujar Aya takut untuk memberikan jawaban untuk tugas itu, sedang sedikit cemberut karena kecewa
“Maaf ya win kamu belajar sendiri deh, atau enggak tanya langsung ke bapak apa yang gak kamu paham” ujar Aya takut yang tadi akan terulang.
Sedang Pak Arkan yang sayup-sayup mendengar ucapan lirih penuh penekanan Aya hanya bisa tersenyum samar, “dasar polos” gumamnya, sedang Winda pun kelimpungan mengerjakan b.arab sampai bel berbunyi dia belum selesai, baru setelah pak Arkan keluar Aya langsung memberi tahu Winda semua jawabannya dan langsung mengumpulkannya di meja guru yang tertera nama _muhammad
Fadil az-zarqani S.Hi_
“Aya....belih rujak yuk” ajak Miya
“Nah enak ayok” mereka pun berjalan menuju kantin di bagian tepat di sebelah barat ruang foto-foto (untuk raport/ijazah)
“Bok beli rujak tiga ribu ujar Miya, kalau kamu berapa Aya?” tanyanya
“aku sama saja tiga ribu juga, sama sekalian nanti sisanya buat beli tahu Aci” si mbok langsung memasukkan mangga ke dalam plastik dengan bumbu rujaknya
“Mau di cabeen berapa sendok” tanya mbok penjual
“Dua bok, kalau kamu berapa Aya”
“Aku satu saja mbok”
“Emmh kok bau minyak putih ya” ujar simbok
“Jangan terlalu banyak ya cabenya takut sakit nanti”
“Ah mbok bisa saja, gak lah kalau gak pedes emang namanya rujak”
“Hehehe iya si mbok gak papa itu, pusing dikit” setelah membeli rujak mereka beralih membeli tahu Aci, dan juga pentol tidak lupa juga membeli air emang mau di buat tersedak hehehe, mereka pun kembali ke kelas untuk memakan hasil buruan eaaa sok banget buruan katanya memburu jajanan.
“ Aya, beli kok gak ajak-ajak sih” ujar Amel, pada Aya yang sudah siap memasukkan tahu Aci ke dalam mulutnya.
“Lah tadi kamu kemana?” tanya Aya, yang baru sadar melihat Amel, karena tadi Miya mengajaknya beli rujak membuat Aya langsung tidak sabar untuk sampai ke kantin
“anu... itu ada perlu” ujar Amel sambil cengengesan
“Kenapa gak bilang, kan kalau bilang bisa aku beliin, ya sudah ayo tak temeni kalau mau beli”
“Aaaaa baiknya, ayo lah” ujar Amel, sambil menarik tangan Aya, dengan Aya yang hanya bisa tersenyum sekilas.
“Mau beli apa saja kamu?” tanya Aya
“mau beli nasi laper” jawab Amel
“Tapi di bungkus kan, nanti kalau gak di bungkus aku gimana dong kan jajananku belum habis nanti keburu dingin tahu Aci ku” jelas Aya
“Iya tenang aja aku bungkus kok” sesampainya di kantin Amel pun memesan nasi pecel udi bungkus untuk di makan di kelas, saat menunggu ada pak Fawaid, dan pak Haq yang duduk di kursi memanjang
“amel, beli apa Mel ?” Tanya pak Fawaid
“ini pak beli nasi lapar” terang Amel, setelah itu pak Fawaid lanjut berbincang-bincang dengan pak Haq.
“Ini nak nasinya” ujar umi yang memberikan satu bungkus nasi dengan tiga kerupuk, lalu membayarnya dan tak lupa
