"Itu pak Hasin, ini kan saya!"
berterima kasih
“enggeh, terima kasih mi”
“Mari pak” ujar Aya dan Amel sebelum benar-benar keluar dari kantin
“Iya” jawab kedua guru itu singkat dengan senyum terkembang di wajah keduanya, Aya dan Amel menyusuri lorong menuju kelas mereka, dan naik ke tangga yang sangat menanjak itu, namun karena mereka sudah terbiasa mak mereka biasa-biasa saja berbeda dengan anak-anak lain yang belum terbiasa biasanya mereka akan tiba-tiba fobia ketinggian, sebenarnya bisa melalui jalan lain dari tangga yang tepat berada di sebelah barat lapangan utama lalu memasuki ruang musik dan kelas BIRA yang menyatu lalu sampai ke kelas mereka, tapi itu terlalu memakan waktu. Berbeda kalau dari ruang guru atau BK baru itu tidak memakan waktu yang terlalu lama. Sesampainya di kelas Aya dengan lahap memakan jajanannya sampai bel masuk. Setelah kenyang mereka pun mengikuti pelajaran sampai jam pulang pun tiba.
Cnjd***
Hari ini Jum’at bersama semua murid dari kelas satu sampai tiga di tempatkan di lapangan utama dengan kelas satu tugas bersih-bersih kelas masing-masing, kelas dua jjs, dan kelas tiga senam bersama. Semua hal itu dirasakan Setiap siswa, setiap Jum’at tiba tiap kelas akan mendapat giliran. Nah karena hari ini Aya yang kelas tiga memilih duduk di gazebo tidak ikut dengan anak-anak lain yang asik senam, begitupun dengan pak jurfri selaku PA (pembimbing akademik). Aya, Winda, Amel, Miya, dan Zahra bercanda gurau entah apa yang di bicarakan sampai ibu Anis guru PPKN favorit mereka menyapa
“eh nak kenapa gak ikut senam?”
“Malu Bu” jawab Aya dan teman-temannya sambil tersenyum
“Ah tapi kalau tiktok kan gak malu joget-joget” jelas Bu Anis membalas ucapan mereka. “ndak Bu serius, lagi pula Aya gak punya tiktok, stay kalem dia Bu” ujar teman-temannya menggoda, sedang ibu Anis di Sana hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum dan berlalu.
“nak kalian, ayok ikut ibu, gak ada kerjaan kan?”Tunjuk Bu Uus yang
Tiba-tiba memanggil Winda dan teman-temannya, sedang mereka memandangi Bu Uus dan berkata “iya Bu” kelima anak itu ikut Bu Uus sesampainya di tempat mereka di suruh membawa es batu sekarung, dengan pop ice satu kardus, tiba-tiba Aya merasa menyesal ikut, tapi di sisi lain gak boleh gitu lah ya... Aya dan Miya pun mengangkut es batu sebab satu kardus pop ice nya di pegang Amel yang langsung sigap sedang Winda yang di minta tolong Aya untuk sama-sama membawa es batu itu malah menolak karena malu, dipikir Aya sama Miya gak malu apa huhuhu, Aya dan Miya pun berjalan sambil menahan malu dan saat melewati jalan di belakang guru-guru yang sebagian ikut senam tiba-tiba
“Es es” ujar pak Suprapto sambil tertawa. “ayo yang mau beli es nih”
“Jangan gitu pak saya malu” ujar Aya yang di tanggapi senyuman oleh pak Suprapto dan juga pak Jufrie yang notabene nya PA dari kelas Aya. Sampai Aya dan Miya melewati semua yang senam di lapangan sayupsayup masih terdengar jelas ucapan pak Suprapto yang bergurau namun jelas membuat Miya dan Aya kelimpungan, apalagi banyak siswa yang mendang mereka ya... Meski mereka hanya adik kelas tentu saja Aya dan Miya tetap malu namun tetap berjalan maju menuju kantin yang sudah di tunggu oleh pak Lutfi dan Bu ruqi. Sesampainya di sana sudah ada pak Lutfi di pintu kantin
“Sudah nak Tarok di sini saja” ujar pak Lutfi yang setelah itu mengambil sesuatu untuk menghancurkan es batu tersebut. “ terima kasih ya nak sudah mau mengantarnya” ujar pak Lutfi yang di sambut senyum manis Aya dan Miya yang lalu tak menyia-nyiakan waktu langsung membeli capcin untuk mendinginkan pikiran yang tadi sempat panas dingin sebab rasa malu yang melanda keduanya. “ ahh tapi kok aku jadi pengen es kepal Milo” ujar Aya.
“aahhh segarnya” sejenak keduanya sangat menikmati es itu yang menyegarkan tenggorokan.
“Eh Aya nanti pelajaran tahfidz ya?”
“Oh iya” jawab Aya
“Kamu udah ngafalin belum soalnya kata pak Arkan kalau gak hafal bakal di hukum berdiri di depan kelas satu”
“ngafalin tapi kayaknya harus muraja’ah dulu, ayo ke kelas gak enak perasaanku” ujar Aya mengajak Miya kembali ke kelas.
~•~
Flashback onPada minggu yang lalu
Saat kericuhan terjadi di dalam kelas, Arkan datang dengan tubuh tegap dan suara yang membuat kelas menegang eaaaa
“assalamualaikum” salam sang guru yang langsung di jawab sang murid. “waalaikumussalam” sahut semua yang ada di dalam kelas
“Loh pak hari ini kan bukan jam pelajaran b.arab” ujar salah satu siswa yang sekaligus di tujukan sebagaim pertanyaan pada sang guru.
“Iya saya tahu, tapi.. sekarang benar pelajaran tahfidz, benar kan” ucap Arkan sambil menyapukan pandang ke seluruh arah sampai bertemu pandang dengan Aya lalu kembali fokus pada topik pagi itu
“loh bukannya pak Hasin ya pak?”
“kalian harusnya membaca dengan teliti lihatlah di dalam jadwal yang sudah tertera” ujar Arkan dengan intonasi yang menekan. “Apa perlu saya print kan untuk kalian agar lebih terlihat”
“gitu saja sampai segitunya pak jangan sering emosi nanti cepat tua” cicit sebagian siswa, tentu saja dengan bergumam lirih tidak berani jika langsung terang-terangan.
“Hari ini saya ingin menekankan tentang perjanjian, saya tidak akan langsung meminta kalian untuk menyetorkan hafalan” ujar Arkan yang membuat mereka yang ada di dalam kelas menghembuskan nafas lega, namun itu hanya sementara setelahnya Arkan mulai kembali berbicara. “saya ingin kalian menyetorkan hafalan kalian dari surah an-naba’ “
“loh pak kenapa gitu, an-naba’ itu cukup panjang pak, biasanya juga kalau sama pak Hasin bebas mau di urut atau tidak, kan bisa pak dari an-nas” Arkan terdiam sesaat, lalu kembali mengangkat suara
“itu kalau pak Hasin, ini kan saya. Saya ingin kalian menyetor dari annaba’ dan itu keputusan saya dan ini termasuk dalam perjanjian kita nantinya” helaan nafas dari sebagian siswa-siswi karena keputusan Arkan yang tidak bisa di ganggu gugat juga menjadikannya mendominasi.
“yang terakhir saya ingin kalian bersungguh-sungguh jangan sampai nanti saya melihat kalian tidak niat dan segala macamnya, dan kita jadikan dalam perjanjian ini siap yang tidak hafal sedang saya sudah memberikan waktu yang lebih dari cukup maka kalian harus berdiri di depan kelas satu”
“Hah” riuh suara kelas itu tak kalah dengan pedagang di pasar di karenakan ucapan Arkan
“pak jangan gitu lah pak masih mending kalau berdiri di depan kelas, dari pada berdiri di depan kelas adik kelas” sahut beberapa siswa yang tak terima.
“bukankah ini adil saya memberikan kalian waktu 1 Minggu untuk menghafal 40 Ayat loh, memangnya kurang ya? Bagi saya ini sudah sangat... Adil, saya sudah berbaik hati pada kalian” mendengar ucapan Arkan seakan mereka tak akan lagi mendapat kesempatan win win solution dengan sang guru.
“Aku lebih suka pak Hasin” bisik Mira pada Aya, sedang Aya hanya menanggapi dengan anggukan mau bagaimana lagi sudah keputusan yang tak bisa di ganggu gugat, pasrah hidup penuh dengan pasrah. Di rumah Aya mati-matian menghafal, harga diri melompat-lompat jika Aya tidak bisa membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa.
Flashback off
Dan hari ini di kelas yang mulai terasa panas dingin pun Aya mulai mengingat-ingat kembali hafalannya. Sampai siluet pak Arkan terlihat jelas di luar jendela dengan langkah tegap penuh wibawa masuk ke dalam kelas.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” salam yang di ucapkan pak Arkan sambil bersiap menjatuhkan bokongnya di atas kursi guru. “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” jawab siswa-siswi yang langsung membuka-buka juz amma dan mulai membaca lirih
“Baik bisa kita mulai hari ini, saya panggil dari absen pertama. Afgiansah Rahmat Widianto” ujar Arkan, afgian maju dan menyetorkan hafalannya, selama gian menyetorkan hafalan tubuh Aya meremang bukan karena kesurupan tapi karena gemetar dan degdegan.
“zah air” ujar ayapada Zahra kelimpungan nafas sudah seperti tercekat, belum juga sempat minum ismie sudah membuat jantung Aya semakin berdetak kencang.
“Eh Aya kamu tuh” ujar ismie, yang disambung pak Arkan, “iya Aya” ujar Arkan dengan lembut. Saat Aya berjalan menuju Arkan, tiba-tiba Amel berceloteh. “cie cie” yang malah mendapatkan terguran dari ismie. “eh Amel diem, kasihan tuh Aya” ujar ismie yang di angguki Aya kali ini, Aya memulai dengan basmalah dan mulai melantunkan ayat suci Al-Quran di samping Arkan dengan sangat berjarak Aya takut mendapat kata-kata yang tidak seharusnya, seperti waktu itu Aya di comblang dengan sang guru hanya karena UKBM yang membuat semua salah paham dan merasa Aya di istimewakan okeh pak Arkan di dalam bacaan nya Aya sempat melihat dengan ekor matanya di mana Arkan sambil mengangguk-anggukan kepala sambil mendengar setoran Aya membuat Aya ingin tertawa tapi tak kuasa, hampir saja Aya kehilangan bacaan namun beruntung ia dapat menyelesaikan setorannya sampai tuntas. Saat selesai menyetor Aya langsung kembali ke bangkunya yang disambut senyuman dari Mila, Zahra, Winda, dan Mira.
“Zah parah sih tadi minta air belum sempet minum udah maju aja, udah gitu panas
