"Gus Ahkam"
dingin ujung kaki sama tanganku” jelas Aya yang mulai lega
“Ah iya-iya maaf ya nih minum” ujar zahra memberikan air minum gelasan pada Aya, yang diminumnya dengan perlahan seperti Sunnah Rasul. Sekarang giliran Al yang maju untuk setoran namun dunia sedang tak berpihak padanya Al malah di suruh berdiri karena tidak hafal bersama dua teman lainnya, beruntung pak Arkan sekarang masih berbaik hati membiarkan mereka berdiri di depan kelas. Namun ada syaratnya, setelah sebagian menyelesaikan setoran ada sebagian dari beberapa murid yang harus menyetor di Minggu dengan karena ada tiga puluh orang lebih di kelas itu. Waktu yang tidak mumpuni membuat sebagian dari mereka bersorak bahagia sekali sedang Arkan di depan kelas mengulurkan jari kelingking kepada Toni si ketua kelas untuk berjanji bahwa apabila di Minggu depan mereka seperti ini lagi Maka tidak ada lagi toleransi harus berdiri di depan kelas satu. Sedang Toni bimbang untuk menyambut hal itu, namun karena Arkan yang terus pmendesak membuat si ketua kelas itu terpaksa menyambut nya seringai kemenangan terpancar pada raut wajah pak Arkan sedang Toni dan lainnya yang tak bisa menyetorkan hafalan secara tuntas hanya bisa menghela nafas panjang, pasrah dengan apa yang mereka lalui ini.
Hari ini karena libur Aya sejenak memainkan handphone nya saat Aya membuka telepon terlihat pesan dari Gus ahkam
[Assalamualaikum Aya] tertera di sana bahwa itu adalah pesan yang di kirim 3 jam lalu
[Waalaikumussalam] jawab Aya, setelah itu Aya kembali membuka aplikasi lain untuk bermain, berselancar di dunia maya itu. Selang beberapa saat pesan kembali muncul dari Gus ahkam
[Gimana kabarmu?] Tanya Gus ahkam, yang membuat Aya bergumam tumben bertanya
[Ana bikhoir Alhamdulillah, wa anta?]
[Alhamdulillah, kamu di sana masuk komplek arab Tah?] tanya Gus ahkam yang membuat Aya tersenyum
[enggak aku masuknya ke hati tuan arab] canda Aya sambil cengengesan, tidak menyangka cinta monyet di masa lalunya menyapa nya hari ini.
[Hah] reaksi Gus ahkam bingung
[tidak, hanya bercanda saja] balas Aya, setelah beberapa saat berbincang-bincang di aplikasi berlogo petir itu, Aya mematikan ponselnya lalu pergi untuk mencuci baju serta melipat pakaian yang sudah kering menyapu rumah dan lalu beristirahat tiduran sampai tertidur beneran.
~
“Aya.... Aya...” teriak Miya dan Dewi, yang sayup-sayup terdengar di teling Aya, dengan lunglai Aya menuju pintu utama lalu membukanya terlihat pintu yang mulai terbuka perlahan menampilkan senyuman dari Miya dan Aya
“Emmh ada apa?” tanya Aya dengan suara serak karena bangun tidur
“Nih, katanya Dewi mau pesan buket buat tunangannya”
“Hah...” Aya membuka lebar mulutnya syok matanya ikut melebar, “apa benar?”
“Iya bak aku mau, buat tunanganku”
“oh ya sudah, mau yang seperti apa?” tanya Aya
“aku pengen buket bunga yang gembul mbak, berapa?”
“oh iya² karena kamu mau tunangan aku kasih diskon deh 55000 saja” ujar Aya
“gak bisa kurang mbak?”
“Aaa ini anak di kasih hati minta jeroan”
“hehehe iya-iya deh mbak, pacarnya pak Arkan” Aya yang mendengarnya langsung memelototkan mata
“heh mulut enggak ya, sok tahu kamu”
“iya dong kan__” Dewi menggantung ucapannya sambil melihat Miya, sedang Aya memicingkan matanya. Sedang Dewi semakin menjadi-jadi mencomblangkan Aya dan pak Arkan.
“Siapa pak Arkan itu” tanya ibu Aya membuat Aya malu
“ada guru b.arab jawab Aya”
“Iya Bu itu pacarnya mbak Aya” Aya benar-benar jengkel dengan apa yang di lakukan Dewi
“diem nanti aku gak buatin ya buketnya” ujar Aya membisik dengan menekan kata-katanya
“mbak Aya pacarnya pak Arkan” ujar dewi bersamaan dengan Dewi yang izin untuk pulang bersama Miya, setelah keduanya pergi, Aya kembali di tanya-tanya tentang pak Arkan oleh ibunya. “Kayak siapa sih pak Arkan itu?” Tanya sang ibu ingin tahu lalu kembali di sambungnya dengan kata-kata yang rada-rada, “Gak papa lah nikah sama guru, emang si pak Arkan itu punya apasih ?”.. “punya mobil pintu geser” jawab Aya asal lalu memfokuskan diri pada hal yang lain ingin menghilangkan nama Arkan yang terus menerus terngiang-ngiang.
“kamu suka ya sama guru itu yang kata temenmu tadi”
“Enggak kok” jawab Aya singkat, sedang sang ibu terus menerus menatap Aya.
Di sekolah
Hari berjalan sebagaimana mestinya, dengan Aya yang sedang sibuk membuat sebuah kerajinan dari plastisin dalam praktik seni budaya, seni adalah salah satu pelajaran yang sangat Aya senangi tak heran jika banyak temannya akan senang jika berkelompok dengannya karena dia cukup pandai mengaplikasikan apa yang ada pada imajinasinya. Salah satu dari kelompok Aya di keluarkan oleh sang guru dikarenakan terlalu banyak, Aya yang merasa iba membuat sebuah bebek yang di berikan pada temannya untuk di kumpulkan sebagai tugas yang seharusnya kelompok.
“Terima kasih ya Aya” ujar sang teman yang tersenyum gembira setelah menerima bebek itu, sedang Aya membalas senyumnya dan berkata: sama-sama.
Aya tipikal orang yang sering kasihan pada orang tapi dia tidak suka jika ada orang yang terang-terangan kasihan padanya entah kenapa Aya tidak suka. Aya sering membantu tapi terkadang dia juga egois, dia merasa dengan itu dia bisa menjaga dirinya karena menolong dengan suka rela lebih menyenangkan dari pada du minta tolong tapi seakan di manfaatkan. Aya tidak suka di anggap lemah, setiap hal dia lakukan dengan berkata aku pasti bisa. Meski sebenarnya dia tetap butuh pegangan tapi dia selalu berkata pada ilahi mampukanlah diri ini sehingga tak meminta kecuali padamu ya rab.
Setelah mereka menyelesaikan tugas mereka baru sang guru memberikan waktu bercanda gurau sebab masih ada waktu luang yang penting jangan sampai keluar kelas. Saat perbincangan itu mulai cair Bu Novi menanyakan tentang ujian yang akan segera di laksanakan
“apa sudah ada persiapan untuk ujian di semester lima ini?”
“Belum Bu, kalau berkenan ibu boleh kasih kami kisi-kisi ya Bu” ujar siswa-siswi antusias, dan Bu Novi tersenyum menanggapi. “Boleh tapi kalau ibu sudah kasih kisi-kisi nilai harus di atas 80 ya kan sudah ada di kisi-kisi semua tinggal kalian pelajari”terang Bu Novi. “Siap ibu” jawab mereka semua serentak. Sebelum bel berbunyi tanda bergantian jam
“Baik anak-anak besok atau lusa ibu akan siapkan kisi-kisi untuk kalian, semangat ya untuk mata pelajaran yang lain juga, assalamualaikum” ujar Bu Novi sembari merengkuh buku-buku pelajaran dan keluar dari kelas sebelum benar-benar keluar Bu Novi meminta dia siswa untuk membawa hasil karya mereka untuk di pajang di ruang kesenian. Sampai beberapa saat kemudian terdengar salam dari ambang pintu.“assalamualaikum”
“Waalaikumussalam” jawab para siswa, kini kelas menjadi kembali formal semua siswa duduk menunduk
“baik anak-anak, mari kita mulai pembelajaran hari ini di pagi hari menuju siang dengan di awali pembacaan basmalah”
“bismillahirrahmanirrahim” baru selesai sang guru memerintahkan untuk memulai dengan basmalah, dering telepon kini bergema, sedang Aya di bangkunya sudah keringat dingin. Dia mengira bahwa yang berbunyi adalah hp nya namun Dia sempat bergumam “runggu bukannya sudah aku mode senyap, juga mode pesawat apa benar ya itu bunyi handphone ku” Aya kalut, dan tak lama dering itu hilang berganti dengan suara sang guru yang kini telah mengawali pembicaraan melalui telepon. “hemmm Alhamdulillah tak kira tadi hp ku” bati Aya lega mendengar obrolan itu yang menandakan bukan handphone Aya yang berbunyi melainkan nada yang sama dari milik orang yang berbeda. Aya duduk seperti semula berusaha menghilangkan ke tegangan sampai suara sang guru kembali menggema saat telepon itu berakhir.
“anak-anak hari ini kita belajar sebentar karena sebentar lagi ada rapat mengenai ujian yang akan segera di laksanakan” ujar sang guru, yang membuat sorak Soray siswa-siswi menggema. “senang banget ya kalau gak ada guru” ujar sang guru, yang sengaja menyentil. “eh enggak kok pak” ujar siswa-siswi, yang pada kenyataan nya memang iya.
***
Lelah setelah sepulang sekolah seakan semua menguras energi Aya mandi lalu shalat Dzuhur, setelahnya Aya membuka handphone yang di sana kembali menampilkan pesan dari Gus ahkam, tertera sebuah foto yang di tampilkan dengan caption balik pondok. Ekspresi nya datar dengan alis terpaut, membuat Aya tersenyum tipis. “Ada-ada saja” batin Aya menyahut
[Ceritanya tuh mau pamit apa gimana? Soalnya gak punya uang buat ngasih sangu.] Balas Aya
[Ndak kok Cuma ngasih tahu] balasnya cepat, sigap
[Hemm iya kan kamu pelit sama aku] sambungnya lagi
[Terserah lah Gus sak karepmu, sana buru-buru balik] balas Aya seakan ingin cepat-cepat Gus ahkam berhenti, tapi juga di sisi lain sangat senang karena di notice, hehehe berasa cinta monyet kembali bersemi.
[Dada] balasnya sambil mengirim sebuah emot tangan melambai, Aya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, setelah itu memilih tidur untuk menghilangkan penat yang tersisa. Beberapa saat Aya hanya bisa membolak-balikkan badannya ada hal yang mengganjal dirinya, Aya membuka mata lalu menyadari dirinya belum membeli bahanbahan untuk buket pesanan Dewi.
“ah iya lupa kan aku belum beli printilan nya” dengan lesu Aya bangun dari tidurnya hendak ke toko untuk membeli kertas buket, bunga, dan sebagainya yang di butuhkan untuk pesanan kali ini. Dengan mengendarai motor Aya cepat-cepat membeli semua barang-barang yang
