"Ujian sekolah apa ujian batin?"
di butuh kan lalu bergegas Pulang untuk membuat buket itu. Namun sesampainya di rumah Aya yang masih lesu memilih tidur nanti sore saja dia mau mengeksekusi pekerjaannya yang tak seberapa itu.
Matahari pun menyingsing cahayanya tak lagi menyengat, Aya bangun dengan mengucek mata lalu berjalan lunglai ke kamar mandi setelah melaksanakan kewajiban, Aya membuka kembali perintilan yang belum sempat ia sentuh sepulang dari membelinya, Aya berkutat dengan barang-barang itu sampai sebuah buket cantik kini berada pada genggamannya, Aya mengambil kamera dan kain putih sebagai background untuk mempercantik pemotretan satu buket itu, Beberapa gambar Aya abadikan dan menaruhnya di etalase.
“Di jual berapa?” tanya sang ibu yang tiba-tiba, saat baru pulang ntah dari mana
“55.000” ujar Aya singkat, dengan langsung membereskan peralatanperalatan tempurnya tadi dan membungkus buket itu agar saat nanti di jemput bisa langsung di bawa dengan mudah. Di waktu bersamaan dengan selesainya Aya membereskan peralatannya sebuah pesan dari Dewi bahwa buketnya akan di jemput tiga hari lagi.
[bak nanti buketnya aku jemput nya di hari ketiga saja ya]
[Oh ok] jawab Aya singkat, dan menggunakan sisa waktunya untuk bermain. Aya membuka WA lalu membuat story yang berisikan lagu arab dengan caption __ wanita itu laksana kaca apabila pecah maka bayangan yang dihasilkan tak lagi sama. Setelah beberapa saat berlalu Aya yang sedang asik scroll tiktok mendapat pesan dari aplikasi hijau itu
Ting
[Gampang kalau gak mau pecah pakek kaca yang tidak mudah pecah] Aya mengernyit mendapati pesan itu dari sang guru b.arab
[Oh iya pak nanti tak pakek resin] jawab Aya ngasal, pak Arkan langsung mengetik sebuah pesan yang ditunggu oleh Aya sangat lama yang hanya berakhir dengan emot tertawa terbahak-bahak. Aneh gumam Aya, yang nyatanya dia yang lebih aneh karena bisa-bisanya tersenyum hanya karena mendapat pesan dari Arkan.
[Aya saya minta tolong untuk membagikan perubahan fa’il dan fi’il secara menurun yang akan saya bahas nanti dikelas] pesan itu kembali muncul namun dengan nada formal
[ Maaf pak bukan saya mau menolak tapi saya tidak mau mereka berpikir yang tidak-tidak, waktu itu saja mereka langsung merasa saya ada apa-apa sama bapak.]
[MMM ya sudah kalau tidak bisa, saya akan print kan untuk kalian nanti]
[Sekali lagi maaf ya pak] balas Aya dalan pesan itu, yang hanya berakhir di lihat oleh Arkan, persepsi berkecamuk di pikiran Aya apa pak Arkan marah ya, apa aku salah sudah menolak, ahhhhh Aya jadi bingung sendiri, tapi dia melakukan ini untuk tidak mengundang masalah baru yang bisa membuat Aya semakin tenggelam dalam isu yang bisa saja membuat Aya benar-benar merasakan perasaan cinta pada Sang guru yang mungkin memang dari saat ini ia selalu berusaha menepisnya namun seakan dunia membuat Arkan semakin gencar untuk memenuhi pikirannya.
***
Di sekolah
Seperti biasa Aya sudah berada di bangkunya membuka-buka bukunya sampai riuh di lantai bawah terdengar sampai ke kelas Aya. Wangi, anak PAI sedang menangis. dengan intan yang juga hampir menangis sambil meluapkan emosi.
“Ayo tampar, tampar kalau berani” sayup-sayup terdengar suara serak dari intan sambil maju menyodorkan pipinya untuk di tampar, siswa laki-laki yang ntah siapa maju dan menampar intan kala itu. Membela wangi yang sudah memerah matanya membengkak karena menangis Aya hanya melihat dari lantai atas tanpa mau ikut campur. Beberapa siswa-siswi berdesas-desus ada yang membela intan ada juga yang membela wangi. Sedang Aya hanya diam kembali ke kelas setelah keduanya di lerai dan di bawa ke ruang BK.
Kriningggggg
Suara bel berbunyi menandakan jam masuk telah tiba saatnya mereka belajar. Dan saat itu juga banyak Siswa-siswi berhamburan masuk ke dalam kelas.
“pak arkannnn” teriak Bella dalam kelas, sangat heboh seakan kedatangan artis, sedang Aya hanya menanggapi biasa saja. Terlihat tubuh jangkung itu dari jendela berjalan mantap tak gentar, diambang pintu Arkan berdiri dengan kacamata bening bertengger di hidung mancungnya. “Assalamualaikum” ujarnya dengan suara baritonnya seakan meminta untuk di perhatikan, Aya menatap tiap inci dari bawah sampai atas tak berkedip, Arkan hanya tersenyum tipis menyadari hal itu. Lalu beranjak berjalan ke bangku guru, dengan mata Aya yang tak lepas dari memandang tiap gerak Arkan.
“waalaikumussalam” jawab semua siswa-siswi bersamaan, Arkan langsung menyiapkan sebuah kertas print lalu berjalan menuju tiap bangku lalu memberikannya satu persatu. Arkan menjelaskan tiap-tiap detail pelajaran hari ini, sampai seorang siswa bertanya
“maaf pak, ujian kan akan segera di mulai apa untuk b.arab ada kisikisinya?” Arkan menatap lamat-lamat lalu berkata “kalian mau kisi-kisi memangnya akan kalian baca? PR satu Minggu saja masih sibuk di kerjakan di sekolah” benar-benar menampar dengan santai sekali, sambil tersenyum sinis pada Siswa-siswi.
“ya pasti kami baca kok pak hampir semua mata pelajaran sudah di kasih kisi-kisi, masak b.arab enggak sih pak” lanjut mereka tak mau kalah. “akan saya pikirkan” ujar Arkan santai. Sedang Aya di sana senyumnya surut karena ikut kecewa dengan apa yang Arkan katakan.
“kenapa kok mukanya di tekuk gitu” bisik Mila. “ah diem ih” ujar Aya yang malas berbicara dengannya kali ini
Hari ini adalah hari ujian di mana para siswa-siswi ini berada di ruangan masing-masing, Aya duduk membaca tiap soalan yang sebenarnya dia kurang mengerti sehingga dia mencoba memfokuskan diri namun Zahra yang berada di belakangnya berbisik lirih sambil memperlihatkan lembar ujiannya yang terdapat nama pak Arkan pada contoh soal cerita. Aya hanya tersenyum tipis hampir tak terlihat, hanya menanggapi Zahra dengan anggukan setelah itu membuka-buka lembaran itu meski sebenarnya sekarang pikirannya lebih fokus pada Arkan. Entah kenapa dia mampu membuat Aya menjadi orang yang menolak lupa.
“ah aku mikir apa sih pokoknya fokus belajar, gak boleh bahas cintacintaan sekarang pokoknya harus fokus” ucap batin Aya sambil menggeleng-gelengkan kepala membuat Mila dan Mira di samping kanan dan kirinya menatap penuh tanya
“Kenapa?” tanya mira kepada mila tak bersuara hanya lisan yang bergerak memperlihatkan kata tanya “kenapa” sambil menunjuk Aya dengan dagunya. Sedang Mila hanya menggeleng, dan Aya menggigit bolpoin nya sambil kembali berpikir memfokuskan diri pada tiap-tiap soal ujian. Mereka tidak menyadari guru pengawas yang ada di depan kelas kini melihat bisikan tak bersuara yang di tujukan Mira pada mila
“Hei kalian berdua ngapain?” tanya guru pengawas yang melihat gerak gerik Mila dan Mira
“E-eh enggak kok pak, gak ngapa-ngapain” ujar keduanya gugup, sedang Aya mengangkat kepala melihat kanan dan kiri
“Fokus, jangan mencontek. Karena yang kalian contek belum tentu benar. Bisa saja yang ngasih tahu juga tidak belajar” ujar sang guru
“Iya pak...” jawab para siswa-siswi serempak, hingga kini ruangan kembali hening. Setelah beberapa saat mereka bertarung dengan daya ingat, berkutat mengerjakan ujian fiqih. kini mereka pun sudah kembali lega. Guru pengawas telah membawa soal-soal itu keluar, dan mereka memiliki waktu untuk belajar sebentar menyambut ujian berikutnya yakni Qurdis.
“assalamualaikum” salam dari guru pengawas berikutnya.
“baik, sekarang tutup bukunya ya. Silakan ke depan satu per satu untuk mengambil kertas ujian, sekaligus membubuhkan tanda tangan pada absensi.” jelas sang guru menyambung. “Baik pak...” Dengan beraturan mereka ke depan satu persatu, saat tiba giliran Aya, Aya yang terus merasa di pandangi saat menorehkan tanda tangan menjadi sangat menunduk, sampai ismie yang melihatnya sambil tertawa santai bercelatuk l“gak kurang nunduk ay” yang setengahnya bermaknakan gurauan, Sedang Aya hanya bisa menanggapi dengan tawa canggung lalu kembali ketempat duduknya.
Tak berselang lama kini kelas itu mulai riuh saat Arkan datang dan berbicara dengan guru pengawas, semua murid langsung pura-pura batuk-batuk. Sampai Arkan menatap penuh selidik dengan senyuman yang tersemat, lalu berkata “ada apa? Kenapa semua batuk-batuk saat saya masuk? Jadi curige” ujar pak Arkan yang baru kali ini Aya melihatnya bercanda gurau sedang selama ini tak pernah, selalu nya di bawa serius.
“Curiga pak bukan curige” kata sebagian yang lain, ada juga yang berkata “tenggorokan kering” dan sebagainya, hanya Aya yang batuknya di tahan karena memang benar-benar batuk bukan karena alasan, dan kalian tahu bagaimana rasanya pilek di saat ujian, apalagi saat hening-heningnya makin campur aduk. Pak Arkan melihat Aya sekilas sambil tersenyum lalu Arkan kembali fokus pada pembicaraan nya dengan guru pengawas.
“Cieeee” bisik Zahra
“Apa sih Zah, fokus aja biar cepat selesai” tandas Aya
“Aduh-aduh meleleh ya senyumnya beda banget kalau sama Aya”
Goda Zahra tak berhenti. “diem” tandas Aya, dan akhirnya memilih untuk membiarkan Zahra berceloteh sendiri dengan suara mencicit lirih. Saat pak Arkan hendak keluar dari kelas salah satu dari mereka memberanikan diri bertanya tentang kisi-kisi yang belum di berikan. “pak gimana kisi-kisinya, jadi di kasih gak?” Arkan menghentikan langkahnya lalu berbalik “ Insya Allah nanti saya kirim melalui salah satu dari kalian!” jelas Arkan dengan menatap intens pada Aya.
“ekhem, siapa pak?” dengan salah satu siswa sekaligus bertanya, yang menyadari tatapan Arkan berbeda pada Aya. “Nanti juga kalian akan tahu dia pasti menyampaikannya”
jelas Arkan, dan kembali meneruskan langkahnya keluar dari kelas. Mereka pun kembali meneruskan ujian yang kini sudah tinggal sedikit lagi, sampai bel pun pun berdenting tanda jam
