Bab 7 Daddy?
Sore itu Ray melihat dari dalam mobil kedalam jendela dan pintu kaca toko bunga, tempat dimana Claire bekerja. Dia bisa melihat Claire sedang bersiap-siap untuk pulang dan menutup toko, tetapi dari dia tiba sejam yang lalu dia tidak melihat Damian putranya.
Tadi pagi setelah dari rumah orang tuanya dia langsung berangkat kekantor memberikan beberapa perintah pada asistennya dan langsung pergi kekota tempat Claire dan Damian berada, kali ini dia tidak akan membiarkan mereka pergi lagi.
Sepanjang perjalanan Ray memandang foto putranya yang dikirimkan Monica padanya, "Terima kasih karena telah melahirkannya, dia tampan." Bisik Ray dalam hatinya.
Ray melihat Claire mulai mematikan lampu, dan membuka pintu toko kemudian kembali masuk kedalam tanpa menutup pintu toko, bukankah itu berbahaya? pikirnya. Tetapi tidak lama kemudian dia melihat putranya, kelihatanya putranya sedang tidur dan Claire tidak membangunkannya, menggendongnya dan membawa tas yang dia yakin berisi perlengkapan Ian, Claire tampak kesulitan saat mengunci toko, tetapi Ray belum ingin keluar sekarang karena dia harus merencanakan semuanya dengan baik, sebelum Claire kembali menghilang.
Sejak dia tiba dan melihat Claire, timbul rasa bahagia karena bisa melihat wanita itu dalam hatinya, awalnya dia berpikir jika rasa bahagia itu adalah rasa lega karena Claire sehat dan tidak menginggal, namun semakin lama dia duduk dan memperhatikan Claire hatinya semakin senang, dan tidak ingin melepas pandangannya.
Ray tidak mengerti apa yang dirasakannya sekarang, dan dia juga tidak ingin menaruh harapan yang terlalu tinggi, karena dia yakin tidak mudah untuk mendapatkan maaf dari seorang wanita yang pernah dilukai dan disakitinya.
Ray turun dari mobil meninggalkan supirnya, mengikuti dari jauh langkah Claire yang sedang menggendong Ian. Setelah hampir 1 kilometer lebih, dia melihat Claire memasuki sebuah rumah kecil dangan halaman dipenuhi bunga-bunga cantik. rumah itu mungkin hanya sebesar kamar tidur orangtuanya, tetapi melihat keasrian dan kebersihan rumah itu dari luar, dia yakin didalam rumah juga pasti tertata rapi, dan semua itu dilakukan sendiri oleh Claire, membuat hatinya kembali sedih, tadi saja waktu mengikuti Claire berjalan, Ray merasa kasihan karena ternyata cukup jauh dengan harus menggendong putranya tentu melelahkan walau disepanjang jalan dia bertemu dan ditawarkan bantuan oleh orang-orang yang kelihatannya sudah menggenalnya, Claire tetap menolaknya.
Dia kembali menunggu didalam mobil, tanpa melepaskan tatapannya dari rumah itu. satu jam kemudian pintu terbuka dan seorang anak kecil keluar dengan membawa kantong sampah yang kelihatannya cukup berat untuk anak seusianya, Ray akan keluar dari mobil, namun tertahan saat melihat Claire ikut keluar dan membantu anak kecil itu. Ray membuka kaca mobilnya dia ingin mendengarkan pembicaraan kedua orang itu.
"Aku bisa membantumu membuang sampah sendiri, mommy" kata Ian sambil terus melangkah keluar halaman.
"Bagaimana kamu bisa membuang sampah sendiri jika tempat sampahnya lebih tinggi dari dirimu." Kata Claire pada Ian yang baru saja bangun tidur dan melihatnya akan membuang sampah, ingin mengambil alih pekerjaannya.
"Hahaha, benar juga....tapi biarkan Ian membawanya keluar, karena mommy pasti capek setelah menggendong Ian tadi. Kenapa mommy tidak membangunkan Ian? Ian kan bisa jalan sendiri tanpa memberatkan mommy."
"Membangunkanmu dan membuat kamu rewel? Mommy lebih memilih menggendongmu dan membiarkanmu bangun sendiri."
"Aku tidak rewel mommy, aku hanya masih mengantuk." Protes Ian
Claire hanya tertawa, membuat Ian ikut tertawa. "Ayo kita masuk, mommy akan menyiapkan makan malammu. Ian mau makan apa malam ini?"
"Ian mau makan semua masakan mommy, biar cepat besar dan bisa membantu mommy."
"Ayo" ajak Claire pada putranya.
Ian berceloteh hal-hal yang bukan hanya membuat Claire tertawa tetapi juga membuat seseorang yang sedari tadi mencuri dengar tersenyum .
Ray mendengar pembicaraan mereka, tersenyum saat mendengar putranya memprotes, persis seperti dirinya waktu kecil yang suka sekali memprotes apapun komentar jelek mommy padanya. Senyum itu juga karena hatinya membisikkan 'Claire cantik', ya, kata hatinya dan dia menjawab "Salah, Claire bukan cantik tetapi sangat cantik."
Seminggu ini Ray mengikuti dan mengamati Claire secara langsung, dia menunda semua pekerjaannya dan akhirnya dia mendapat kesempatan menyapa putranya yang selama ini hanya dilihatnya dari jauh.
"Maaf, uncle" kata Ian padanya ketika bola yang dibuatnya bermain mengenai Ray.
"Tidak apa-apa, siapa namamu?" tanya Ray yang terpana melihat betapa pesisinya Ian dengan dirinya.
"Ian." Kata Ian sambil terus mengamati Ray, "Warna mata uncle sama dengan warna mataku." Katanya kemudian sambil tertawa membuat Ray tersenyum, Monica benar, Ian anak yang pandai dan mengemaskan.
"Ya, warna mata kita sama."
"Apakah uncle, daddy Ian?" tanya Ian ragu-ragu
"Kenapa Ian bisa bilang begitu?" tanya Ray sedikit terkejut.
"Karena mommy bilang, mata Ian sama seperti daddy Ian."
"Mommy mengatakan itu?" tanya Ray tidak percaya.
Ian mengangguk dengan mantap.
"Ian boleh memanggil uncle, daddy." Kata Ray cepat sebelum Ian berubah pikiran.
"Daddy." Kata Ian sambil tersenyum dan mememeluk Ray yang sejak tadi berjongkok menyamakan tinggi dengan putranya.
Ray terharu, dia hampir menitikkan airmatanya. Dia bisa merasakan jika putranya merindukan daddynya, rasa bersalah kembali masuk dalam hatinya, bersalah karena memilih pekerjaannya daripada menyusul Claire saat itu.
"Daddy menangis?" tanya Ian sambil menyentuh pipi Ray membuat setitik airmata yang tadi ditahannya turun tanpa disadarinya, Ray melihat kekuatiran pada mata putranya, membuat hatinya semakin menyesal.
"Daddy senang Ian." Kata Ray karena tidak tahu harus mengatakan apa lagi, dia kembali menarik Ian kedalam pelukannya.
"Daddy jangan menangis, nanti warna matanya tidak sama lagi dengan punya Ian." Tiba-tiba anak kecil itu menyadari jika dia sudah terlalu lama menghilang dari pandangan mommynya, "Daddy, Ian harus kembali ke mommy dulu." Sambil melepas pelukan Ray.
"Daddy...." Ian ingin mengatakan sesuatu tetapi dia sedikit ragu.
"Ada apa sayang?"
"Apakah Ian bisa ketemu daddy lagi?"
"Tentu saja, daddy aka nada kapanpun Ian inginkan."
"Tapi...."
"Tapi, apa sayang?"
"Ian takut mommy marah jika Ian punya daddy."
"Mommy tidak akan marah, tapi jika Ian takut mommy marah, kita rahasiakan ini dari mommy."
"Rahasia kita berdua?" jawab Ian, dia sedang berpikir dan mempertimbangkan perkataan Ray.
"Ya."
"Bagaimana Ian bisa ketemu daddy lagi?" tanya Ian, masih dengan mode berpikir.
"Ian tinggal menghubungi daddy." Ray mengambil kartu namanya dan menyerahkan pada Ian. Ian memandang kartu nama itu dengan binggung, dia belum bisa membaca dan menulis dengan lancar tetapi dia bisa mengingat angka dengan baik.
"Daddy bacakan nomor teleponnya, Ian akan mengingatnya." Kata Ian, membuat Ray terpana, benarkah anak seumur Ian sudah bisa mengingat angka dengan baik?, Ray membacakan nomor teleponnya, dan dia kagum saat Ian dengan hanya tiga kali diulangnya, sudah menghapal dan mengulang dengan benar.
"Ian, pintar sekali. Siapa yang mengajari Ian menghapal?"
"Mommy. Daddy, Ian harus kembali sebelum mommy kuatir dan mencari Ian."
"Ya, Ian harus jaga mommy ya?"
"Pasti." Jawab Ian dan langsung mencium kedua pipi Ray sebelum berbalik dan berlari kecil menuju tempat mommynya menunggunya.
"Ian dari mana? Kenapa Ian kelihatan senang sekali?"
Ian memang senang sekali, dia menyukai daddy yang tadi ditemuinya, dia merasa sangat dekat dan ingin merasakan pelukan daddynya tadi, tetapi dia tidak ingin mommynya kuatir, "Karena hari ini Ian bisa bermain ditaman sepuasnya."
"Maafin mommy yang tidak bisa sering-sering mengajakmu bermain."
"Tidak apa-apa mom, Ian senang selama bersama mommy." Ian memeluk mommy kesayangannya.
Ray mengamati Ian yang berlari menuju Claire, sambil mengelus pipinya yang dicium putranya tadi, perasaan hangat mejalar kedalam dadanya, dia ingin mendapat pelukan dan ciuman itu setiap hari, kelihatannya sudah waktunya dia menemui Claire.
Claire baru saja pulang dari mengantarkan Ian kesekolahnya, dan hari ini hari liburnya, dia berencana untuk mengajak Ian ke supermarket dan bermain ditaman seperti minggu lalu, dia yakin Ian pasti senang, ketika pintu rumahnya diketuk.
Claire melangkah ke pintu dan membuka pintu tanpa bertanya karena kebanyakan yang bertamu adalah para tetangganya. Claire terkejut bahkan sampai melangkah mundur saat melihat pria yang ada didepan pintunya, pria yang tidak dikenalnya tetapi selalu ada dalam ingatannya.
