Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Ini Bukan Mimpi?

Ray mendaratkan helicopter tepat dilandasan rumah sakit, tim dokter dan perawat sudah bersiap memindahkan Ian, Ray melihat Claire yang terus berada disisi Ian, tanpa suara dia melepas semua perlengkapannya dan menyerahkan helicopter itu pada anak buahnya dan segera turun ke bawah menemui pengacara yang sudah menunggunya.

Setelah memastikan semua berkas yang dibawa pengacaranya sesuai yang dia inginkan, dia meminta salah satu anak buahnya untuk memanggil Claire.

Ian dimasukkan dalam ruang ICU untuk dipersiapkan menjalani operasi, Claire hanya bisa memandang dari luar sampai kembali seorang pria berjas menghampirinya.

"Maaf nyonya, tuan sudah menunggu anda. Saya akan mengantar anda untuk menemuinya." Claire menoleh, sudah saatnya dia kembali bertemu dengan pria itu.

Pria itu mengetuk salah satu pintu yang dikenali Claire sabagia kamar rawat VVIP, membuka pintu dan mempersilahkan Claire untuk masuk.

Claire masuk dan melihat pria itu dan seorang pria lain yang tidak dikenalnya, "Duduklah Claire, perkenalkan ini Gery, dia pengacara yang mengurus perjanjian kita."

Sebelum Claire duduk Gery berdiri dan menyalaminya, Gery tidak menyangka jika wanita yang bernama Claire ini masih muda dan cantik. Ray batuk kecil untuk menyardarkan Gery, dia tidak suka tatapan Gery pada Claire.

"Ini dokumen yang harus kamu tanda tangani, seperti pembicaraan kita sebelumnya, ditelepon tadi."

Claire yang sejak masuk tadi sama sekali tidak bersuara hanya menerima setumpuk dokumen itu dan tanpa membacanya langsung menandatangani di semua tempat yang telah ditandai, dia ingin Ian segera tertolong, dia tidak peduli lagi apa yang harus ditanda tangani. Dalam hati Ray bersorak, sesuai dugaannya, rencana awalnya berjalan lancar dan membuat hatinya sedikit lebih tenang.

"Kamu tidak membacanya dulu?, Bagaimana jika kamu menandatangani surat penyerahan Ian padaku?" tanya Ray setelah Gery meninggalkan mereka berdua dengan membawa berkas yang telah ditanda tangani Claire dan Ray.

"Aku percaya kamu tidak akan melakukan hal itu." kata Claire singkat dan membuat Ray terdiam.

"Terima kasih karena sudah mempercayaiku. Makanlah dulu, kamu pasti belum makan dari tadi siang. Ian pasti tidak ingin kamu sakit, dan bagaimana kamu bisa menjaga Ian jika kamu sakit?" kata Ray, dia memang sudah meminta anak buahnya menyiapkan makanan untuk Claire, karena dia yakin untuk minum saja Claire tidak akan ingat.

Claire menggeleng, "Jika sudah selesai aku harus kembali keruangan Ian."

"Makan atau aku tidak akan mendonorkan darahku." Ray terpaksa kembali harus mengancam Claire, dia tidak ingin melihat Claire jatuh sakit.

Claire menatap Ray, "Aku tidak ingin kamu sakit." kata Ray pada Claire yang akhirnya mulai mengambil piring yang berisi makanan dan mulai memakannya dalam diam.

Ray lebih memilih Claire mendebatnya daripada mendiamkannya seperti ini, hatinya sakit tetapi dia terpaksa harus menggunakan ancaman untuk Claire karena dia yakin saat ini Claire tidak akan memikirkan dirinya sendiri dan dia tidak ingin Claire jatuh sakit.

"Sudah, aku ingin kembali menemani Ian." Kata Claire sambil meletakan piring kosong, dia sama sekali tidak merasa lapar, sekarang pikirannya hanya pada Ian yang terbaring tidak sadarkan diri, tetapi jika dia tidak memakannya maka Ray tidak akan memberikan darahnya, tetapi apa yang dikatakan Ray bernar, bagaimana dia bisa menjaga Ian jika dia sakit, tetapi bagaimana dia bisa makan jika dia tidak tahu bagaimana kondisi Ian?.

"Aku akan mengantarkanmu." Kata Ray yang berdiri lebih dulu, berjalan ke pintu dan membukanya untuk Claire. Ray berjalan dibelakang Claire, dia bisa merasakan jika Claire benar-benar kehilangan cahaya hidupnya.

Ray membuka pintu ruang ICU VIP tempat Ian dirawat, semua dokter dan perawat langsung memberinya jalan, Ray mempersilahkan Claire duduk disebelah tempat tidur Ian.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ray.

"Stabil, satu jam lagi kami akan melakukan operasi untuk mengeluarkan darah beku yang tertinggal."

"Lakukan yang terbaik untuk putraku."

Claire mendengar perkataan dokter dan Ray dan tersentuh saat Ray mengatakan 'putraku'.

Sejam kemudian Ian dibawa keruang operasi, Claire menunggu sendirian didepan ruangan itu sampai Ray bergabung dengannya dengan lengan kemeja tergulung sampai kesiku, dia baru saja kembali mendonorkan darahnya untuk putranya, tekanan darah putranya yang rendah akibat kehilangan cukup banyak darah membuatnya masih membutuhkan darah saat dilakukan operasi.

"Terima kasih." Claire berkata dengan suara lirih, membuat Ray menoleh kepadanya.

"Percayalah Ian akan kembali sehat." Kata Ray berusaha menghibur Claire, baru kali ini dia kebingungan bagaimana menghibur seorang wanita.

"Ya." Kata Claire mengakhiri percakapan mereka.

2 jam kemudian dokter keluar dari ruang operasi dan mengatakan operasi berjalan sukses, dan tinggal menunggu pasien sadar. Mendengar berita itu Claire langsung terduduk antara lega dan senang, Ray menghampirinya dan menarik Claire dalam pelukannya.

Claire terkejut dengan perlakukan Ray, saat dia akan melepaskan diri Ray menariknya semakin erat, "Biarkan seperti ini dulu." Bisik Ray pada Claire membuat Claire diam didalam pelukan Ray. Kehangatan menjalar kedalam hati kedua orang itu, mereka berbagi kekuatan dan kelegaan akan tekanan yang baru saja mereka lewati tanpa mereka berdua sadari.

Ian dipindahkan keruang rawat vvip yang telah disiapkan oleh Ray, ruang dimana tadi Ray mengajak Claire bertemu pengacaranya. Sejak saat itu Claire tidak pernah beranjak dari sisi Ian, dia ingin menjadi orang pertama yang melihat putranya membuka mata.

Ray membiarkannya dan ikut duduk disisi yang lain. Ray tahu percuma saja menyuruh Claire beristirahat saat ini karena sama seperti Claire dia juga ingin melihat putranya membuka matanya.

Matahari telah terbit kembali, Claire tertidur tanpa melepaskan tangan Ian sampai dia terbangun karena merasakan pergerakan tangan kecil dalam genggamannya, saat dia duduk kembali, dia menemukan selimut yang menutupi pundaknya dan saat dia menoleh kedepannya dia melihat Ray juga tertidur. Perhatian Claire kembali teralih karena tangan kecil didalam tangannya kembali bergerak, Claire mengamati pergerakan mata Ian yang mulai membuka perlahan.

Claire langsung berdiri menepatkan wajahnya dihadapan putranya, "Ian..." panggilnya membuat Ray terbangun dan ikut mengamati Ian.

Betapa leganya mereka berdua saat melihat Ian membuka matanya secara perlahan dan mengeratkan genggamannya pada tangan mommynya.

"Sakit?" tanya Claire pada Ian yang masih menggunakan oksigen menutup mulut kecilnya.

Perlahan dia menganggukan kepalanya pelan, Ray yang melihat hal itu langsung menekan tombol darurat untuk memanggil dokter dan perawat.

"Dok, dia sudah sadar dan kesakitan." Teriaknya dnegan panik membuat Claire terpana, tadi Ian hanya mengatakan sakit dan bukan kesakitan, selain itu mengapa Ray sepanik itu? pikirnya.

Dokter memeriksa Ian, Claire dan Ray berdiri diujung ranjang mengamati Ian yang memandang orang-orang disekitarnya dengan tatapan binggung.

Dokter melepas masker oksigen, "Kondisinya stabil dan sekarang tinggal menunggu pemulihan."

"Tapi dia kesakitan. Ian sakit dimana?" kata Ray ditujukan pada dokter dan putranya.

Dengan suara lirih Ian berbisik, "Hausss..."

"Apakah dia sudah boleh minum atau makan?"

"Boleh, tetapi sementara yang lunak dan cair dulu. Ian sakit dimana?, kata dokter itu membuat Ray mengambil air minum dan memberikannya pelan pada Ian yang tersenyum padanya.

Ian yang ditanya oleh dokter, dan setelah tenggorokannya dialiri air mulai bisa berbicara perlahan, "Kepala."

"Sakitnya bagaimana?"

"Perih."

Dokter menoleh pada Ray, "Obat pereda nyeri saat dia menjalani operasi sudah berangsur hilang dan tentu saja bekas operasi itu akan terasa sakit. Saya akan meresepkan obat pereda sakit yang ringan untuk mengurangi rasa sakitnya."

"Apakah tidak membahayakan dirinya?" tanya Ray dengan nada kuatir yang masih belum hilang.

"Tidak, kami akan memberikan dosis yang aman."

"Baiklah."

Claire hanya mengangguk dan mengucap terima kasih pada dokter itu, dia tidak tahu harus bertanya atau mengatakan apa, karena Ray sudah mendominasi dan dia bisa melihat kekuatiran Ray pada Ian adalah tulus.

"Daddy." Panggil Ian pada Ray yang membuat Claire terpana, bagaimana anaknya bisa langsung mengenali Ray?

"Ya, sayang....Ian jangan banyak bicara dulu, Ian masih harus banyak berisitirahat supaya cepat sehat kembali. Ian lihat mommy dan daddy begitu kuatir melihat keadaan Ian sekarang."

Ian melihat kearah Claire, "Maafin Ian mom." Bisiknya

Claire tidak sanggup lagi menahan airmatanya, dia langsung memeluk Ian, "Mommy yang salah, tidak menjaga Ian dengan baik, sampai Ian terluka. Sekarang Ian harus cepat sembuh supaya tidak membuat mommy kuatir lagi."

Ian mengangguk, "Mommy ini daddy Ian." Kata Ian pada Claire membuat airmata Claire kembali menetes.

"Ya, dia daddy Ian. Sekarang Ian sudah bisa merasakan pelukan daddy." Kata Claire membuat Ray langsung memeluk putranya, "Maafkan daddy yang tidak bisa menjaga kalian dengan baik, membuatmu terluka dan membuat mommy bersedih."

Ian tersenyum, "Ini bukan mimpi kan mommy?"

"Bukan sayang, ini bukan mimpi." Claire tidak dapat mengungkapkan perasaannya, dia bahagia melihat senyum pada bibir Ian, apakah keputusannya ini sudah benar?.

"Ian lapar?" tanya Claire bertanya pada putranya yang sejak kemarin hanya mengandalkan infuse sebagai sumber nutrinya.

Ian mengangguk, "Mommy turun dulu mencarikanmu makanan, Ian tidur dulu ya." Clarie mau meninggalkan Ian tetapi tangannya ditahan Ray, "Tidak perlu, aku sudah meminta mereka mengirimkan sup ayam untuk Ian."

Claire menatap Ray dan menarik tangannya, "Terima kasih."

Ray menatap Claire yang menarik tangannya dari genggamnya, dia menyukai dan menikmati memegang tangan Claire tadi, "Aku juga sudah memesankan makanan untuk kita, sata ini bukan hanya Ian yang butuh makan, kita berdua juga. Pergilah membersihkan dirimu dulu, aku akan menjaga Ian." Kata Ray pada Claire.

Claire mengangguk dan pergi menuju ruang tamu untuk membuka koper yang disiapkannya dan mengambil beberapa perlengkapan mandi dan baju bersih sebelum menghilang kedalam kamar mandi.

"Ian harus cepat sembuh supaya tidak membuat mommy dan daddy kuatir lagi." kata Ray yang langsung mendapat anggukan dari Ian sambil meringis. Luka bekas operasi yang ada disamping kepalanya tentu ikut tertarik saat dia mengangguk tadi.

"Ian senang bisa ketemu daddy lagi? Apakah Ian kangen sama daddy?" tanya Ray lagi.

"Ya, senang." jawab Ian.

Seseorang mengetuk pintu kamar itu, belum sempat Ray mengijinkan orang itu masuk, Monica dan Stevano sudah masuk dan langsung mendekati Ian, "Ian sudah sadar?" grandma sangant kuatir sama Ian.

"Grandma cantik?" sapa Ian pada Monica, membuat Monica tersenyum. "Iya, mulai sekarang grandma cantik adalah grandma Ian dan ini grandpa Ian."

"Grandpa jangan buat grandma kesal dan sedih." kata Ian pada Stevano membuat Monica dan Ray tetawa.

"Mana Claire?"tanya Monica saat menyadari jika dia tidak melihat Claire disana.

"Aku menyuruhnya membersihkan diri." Ray baru mengakhir perkataannya ketika Claire keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah bersih.

"Maaf." Katanya pada kedua orang yang tidak dikenalnya.

Monica langsung menarik Claire kedalam pelukannya, "Terima kasih sudah memaafkan Ray, dan menjaga Ian cucuku dengan baik." Claire langsung menyadari saiap wanita yang memeluknya dan dia juga ingat dimana pernah bertemu dnegan wanita cantik ini.

"Mom, kamu langsung memeluk Claire tanpa memperkenalkan dirimu, membuatnya kebingungan." Protes Stevano.

"Oh, maafkan aku Claire, aku terlalu bersemangat. Aku Monica mommy dari pria jahat itu." kata Monica sambil menunjuk Ray.

"Daddy tidak jahat grandma." Sahut suara kecil yang masih lirih itu, dia binggung dengan kehadiran orang-orang yang amsih asing untuknya.

Ray tersenyum mendengar pembelaan putranya.

"Claire, saya Stevano, daddy dari Ray. Maafkan permbuatan putraku padamu dan terima kasih sudah memaafkan dan menjaga cucuku." Stevano tanpa ragu merangkul Claire kedalam pelukannya.

Claire yang mendapat pelukan dari Stevano dan Monica merasa seperti mendapat pelukan dari kedua orangtuanya.

"Sudahlah dad, mom...pesanan Ray mana? Kasihan Ian sudah lapar."

"Oh iya, grandma sampai lupa" Monica mengambil tas yang tadi diletakannya di ujung tempat tidur dan menyerahkannya pada Claire, "Ada sup ayam untuk Ian dan sandwich untukmu." kemudian dia mengambil satu tas kertas lagi dan diberikan pada putranya, "Ini pakaian gantimu."

"Lho, makanan untuk Ray mana?"

"Kamu bisa mengurus dirimu sendiri." jawab Monica santai.

Claire mengucap terima kasih dan mengambil termos yang diyakini isinya adalah sup ayam, membukanya dan pelan-pelan menyuapkannya pada Ian.

Ray pergi kekamar mandi sambil mengomel, membuat Claire menahan senyumnya melihat kelakuan pria yang kemarin menekan dan memaksanya dengan tega sekarang seperti tingkahnya persis seperti Ian.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel