Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. SAHABATKU PENOLONG NYAWAKU

"Ya Tuhan, jangan sampai dia melihatku. Tubuhnya seperti Kingkong, aku tidak sanggup jika harus berduel dengannya, sudah tentu pasti aku yang akan kalah. Lindungi aku Tuhan," dalam hati Arsen tidak hentinya berdoa.

"Siapa itu?"

Jantung Arsen berdetak cepat, napasnya seakan berhenti ketika orang itu semakin datang mendekat. "Ya Tuhan. Lindungi aku."

Suara langkah kaki dan ilalang yang disibakkan semakin jelas terdengar. "Siapa itu?"

Arsen melihat dari tempat persembunyiannya dengan kewaspadaan penuh, tangannya memegang erat batu yang sebesar kepalan tangannya.

"Siapa itu?" Terdengar orang itu bertanya lagi sambil terus menyibakkan ilalang, tapi tiba-tiba dia menjerit kaget. "Aaa!"

Arsen yang masih bersembunyi ikut terkejut, ketika mendengar suara jeritan, lalu tidak lama kemudian tubuh sebesar kingkong itu roboh tepat dihadapannya.

Mata Arsen melotot kaget. "Kenapa dia?"

Matanya semakin melotot, ketika dalam hitungan detik terlihat cairan merah ke luar dari tubuh yang tersungkur merembes membasahi ilalang yang ditimpanya.

"Arsen!"

Belum juga sadar dari keterkejutannya, Arsen semakin terkejut namanya dipanggil. Dengan cepat matanya melihat siapa yang telah menumbangkan pengawal musuhnya. "Cedric!"

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Cedric segera mendekati Arsen yang masih terkejut.

"Kamu di sini?" Entah apa yang dirasakan hati Arsen saat itu, bahagia dan terkejut bercampur menjadi satu karena sahabatnya datang sebagai dewa penolong.

"Aku mencarimu kemana-mana. Syukurlah, aku menemukanmu. Maaf, aku baru datang menolongmu!" Cedric langsung memeluk Arsen yang masih berjongkok.

Arsen tertawa senang. "Ha-ha-ha." Disambutnya pelukan Cedric dengan hati yang lega, tapi kemudian wajahnya terlihat meringis. "Aaa!"

Cedric langsung melepaskan pelukannya dan melihat keadaan tubuh sahabatnya. "Apa yang sakit? Di mana yang sakit?"

"Tanganku patah," jawab Arsen sambil meringis.

"Tanganmu patah? Brengsek! Kurang ajar! Akan aku balas mereka semua, karena telah berani membuatmu seperti ini." Wajah Cedric terlihat marah melihat kondisi sahabatnya yang sudah tidak karuan.

"Tuan!" Tiba-tiba datang seseorang dari arah ilalang yang tinggi.

Cedric langsung berdiri. "Ada apa Zero?"

"Sebaiknya kita cepat pergi dari sini, sebelum mereka semua datang," jawabnya.

Cedric diam, matanya melihat ke sekeliling. Terlihat sekali ada garis kemarahan di raut wajahnya.

"Jika kita harus menghadapi mereka, kita pasti kalah Tuan. Jumlah kita hanya 3 orang, sementara mereka banyak. Apalagi kondisi Tuan Arsen tidak memungkinkan untuk bergerak banyak. Sebaiknya kita cepat pergi!"

Arsen bangun sambil meringis. "Apa yang dikatakan pengawalmu itu benar. Kita harus segera pergi dari sini."

"Tapi dia telah membuatmu seperti ini!" Jawab Cedric kesal.

"Kita bisa membalasnya lain kali. Sekarang yang terpenting, kita segera ke luar dari sini. Lihatlah kondisiku juga Cedric, tanganku patah harus segera diobati," ucap Arsen meringis.

Cedric melihat tangan Arsen yang patah dengan ruas jari yang lebam dan juga darah yang telah mengering. "Baiklah, kita segera pergi dari sini. Tapi aku bersumpah akan menghabisi mereka satu per satu yang telah berani membuatmu seperti ini!"

"Ayo Tuan. Mobil kita ada disebelah sana!" Pengawalnya segera berjalan menyibakkan ilalang dengan tangan memegang erat senjata api pendek.

"Ayo!" Cedric segera membantu Arsen untuk berjalan dengan tangan kanannya yang memegang senjata api.

Arsen terlihat kesulitan untuk berjalan di antara ilalang yang tinggi, terlihat wajahnya meringis jika kakinya terantuk batu.

"Kamu masih kuat berjalan? Atau mau aku gendong?" Tanya Cedric khawatir melihat wajah sahabatnya yang nampak kelelahan.

"Kamu pikir aku anak gadis sampai harus digendong?" Tolak Arsen.

Cedric tersenyum. "Aku hanya menawarkan diri saja, mungkin saja kamu ingin digendong."

Tiba-tiba pengawal yang berjalan di depan mereka berhenti dan langsung bersembunyi dibalik pohon yang tidak jauh dari mereka bertiga. "Mereka datang Tuan!" Bisiknya

Cedric dengan sigap segera membawa tubuh Arsen yang lemah untuk bersembunyi di balik pohon yang lain.

Napas Arsen naik turun tidak beraturan, matanya terpejam sejenak merasakan tangannya yang semakin sakit.

"Bersandarlah dipohon ini," bisik Cedric khawatir dengan keadaan sahabatnya yang terlihat semakin lemah.

Arsen hanya diam menuruti apa yang dikatakan sahabatnya. Dirinya sudah tidak berdaya, tubuhnya semakin melemah apalagi ditambah dengan rasa sakit dari tangannya yang patah.

Dari jarak beberapa meter, terlihat Chris datang dengan beberapa orang pengawalnya. Wajahnya terlihat marah dengan tangan kanan memegang erat senjata api.

"Bos!" Panggil anak buahnya.

"Apa!"

"Tidak ada si Big di sini. Bukankah tadi dia diminta jagain mobil?"

Chris menatap tajam anak buahnya. "Kamu sudah mencarinya? Mungkin dia ketiduran dalam mobil!"

"Tidak ada Bos! Aku sudah mencarinya."

"Tidak ada? Lalu ke mana dia? Cari yang benar!" Teriak Chris kesal. "Kalian membuat kepalaku sakit saja! Tawananku sudah kabur, sekarang malah hilang si idiot Big."

Belum selesai Chris meluapkan kekesalannya, tiba-tiba anak buahnya ada yang berteriak memanggil. "Bos!"

Chris menghela napas kesal. "Apa lagi?"

"Lihat Bos!" Teriaknya lagi dari arah rimbunan ilalang yang tinggi.

Chris dengan cepat berlari diikuti anak buahnya. "Ada apa?" Tanyanya.

"Ini Bos, si Big," tunjuk anak buahnya ke arah tubuh yang telungkup dengan cairan merah yang membanjiri ilalang disekitar tubuhnya.

Chris tertegun beberapa detik melihat tubuh tinggi besar yang telungkup. "Siapa yang melakukannya?"

"Jika dilihat dari lukanya, sepertinya dia ditembak dari jarak dekat," ucap anak buahnya.

"Bos. Ini tidak mungkin dilakukan oleh tawanan kita yang kabur. Orang itu tidak punya senjata apapun," ucap Jiger, anak buahnya.

"Sepertinya ada orang yang membantu tawanan kita Bos," sambung Bram.

"Cepat periksa tempat ini!" Chris berteriak memberi perintah. "Siapapun yang menolong tawanan kita, habisi ditempat!"

Dengan serempak seluruh anak buahnya yang berjumlah 15 orang segera berpencar untuk mencari keberadaan tawanan mereka dan orang misterius yang telah menolongnya.

Tiga orang yang sedang bersembunyi dari balik pohon, nampak sedang memasang kewaspadaan penuh melihat setiap gerak-gerik yang dilakukan Chris dan anak buahnya.

"Jumlah mereka banyak Tuan," bisik anak buahnya.

"Kenapa? Kamu takut?" Tanya Cedric.

"Bukan takut Bos, tapi kita juga harus memperhitungkan untuk bisa menang melawan mereka. Memangnya Bos mau tertangkap oleh mereka? Kalau aku tertangkap dan langsung pergi ke alam lain tidak masalah bagiku, tapi kalau kita tertangkap lalu aku dijadikan mainan oleh mereka? Aku yakin saat itu terjadi, rasanya mati segan hidup juga tidak mau."

Cedric langsung menoyor kepala anak buahnya yang plontos. "Otakmu penuh dengan drama sinetron."

Arsen yang sedang merasakan sakit diseluruh tubuhnya, mau tidak mau tersenyum juga mendengar anak buahnya bicara.

"Kalau tidak mau hidup segan, matipun malas! Pikirkan caranya ke luar dari sini!" Bisik Cedric.

"Lihat Bos!" Tunjuk anak buahnya dengan mata. "Mereka menyebar."

"Sst!" Cedric menempelkan jari telunjuk di bibirnya dengan menatap tajam ke arah anak buah musuhnya.

Arsen hanya bisa duduk bersandar di batang pohon yang basah, penglihatannya sudah mulai berkunang-kunang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel