3. MELARIKAN DIRI
Tanpa diperintah dua kali, semua anak buahnya langsung membubarkan diri dan menyebar, masuk kembali ke dalam gedung tua yang terlihat gelap dan sangat menyeramkan serta bau apek dari dinding kumal yang basah.
Chris menghela napas, satu tangannya memijit pangkal hidungnya dan satu tangannya lagi bertolak pinggang. Rasa marah, kesal dan jengkel semuanya berkecamuk dalam hati dan pikirannya.
"Bos," terdengar suara berat dari belakangnya.
"Apa?" Chris melihat bodyguard pribadinya sedang berdiri melihatnya.
"Apa mungkin, tawanan kita masih ada di dalam gedung ini?" Tanyanya hati-hati takut Bosnya tersulut emosi kembali.
Pandangan Chris melihat ke arah bangunan tua bekas Rumah Sakit yang sudah lama terbengkalai. "Entahlah," jawabnya pelan. "Menurutmu?"
"Maaf, Bos. Menurutku, sepertinya tawanan kita sudah tidak ada di sini," jawab bodyguardnya pelan.
Chris terdiam, pandangannya masih ke arah bangunan tua yang terlihat gelap.
"Tawanan yang sedang kita cari ini bukan orang sembarangan, dia tangan kanan dari musuh kita. Dia sangat licin seperti belut, tidak gampang untuk menangkapnya kembali. Buktinya, sudah ada di tangan kita pun, orang ini masih bisa meloloskan diri," ucap bodyguardnya.
Chris melihat bodyguardnya. "Jadi menurutmu, kita semua ini bodoh?"
"Bukan begitu maksudku Bos," jawab bodyguardnya cepat-cepat menjawab.
"Ucapanmu itu sama saja dengan menghinaku, karena tawanan yang sudah sekarat masih bisa meloloskan diri!" Bentak Bosnya.
"Maaf Bos," jawab bodyguardnya pelan.
Chris tidak bicara lagi, pandangannya melihat ke sekeliling halaman bangunan yang banyak ditumbuhi ilalang-ilalang tinggi basah, sisa air hujan yang tadi mengguyur bumi.
"Biar aku yang mencarinya ke sana Bos," ucap bodyguardnya menawarkan diri karena melihat Bosnya melihat ke arah ilalang.
"Kita cari sama-sama," jawab Chris. "Dan kamu!" Tunjuk Chris pada bodyguardnya yang dari tadi tidak bicara. "Kamu tetap di sini. Jaga semua kendaraan kita!"
"Siap Bos!" Jawabnya.
"Jika ada yang mencurigakan, langsung hubungi kita! Jangan sampai lepas earphone ditelinga kalian itu!"
"Siap Bos!" Jawab bodyguardnya, langsung memasang earphone yang dari tadi lupa tidak dipasangnya.
"Fuck!" Bentak Chris kesal. "Sungguh sial, sangat sial punya bodyguard bodoh seperti kalian!"
Kedua bodyguardnya hanya bisa terdiam tanpa bisa menjawab, walau dicaci maki seperti apapun mereka tidak berani melawan.
Chris menatap ilalang yang basah oleh air hujan. Matanya ditajamkan melihat ke tempat yang terlihat sangat gelap. Angin malam yang semilir nampak memainkan beberapa ilalang yang terlihat lebih tinggi.
"Bos, hati-hati. Bisa saja di dalam ilalang itu banyak ularnya, apalagi ini baru saja selesai hujan. Ular pasti ke luar untuk mencari makan."
"Kamu duluan!" Perintah Bosnya karena ngeri juga jika dirinya harus mati dipatuk ular.
"Iya Bos," jawab bodyguardnya, segera melangkah di depan Bosnya menyibakkan ilalang yang tingginya hampir selutut kakinya.
Chris mengedarkan pandanganya dengan jeli menembus ilalang dan gelapnya malam dengan memasang kewaspadaan penuh berharap tawananya segera ditemukan.
Sementara itu, tawanan yang sedang Chris dan anak buahnya cari sedang bersembunyi dibalik pohon-pohon rindang yang basah. Napasnya naik turun tidak beraturan, wajahnya meringis menahan rasa sakit tangannya yang patah.
"Aku sudah berhasil ke luar dari dalam sana. Hanya satu langkah lagi agar aku bisa lolos dari sini. Tapi, bagaimana caranya?" Gumamnya dalam hati dengan tubuh bersandar pada batang pohon yang basah.
Wajah yang lebam dengan kemeja yang sudah robek dibeberapa bagian sudah tidak dihiraukannya. Yang ada dipikirannya sekarang, difokuskan untuk segera ke luar dari cengkraman Chris dan anak buahnya.
Perlahan kepalanya mengintip dari balik batang pohon tempatnya bersandar. Dilihatnya sekeliling yang nampak gelap, matanya dipicingkan agar cahaya dari alam yang remang-remang bisa membantunya melihat dengan lebih jelas. Suara binatang malam dan desiran angin ikut menemani dirinya yang sedang berusaha untuk menjaga tubuhnya agar bisa bertahan untuk segera ke luar dari tempat itu.
"Sepertinya itu ada mobil yang terparkir di sana," gumamnya dengan menyipitkan matanya agar bisa melihat dengan jelas. "Ya benar, itu mobil mereka."
Wajah yang penuh lebam, sekarang terlihat senang. "Ini kesempatan untukku agar bisa ke luar dari sini. Hanya dengan mencuri mobil mereka aku bisa ke luar, tapi bagaimana caranya agar aku bisa ke sana?"
Pria yang sedang bersembunyi, kembali menyandarkan tubuhnya dibalik batang pohon setelah melihat keadaan sekelilingnya yang terlihat sepi. "Berpikir Arsen, berpikir! Gunakan otakmu," gumamnya bicara dengan dirinya sendiri.
Angin malam yang dingin menerpa wajah seorang Arsen yang lebam. Walau udara begitu menusuk tulang, tapi tidak mempengaruhi dirinya yang sedang berusaha keras agar bisa ke luar dari cengkraman musuhnya. Setelah dirinya cukup untuk beristirahat dan tenaganya lumayan terkumpul kembali, Arsen ke luar dari tempat persembunyiannya dengan sangat hati-hati.
Dengan tangan kanannya yang patah, Arsen berusaha kuat menahan segala rasa sakitnya. Perlahan tapi pasti dan dengan sisa tenaga yang ada, Arsen mengendap di antara ilalang yang cukup tinggi mendekati beberapa mobil yang sedang terparkir.
"Aku harus hati-hati, jangan sampai ada yang mendengar langkahku," gumamnya dalam hati berjalan mengendap memilih pijakan yang tidak menimbulkan suara.
Arsen langsung menundukan tubuhnya bersembunyi di antara ilalang ketika melihat pria besar dengan wajah yang tidak bersahabat, tiba-tiba melihat ke arahnya. "Ya Tuhan, lindungi aku."
Satu detik, dua detik tidak ada suara yang mendekat. "Untunglah pria sangar itu tidak melihatku. Terima kasih Tuhan, aku diselamatkan oleh tempat yang gelap dan ilalang ini."
Arsen menarik napas lega. Setelah keadaan aman, dirinya kembali melangkah dengan sangat hati-hati mendekati mobil dan langsung bersembunyi di antara ilalang yang lebih lebat dan tinggi.
"Sepertinya pria sangar itu hanya sendirian. Aku tidak melihat yang lain." Arsen menyapu sekelilingnya yang tidak menampakkan siapapun kecuali pria sangar itu.
"Ini kesempatan bagus untukku, jalanku sangat mudah kalau hanya untuk menumbangkan pria sangar itu saja," sebuah senyuman terbersit di wajah Arsen yang penuh lebam.
"Aku harus mencari sesuatu untuk menumbangkan pria yang tubuhnya dua kali lipat besarnya dariku? Berkelahi? Jelas itu tidak mungkin," Arsen bicara sendiri.
Matanya tiba-tiba melihat sebuah batu yang tidak jauh dari tempatnya bersembunyi. "Dewi Fortuna ternyata sedang bersamaku."
Arsen dengan sangat hati-hati menggeser tubuhnya mendekati batu yang sekepal tangan orang dewasa di antara akar ilalang yang membelitnya. Dengan sisa tenaga dari tangan kirinya yang normal, ditariknya batu tersebut dari akar yang membelitnya. "Berhasil! Terima kasih Tuhan."
Arsen kembali berjongkok menyembunyikan dirinya karena tiba-tiba pria sangar tersebut melihat ke ilalang tempatnya bersembunyi.
"Siapa itu?" Teriaknya dengan tatapan tajam melihat ke arah Arsen yang sedang bersembunyi.
Jantung Arsen berdetak sangat kencang, napasnya seakan berhenti. Apalagi pria sangar itu mengarahkan senjata api pendeknya ketempatnya bersembunyi.
"Siapa itu?" Tanyanya lagi, berjalan mendekat kerimbunan ilalang yang bergoyang diterpa angin malam.
