Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9

“Mau sampai kapan kau begini terus?“ Tegur Sehun yang kesulitan membuka pintu apartemennya.

“Sampai masuk kedalam.“ Bisik Yoona.

Dengan susah payah akhirnya ia berhasil membuka pintu apartemennya. Masih sangat kuat Sehun lanjut melangkah menuju kamarnya. Dengan sisa kesabarannya, ia baringkannya tubuh Yoona di atas kasurnya. Drrrt! Drrrt! Drrrt! Ponselnya bergetar dan Sehun sudah bisa menebak panggilan dari siapa itu. Benar sekali, dari ibu Yoona.

“Halo?“ Ia duduk di tepi kasur di samping Yoona yang lanjut merenung.

[Sehun-a, disini hujan. Apa disana juga hujan? Bagaimana dengan Yoona? Apa dia baik-baik saja?] Seperti itulah rentetan pertanyaan dari ibu Yoona.

“Ya, disini juga hujan. Tapi Yoona baik-baik saja. Dia juga sudah tidur. “ Melirik Yoona yang ternyata tengah menatapnya datar.

[Benarkah? Baguslah jika begitu. Sehun-a, bukankah besok kau tidak kerja?]

“Ya benar. Kenapa omoni?”

[Kesinilah, sekalian bawa pulang Yoona. Jangan sampai batal lagi.]

“Aa, baiklah.”

[Yasudah, istirahatlah. Kau pasti sangat kelelahan.] Ia, Karena putrimu.

[Sampai jumpa besok.]

Diputusnya panggilan itu dengan matanya yang masih menatap Yoona. Kemarahan tak terlihat lagi di dalam sorotan matanya.

“Kau masih belum bisa mengatasi rasa takutmu?“

Tanya Sehun lembut. Yoona yang juga masih menatapnya mengangguk pelan. Sehun diam sejenak dalam tatapan itu. Menghela nafas dengan panjang.

“Bagaimana denganmu?” pertanyaannya membuat Sehun diam sejenak dalam tatapannya. “sepertinya kau sudah bisa mengatasinya.”

“Tidak juga. Selama aku tidak mengendarai sepeda motor, semuanya akan baik-baik saja.”

“Aku merindukan Jae Hoon oppa.” Keduanya merenung. Mengingat sosok itu yang sudah lama meninggalkan mereka. Selamanya. Raut sedih lebih terlihat jelas di wajah Sehun. Tergaris samar kekecewaan di wajahnya. Tentunya rasa kecewa pada dirinya sendiri.

Sehun berusaha membuang jauh pikiran itu. “Berikan ponselmu padaku.“

“Untuk apa?“

“Untuk di charge. Besok kau harus menghubungi temanmu itu.“

Yoona mengangguk mengiyakan dan langsung menyerahkan ponselnya kepada Sehun.

“Sehun-a, kau tidak akan bosan denganku kan? Selama ini aku selalu mengganggumu.”

Sehun kembali menoleh padanya. Sorot mata Sehun perlahan melembut.

“Hmm. Teruslah menggangguku. Tidak masalah untukku.” Jika saja Yoona peka, dirinya pasti akan menyadari pesan lain dari kata-kata Sehun.

“Kau tidak mandi?“

Tanya Sehun seraya menyambungkan ponsel miliknya ke kabel penyalur daya.

“Malas.“

“Setidaknya ganti pakaianmu.“

Sehun melangkah menuju lemari pakaiannya. Membuka jasnya lanjut membuka kancing kemejanya. Tanpa malu melepas kemeja hitamnya sehingga memperlihatkan punggungnya yang berotot. Yoona yang sudah biasa melihat itu tetap saja merasa malu. Sehun mengenakan kaos polos berwarna putih kesukaannya. Diraihnya kaos polos lainnya lalu ia lempar ke kasur.

“Pakai itu.“ Dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

“Apa dia tidak bisa membuka bajunya di dalam kamar mandi saja?“

Grutu Yoona seraya mengganti bajunya. Ia segera bergerak cepat sebelum Sehun keluar dari kamar mandi.

Sehun berbaring di sofa di hadapan televisi. Lengkap dengan bantal dan selimutnya. Karena belum mengantuk, Sehun mencoba mengisi waktunya dengan membaca email masuk dari tabletnya. Ia larut dalam bacaannya hingga tak terasa jarum jam sudah menunjuk pukul 2 pagi. Dialihkannya pandangannya dari layar tablet ke dinding kaca. Langit terlihat begitu kelam karena ditutupi awan tebal. Ketika itu terdengar suara petir yang cukup keras. Lumayan membuat jantungnya berdebar. Seketika ia teringat pada Yoona.

“Sehun!!!“

Teriakan Yoona berhasil mendepak suara gemuruh di langit. Sehun sudah bisa menebak itu. Ia bangkit dari sofa dan mulai melangkah santai. Tidak menghiraukan teriakan Yoona yang terus mendesaknya.

“Yak! Oh Sehun!“

“Iya aku disini.“

Sahut Sehun sembari menepuk pelan selimut dimana Yoona tengah bersembunyi. Sehun duduk di samping Yoona. Merasakan kehadiran Sehun disana. Tangannya terjulur keluar dari selimut.

“Tanganmu.“

Pinta Yoona. Segera disambut Sehun tangan itu yang langsung digenggam erat oleh Yoona. “Tetap disini.“ sambung wanita itu yang masih tertutupi selimut hingga seluruh tubuhnya.

“Aku sudah mengantuk.“ Bersandar pada badan tempat tidur.

“Tidur disini saja.“ Yoona sudah setengah sadar.

“Kalau begitu aku ambil tablet dulu.“

Tarrr! Suara petir kembali menggelegar. Tangan Yoona reflek bergetar dalam genggaman itu. Membuat Sehun batal bangkit dari kasur dan kembali terduduk. Hal itu membuat Sehun tanpa sadar memutar kembali memori di masa lalu. Disaat dirinya masih menjadi murid SMA.

Dulunya Sehun berteman baik dengan Im Jae Hoon—saudara laki-laki Yoona—yang lebih tua setahun dari mereka. Ya, Sehun dan Yoona seumuran. Sehun dan Jae Hoon juga berada di sekolah yang sama, begitu juga dengan Yoona. Mereka biasanya akan berangkat dan pulang sekolah bersama. Dengan dua sepeda motor milik Sehun dan Jae Hoon. Mereka tidak pernah terpisahkan. Sejak kapan? Sejak pertama kali bertemu di sekolah—di tahun pertama Sehun dan Yoona menjadi murid SMA. Pada saat itu Jae Hoon sudah menjadi senior mereka.

Meski Sehun sangat dekat dengan Jae Hoon. Tetapi disaat mereka akan pergi bersama, Jae Hoon selalu meminta Sehun untuk memberi tumpangan kepada adik perempuannya itu. Alasannya? Sekedar suka dengan kedekatan sahabat dan adik satu-satunya itu. Baginya kebersamaan mereka tampak menggemaskan—karena dulunya mereka tidak pernah akur. Dan juga, karena sepeda motor miliknya terlalu tua untuk membonceng adiknya.

Mereka terus bersama bahkan ketika Jae Hoon sudah berkuliah dan tak lagi berada di sekolah yang sama. Pernah suatu ketika Jae Hoon sedang menyiapkan pesta kelulusan untuk mereka di sebuah kafe. Ia menyewa seluruh lantai dua kafe lalu mendekorasi seluruh lantai itu seorang diri. Sementara menunggu kedatangan Sehun dan Yoona. Jae Hoon berniat membeli perlengkapan lainnya—yang ternyata kurang.

Dia bergegas keluar dari kafe lalu mengendarai sepeda motornya. Tanpa mengetahui bahwa ia baru saja berselisihan dengan Sehun dan Yoona yang baru saja tiba disana. Mereka yang melihat kepergian Jae Hoon memilih untuk menunggunya di depan kafe. Tak mereka sangka, hujan mendadak turun. Meski begitu, mereka tetap berdiri di depan kafe yang syukurnya tertutupi atap. Menunggu Jae Hoon kembali.

Hujan semakin deras dan suara gemuruh mulai terdengar, begitu juga dengan sambaran kilat dari langit. Sehun dan Yoona masih saja berdiri diluar sana. Entah mengapa, keduanya memiliki firasat buruk. Karena itu mereka tak juga memasuki kafe. Jae Hoon sudah terlihat! Sambil basah-basahan, menunggu dibelakang lampu merah—yang posisinya dapat terlihat dari teras kafe.

“Ada apa dengannya?” grutu Sehun. Cemas melihat sahabatnya itu yang tetap mengendarai sepeda motor meski dalam kondisi kehujanan.

“Apa dia tidak kedinginan?” Yoona buka jaket yang ia pakai. Berniat untuk memberikan jaketnya kepada saudaranya itu.

“Permisi..” Seorang pelayan yang tengah berdiri diambang pintu masuk menegur mereka. Keduanya menoleh secara bersamaan. “Apa kalian—“

Brukk!

Suara tabrakan terdengar tepat ketika mereka menoleh pada pelayan itu. Keduanya termasuk di pelayan terlompat kaget. Mata mereka langsung mencari sumber bunyi. Apa yang mereka lihat kini membuat tubuh mereka melemas. Mereka terdiam di tempat. Jaket yang ada di tangan Yoona terlepas begitu saja.

Dilihatnya Sehun yang sudah berlari menuju lokasi tabrakan. Dari posisinya, dapat ia dengar tangisan Sehun yang disertai dengan erangan kesedihan. Gemuruh dan kilat terus mengiringi. Hujan tidak juga berhenti. Tenaganya seakan pergi, membuatnya terduduk lemas di atas lantai teras kafe. Bersama pengunjung kafe yang mulai berdiri disana, mengamati kondisi korban tebrakan dari kejauhan. Sejak saat itulah, Jae Hoon tak lagi menemani mereka. Ya, Jae Hoon telah tiada.

Sehun tepis airmata yang mengalir di wajahnya. Tidak sadar telah larut dalam memori di masa lalu itu. Ia amati selimut yang menutupi tubuh Yoona. Hanya tangan wanita itu yang menyelip keluar dari selimut guna menggenggam tangannya. Dapat ia rasakan tangan Yoona yang terasa dingin. Ia tahu itu, rasa takut Yoona pada hujan tak main-main. Tak mungkin untuknya bergerak pergi. Sehun terpaksa tidur disana. Disamping Yoona. Ditariknya selimut yang dipakai Yoona hingga ikut menyelimuti tubuhnya. Tidur bersama di bawah selimut yang sama dengan tangan yang saling bertaut erat.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel