Pustaka
Bahasa Indonesia

White Romance

45.0K · Tamat
Hyull
41
Bab
19.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

"Perkenalkan, namanya Im Yoona. Sahabat terbaikku dan juga calon istriku." Kalimat itu berhasil membuat Yoona terperangah. Ia mendadak merasa bodoh. Sehun mengatakan kalimat itu dengan sangat mudah. Entah kaget atau memang bodoh, dirinya hanya terdiam di hadapan rekan kerja Sehun. Ia membalas tatapan para lelaki berjas yang ada di sana satu per satu, sama sekali tak memahami arti dari senyuman mereka terhadapnya. Yoona dan Sehun sudah berteman sejak SMA hingga sekarang. Selama itu juga, Yoona sama sekali tidak pernah berpikir akan menikah dengan sahabatnya itu. Mulanya Yoona mengira Sehun hanya bercanda. Namun nyatanya, Sehun sudah mempersiapkan pernikahan mereka.

PresdirBaperSweetPernikahan

WR - 1

Duduk dihadapan meja kerjanya yang dipenuhi dengan berbagai macam dokumen. Tangannya tanpa henti membalik lembar demi lembar. Sesekali menyesap kopi guna menepis rasa kantuk yang mulai menyerangnya. Ia lirik jam tangan yang ia letak asal di atas meja kerjanya. Ya, dia tidak terlalu nyaman menggunakan sebuah jam tangan. Keningnya mengerut ketika jarum jam menunjukkan pukul 11 malam. Dia tidak menyadari itu, ternyata dia sudah melewati sepanjang harinya di meja kerja. Menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan malas.

Tok tok tok!

“Apa anda tidak lelah, Direktur?“

Tanya sekretarisnya yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Tentu karena setelah dipaksa karyawan lainnya yang sudah kelelahan ingin segera pulang namun tidak berani dikarenakan Direktur mereka masih berada didalam ruang kerjanya.

“Kenapa kau masih disini?“

“Aa.. Aku tidak mungkin pulang jika Direktur masih disini.“

Lelaki itu diam sejenak. Mencoba memahami perkataan sekretarisnya. Dilihatnya kembali jam tangan miliknya yang masih dibiarkan terletak asal diatas meja kerjanya, lalu beralih menoleh ke dinding kaca yang memperlihatkan gedung-gedung pencakar langit diluar sana, dengan langit malam yang hitam pekat tanpa bintang.

“Pulanglah. Aku akan pulang sebentar lagi.“

“Kalau begitu akan saya tunggu—“

“Pulang saja!“ bentaknya. Membuat sekretarisnya mengerjap kaget dan langsung keluar dari ruangannya.

Trrrt.. Trrrt.. Trrrt..

Baru saja ia hendak meraih dokumen lainnya, suara getar ponselnya mendadak terdengar membuatnya mendengus kesal. Diliriknya ponsel yang berada tidak jauh dari jam tangannya berada. Tatapannya terlihat bimbang diantara menerima atau menolak panggilan itu. Ia kembali mendengus dan kali ini terdengar seperti menyerah. Menyerah untuk tidak menghiraukan panggilan itu.

[Yak! Kenapa baru kau angkat!] teriak seorang Wanita dari balik ponselnya.

“Ada apa?“

[Hoh, ada apa dengan suaramu? Kau masih di kantor ya?]

“Aku tanya ada apa? Kenapa kau menghubungiku?“

Ia kembali memeriksa dokumen seraya mendengar celotehan sahabatnya itu melalui speaker ponselnya.

[Begini.. Jika eomma bertanya padamu, tolong katakan padanya bahwa aku masih di Jepang. Mengerti?] Dirinya yang tadinya sibuk membolak balik dokumen mendadak berhenti bergerak.

“Kau sudah kembali ke Seoul?“ Ia tampak kaget. Raut lelah menghilang seketika dari wajah tampan nan rupawannya.

[Ehei, mana mungkin aku menghubungimu jika masih di sana.]

[Ingat kata-kataku kan? Katakan pada eomma—]

“Maaf sekali, aku tidak bisa.“

[Yak!]

[Awas jika kau mengatakan yang tidak-tidak! Sehun-a, kumohon, sekali ini saja.] Mencoba berbicara dengan nada imutnya yang terlalu dipaksakan.

“Maaf, tidak.“

[Aish! Begini, aku sedang menyiapkan pesta kejutan untuk Dae Ho oppa. Apa kau tega melihat kerja kerasku gagal total karena harus pulang kerumah? Kau kan tahu, eomma tidak suka dengan oppa. Dan juga, oppa tidak mengetahui keberadaanku saat ini, aku juga belum mengabarinya mengenai kepulangan mendadakku ini. Aku benar-benar berharap pesta kejutan ini sukses tuntas. Sehun-a, kumohon.. Bantulah sahabatmu yang cantik jelita ini.]

Kali ini ia terdengar memelas. Lelaki yang dipanggilnya Sehun itu tengah memikirkan permintaannya.

“Hmm, baiklah.“

[Wah.. Terimakasih!] dan langsung memutuskan panggilan itu.

Sehun hendak menyesap kopinya. Tapi ternyata cangkirnya sudah kosong. Ia sandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Mengamati langit ruang kerjanya yang remang. Dalam sepi kembali terdengar helaan nafas lelahnya. Sayangnya, ketika itu ponselnya kembali bergetar.

[Sehun-a!] teriak seseorang tepat ketika ia mengangkat panggilan itu. Ia bahkan belum sempat menyapa.

[Apa Yoona ada menghubungimu? Aku dengar dari teman-temannya dia sudah kembali ke Seoul. Tapi kenapa hingga kini dia belum pulang juga? Nomornya juga tidak bisa dihubungi. Apa dia menggunakan nomor lain?]

Ya, itu ibunya wanita itu. Ibunya Im Yoona. Sehun memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan dirinya agar nantinya bisa berkata dengan benar.

“Omoni, sebenarnya tadi Yoona baru saja mengubungiku.“

[Benarkah? Apa yang dia katakan? Aish, Kenapa dia malah menghubungimu dan bukannya menghubungiku!]

“Dia..“ sulit untuknya berbohong. Bahkan bisa dikatakan nyaris tak pernah berbohong.

[Ya? Apa yang dia katakan?]

“Dia..“ Untuk kesekian kalinya ia mendengus kesal.

“Dia memintaku untuk menjemputnya besok sore di bandara.“ dan sukses berbohong berkat Wanita nakal itu.

[Begitu? Yasudahlah. Maaf sudah mengganggumu. Aa, Apa kau masih di kantor?]

Sehun kembali bingung untuk menjawab.

[Sehun-a, Jangan terlalu memaksakan dirimu. Bersantailah sedikit. Jangan sampai jatuh sakit. Apa kau sudah makan?]

Sehun tersenyum mendengar itu. Ya, Ibu Yoona lah yang selama ini bersikap baik padanya, tak seperti ibunya yang hanya memperhatikan penampilan putranya saja. Bukannya tidak baik, tapi ibu Sehun yang tak sadar umur memang terlalu berlebihan dalam mencintai fashion, hingga lupa mengurus keluarga kecuali masalah pakaian suami dan putra satu-satunya itu.

“Sudah kok omoni. Aku juga sudah mau pulang.“

[Kalau begitu aku akan tunggu kedatanganmu besok. Aku akan masak banyak untukmu. Aa, Langsung bawa Yoona pulang. Dan kumohon. Jangan dengarkan kata-katanya. Dia itu iblisnya iblis, kau kan tahu itu. Jangan sampai terhasut dengannya. Mengerti?]

“Ya omoni.”

[Sampai jumpa besok.] Dan Sehun benar-benar menyudahi pekerjaannya pada hari itu.

--

Meraih ponsel dan jam tangannya lalu ia masukan kedalam saku jas merah maroonnya. Sehun melangkah keluar dari ruang kerjanya. Ia melewati meja kerja karyawannya yang sudah pulang sedari tadi, tepatnya setelah dia mengijinkannya. Tak jauh darinya dilihatnya seorang office boy yang tengah menyapu sisa sampah, ulah dari karyawannya. Office boy yang berumur 60an itu tersenyum ramah kepadanya ketika dilihatnya sang Direktur tengah melangkah kearahnya.

“Selamat malam, Direktur?“ sapa si office boy. Sehun berhenti dihadapannya, menatapnya kasihan.

“Pak Choi? Kenapa anda belum pulang?“

“Aku akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaanku. Direktur, anda terlihat sangat kelelahan.“

Kata office boy itu dengan senyuman di wajahnya. Ia terlihat nyaman berbicara dengan Sehun, tidak seperti karyawan lainnya yang selalu bergetar ketakutan ketika menghadap direktur muda mereka itu.

“Dan anda lebih terlihat kelelahan. Bapak pulang saja dan lanjutkan lagi besok.“

“Aku hanya perlu membersihkan beberapa meja lagi. Lagi pula mereka akan kesal jika melihat meja kerja mereka berantakkan.“ Masih berusaha memperlihatkan senyuman dari balik raut lelahnya.

“Mereka memarahimu?“ Kening Sehun mendadak mengerut.

“Direktur, berhentilah membuat mereka ketakutan padamu.“

“Tidak, aku harus seperti ini agar mereka tidak menyepelekan tugas mereka. Pak Choi, dengarkan aku baik-baik. Aku memperkerjakanmu sebagai office boy bukan dikarenakan keinginanku. Tapi karena terpaksa, karena pendidikanmu. Jika tidak aku sudah menempatkanmu di bagian yang lebih baik. Aku tidak tahan melihat wajahmu yang selalu terlihat kelelahan seperti ini.“

“Terimakasih banyak. Tapi dengan anda memberikan pekerjaan ini saja saya sudah sangat bersyukur. Paling tidak istri dan anak-anak saya tidak kelaparan lagi. Direktur, sayaharap anda tidak mengingat kejadian itu lagi. Kami sudah mengikhlaskan kepergiannya. Anda tidak perlu merasa bersalah lagi.“

“Saya akan lanjut bekerja. Permisi.“

Pak Choi meninggalkan Sehun disana. Yang masih merasa bersalah akan peristiwa 1 tahun yang lalu. Dengan lesu Sehun melangkah menuju lift.

Bersandar pada dinding lift yang keseluruhannya terbuat dari kaca.

Dapat ia lihat pantulan tubuhnya pada ruang petak sempit itu. Jas maroon dan celana bahannya yang juga berwarna maroon. Lalu dibalik jas tampak kemeja putih tanpa dasi yang kini tengah dibuka dua kancing teratasnya. Rambut hitamnya masih tertata rapi, memperlihatkan alis tegasnya. Manik matanya yang kecoklatan terus mengamati kondisinya kini. Tidak buruk, tepatnya tidak terlihat buruk sama sekali. Walau kini perasaannya tengah gundah setelah bertemu Pak Choi tadinya.

Pintu lift terbuka dan terlihatlah lobi perusahaan yang sudah sepi. Di lobi yang luar biasa luas itu hanya terlihat dua orang petugas keamanan disana. Ah, juga ada sopir pribadinya yang tengah mengobrol santai dengan kedua petugas itu. Melihat kedatangannya sang sopir langsung berlarian kearahnya dengan senyumannya yang sangat Sehun benci. Mengapa? Karena membuat Hajoon ingin tertawa dan Sehun benci tertawa apalagi ketika ia sedang berada di kantornya.

“Tuan! Tuan! Kau sudah mau pulang?“ tanya Sopirnya yang terlihat berlebihan.

“Dimana tas kerjamu, Tuan? Aa, kau tidak pernah menggunakannya. Aa, Tuan—“

“Hyung, berhenti berteriak.“ sela Sehun yang sudah melangkah melewatinya.

“Baiklah.“

Ia berlari melewati Sehun. Sedikit menyenggol tubuh tuannya itu. Dengan menahan tawa karena tahu bahwa Sehun tengah kesal akan ulahnya, ia semakin berlari kencang menuju mobil dimana tadinya ia pakirkan di depan pintu masuk. Sehun sudah sangat kelelahan dan tidak sanggup untuk bermain lagi dengan sopirnya itu.

--

“Tuan, kemana aku harus mengantarmu? Kerumah atau ke apartemen?“ tanya Sopirnya yang tengah menyetir santai. Tidak, tidak santai berkat musik hip hop yang sopirnya nyalakan.

“Hyung, matikan musiknya.“

“Baiklah.“

“Jadi kemana aku harus mengantarmu, Tuanku yang tampan?“

“Haha hyung. Kemana sebaiknya aku pergi ketika aku merasa lelah?“

“Ke apartemen tentunya.”

Sehun mengangguk pelan dan mulai memejamkan matanya.

"Lagi pula sejak kapan aku pulang kerumah."

“Tuan!“

Teriak Haha yang mendadak mengurangi laju mobilnya. Membuat Sehun memutar bola matanya dengan kesal. Padahal dia baru saja berniat tidur sejenak.

“Tuan, bukankah itu Dae Ho? Dia sedang bersama siapa? Bukankah Yoona masih di Jepang?“

“Yoona sudah pulang.“ Sehun mencoba kembali menutup mata.

“Tapi sepertinya dia tidak sedang bersama Yoona.“ Gumam Haha yang membuat Sehun membulatkan matanya besar-besar.

“Berhenti!“

Sopirnya itu reflek menginjak rem mobil. Usai itu Sehun langsung keluar dari mobil tepat ketika mobil berhenti di tepi jalan. Ia berdiri disamping mobilnya, mengamati lelaki yang diduga Dae Ho. Alias kekasih Yoona. Kekasih sahabatnya.

"Itu bukan Yoona."

Pikirnya sembari mengamati wanita yang tengah di gandeng mesra oleh Dae Ho. Sejenak ia teringat pada sahabatnya itu. Segera ia raih ponselnya lalu menghubungi Yoona. Tidak diangkat.

“Aish! Cepat angkat!“

“Tuan, masuklah. Apa kau tidak merasa dingin?“

Tegur Haha dari dalam mobil setelah menurunkan kaca mobil disamping Sehun.

Baru Sehun sadari, butiran salju tengah melayang di udara. Ia terbatuk kecil ketika angin masuk melalui cela jasnya. Matanya kembali mengamati kedua manusia disana, yang kini tengah masuk kedalam sebuah mobil seakan siap meluncur pergi. Sehun tersentak. Ia langsung melangkah cepat masuk kembali kedalam mobil.

“Hyung! Pergi ke apartemen Dae Ho hyung sekarang!“

“Heee? Buat apa, Tuan?“

“Lakukan saja perintahku!“

-

-

-

-

Continued..