Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

“Sepertinya aku tidak ada pilihan lain.“ Sehun memandang kosong keluar dinding kaca.

“Aku harus segera mencari calon isteri.“ Sulit untuknya mempercayai perkataannya sendiri.

“Mereka tetap kukuh pada syarat-syarat itu?“ Sehun mengangguk lemah.

“Cih, Memangnya kenapa jika seorang Direktur belum memiliki isteri?!!“ Marah sekaligus merasa gemas.

“Entahlah, aku juga tidak tahu mau berkata apa lagi.“

“Tuan, apakah tidak ada jalan lain selain bekerjasama dengan mereka?“

“Harapan terbesarku hanya ada pada mereka.“

“Jika memang begitu.. Menikahlah.“

“Uhukk!“

Yoona terbatuk dan batal menempelkan pantatnya di sofa. Diletakkannya kopi yang baru saja ia minum di atas meja lalu menatap Sehun tak percaya. Tak menyadari sisa kopi yang tertinggal di bibir dan dagunya.

“Kau mau menikah?“ Tanya Yoona tanpa berkedip.

“Bersihkan dulu mulutmu.“

Kata Sehun setelah menempelkan tisu ke bibir Yoona. Wanita itu meraihnya dan meletakkan tisu itu ke atas meja tanpa melepasakan matanya dari Sehun.

“Menikah dengan siapa?“ Sama sekali tak berkedip.

“Duduk dulu..“ Tegur Haha melihatnya yang masih berdiri disamping meja.

“Jawab aku!“ Kesal melihat Sehun yang tak juga menjawab pertanyaannya.

“Dia juga masih belum tahu mau menikah dengan siapa. Karena itu duduklah dulu.“

Sambar Haha yang sudah menarik Yoona agar segera duduk disampingnya. Tanpa melepaskan pandangannya Yoona kembali bertanya.

“Kenapa mendadak sekali?“ Sehun terlihat enggan menjelaskannya. Hanya menatap kosong keluar jendela.

“Kau tidak tahu apa-apa, jadi diamlah.“ Sambar Haha lagi.

“Yak Oh Sehun! Jangan diam saja! Jawab aku!“ Bentak Yoona seraya memukul meja. Membuat Sehun dan Haha terperanjat berkat bunyi keras itu.

“Masalah kantor.. Masalah kantor..“

Jelas Haha mencoba mewakili tuannya untuk berkata. Karena Sehun terlihat tetap bungkam dan sama sekali tak berniat menjelaskannya.

“Masalah kantor kenapa harus menikah?”

“Kau ini, cerewet sekali sih!“ Haha melotot heran ke Yoona.

“Maka itu jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi. Dia bahkan tidak pernah pacaran, kenapa mendadak mau menikah?“

Mulut Sehun langsung bergetar hendak memaki sahabatnya itu.

“Banyak mantan juga tidak menjamin kau cepat menikah.“

Ujar Sehun santai walau sesungguhnya sangat kesal mendengar ucapan Yoona barusan.

“Hah, kau menyindirku?!“ Mengacak pinggang membalas tatapan Sehun.

“Dan kau mengakuinya.“

“Sudahlah, lupakan itu. Sekarang ceritakan saja padaku. Kenapa kau mendadak mau menikah?“

Yoona kembali serius dan fokus menatap wajah Sehun yang terlihat enggan membalas tatapannya.

“Aku harus kembali ke ruanganku. Hyung, jangan lupa ambil kopernya.“ ujarnya sebelum bangkit dari duduknya lalu pergi begitu saja.

“Yak Oh Sehun sialan!“

Syukur tak ada orang lain disana selain Haha dan si bibi. Yoona berniat mengejar Sehun yang terlihat berjalan santai seakan tak mendengar caciannya. Tapi dering ponselnya membuat tubuhnya bertahan di sofa empuk itu. Tanpa melihat dari siapa ia langsung menjawab panggilan itu.

“Halo!” Dan membentak penelepon yang tak bersalah itu.

Entah karena kaget atau apa, si penelepon hanya diam.

“Halo?“ Tak lagi membentak, tetapi lebih terdengar kesal.

“Hei kau, bicaralah!“

Siapa sih ini? Dijauhkannya ponsel itu dari telinganya. Oh Shit! Dae Ho Oppa? Ia langsung berdehem tak jelas. Bingung harus berkata apa.

“Kenapa? Ada apa lagi?!“ ucapnya berusaha terdengar ketus.

[Kau dimana? Aku sudah di depan rumahmu.] Kata Dae Ho pelan.

What? What?? WHAT!!!

“Cepat pergi dari sana!“ bentak Yoona.

“Jika ibuku melihatmu bisa gawat!“ mengingat ibunya sangat membenci lelaki itu.

[Aku memang berniat bertemu dengan ibumu]

“Kau gila? Kubilang pergi dari sana sekarang juga!“

Haha yang duduk disampingnya sudah lebih dulu menyelamatkan telinganya dari suara melengking Yoona.

[Jadi kau sedang tidak dirumah? Lalu dimana kau sekarang?]

“Kau tidak perlu tahu.“

[Kalau begitu aku bertemu ibumu saja] Terdengar suara pintu mobil terbanting. Yoona rasakan tulang punggungnya yang seketika meremang.

“Tunggu!“ Teriaknya frustasi. “Kumohon, jangan.“

[Jika begitu beri tahu aku dimana kau sekarang.]

Dae Ho membuat Yoona menyerah. Sebenarnya dia benar-benar tidak ingin bertemu lelaki itu. Tapi disamping itu, Yoona tidak bisa menyimpan perasaannya yang sesungguhnya tengah merindukan mantannya itu. Dae Ho memutuskan panggilan itu setelah Yoona mengatakan keberadaannya. Dengan sisa debaran jantungnya yang membuatnya lemas bukan main, Yoona bangkit dari duduknya.

“Kau mau kemana?“ Tegur Haha yang baru saja melepas tisu dari kedua rongga telinganya.

“Menemui mantan.“ Jawab Yoona dengan lesu dan mulai melangkah pergi.

--

“Kau masih marah padaku?“ Wajah pucat Dae Ho menatap Yoona lesu.

Tak berniat menjawab, Yoona memaksakan matanya untuk memandang lurus kearah air Sungai Han yang tenang. Disana sepi, hanya beberapa orang yang sedang bersepeda terlihat berlalu lalang.

“Dia sepupuku.“ Suara beratnya yang lembut berusaha menghipnotis Yoona.

“Aku bukan anak-anak yang bisa kau bohongi.“ Yoona masih tak membalas tatapan itu. Dae Ho mendengus pasrah.

“Apa yang harus aku lakukan agar kau memaafkanku?“ Yoona nyaris menoleh berkat suaranya yang terdengar rapuh itu.

“Hubungan kita sudah berakhir. Jadi tidak ada gunanya kau meminta maaf.“ Hatinya berdesir perih ketika mengucapkan itu.

“Aku belum menyetujui itu. Aku tidak mau mengakhiri hubungan kita.“

Kontras Yoona langsung melayangkan pandangannya ke wajah itu. Sungguh, rasanya ingin menangis. Melihat wajah pucat Dae Ho membuat Yoona goyah.

“Kau bahkan belum mendengarkan penjelasanku sedikitpun.“

Dapat Yoona lihat luka di sudut bibir Dae Ho. Luka yang dihasilkan dari tamparan bertubi-tubi darinya kemarin. Ingin rasanya meminta maaf, tapi Yoona menahannya.

“Kenapa kau baru menghubungiku? Kenapa pada malam itu kau tidak mengejarku? Jelas sekali kau lebih memilih wanita itu.“

Menahan kesedihan yang tengah menyeruak di dalam dirinya. Tak kuat membalas tatapan Dae Ho yang menatap sendu matanya.

“Kau memukulku.“ Ujarnya lembut tak menyalahkan.

“Dan setelah itu aku jatuh pingsan.“

Mata Yoona melebar mendengar itu. Apa itu alasan dari wajah pucatnya kini.

“Sejak kepergianmu ke Jepang seminggu yang lalu, aku demam hingga sekarang.“

Ada apa ini? Haruskah aku mempercayai perkataannya?

“Dan tepat dihari kau menghampiriku. Amy sepupuku datang. Dia bermaksud merayakan ulang tahunku karena mengetahui bahwa kau masih di Jepang. Tapi karena ia melihatku dalam keadaan demam. Akhirnya ia memaksaku untuk ke rumah sakit. Aku akui itu. Sepulang kami dari rumah sakit, Amy memaksaku untuk duduk sejenak di kafe. Bermaksud untuk memaksaku makan.“

Tentu Yoona tidak ingin mempercayai perkataan Dae Ho. Tetapi, raut wajah Dae Ho kini membuatnya merasa bimbang.

“Itulah kebenarannya.“

Yoona benar-benar tak bisa berkata. Ia rasakan matanya yang mendadak perih seakan hendak meneteskan airmata. Ia tak menyangka, ternyata dirinya selemah itu. Dae Ho mengusap lembut pipinya.

“Aku tahu kau masih mencintaiku.“

Melangkah maju mendekati Yoona yang berdiri disampingnya. Berdiri menghadap Yoona lalu menatap wanita itu dalam-dalam. Menyeka air mata yang mengalir tanpa sepengetahuan wanita itu. Tak tahan lagi, Yoona langsung terisak menyesali perbuatannya. Guna meredam isak tangisnya, Dae Ho pun segera memeluknya. Tak menghiraukan pandangan orang yang sesekali tampak melintas disana. Ketika itu barulah Yoona sadari. Tubuh Dae Ho sangat panas. Yoona langsung melepas pelukan itu.

“Oppa, tubuhmu panas sekali.“ Dae Ho hanya tersenyum padanya.

“Kau harus istirahat. Aku akan membawamu pulang.“

Ia sudah menarik tangan Dae Ho dan segera melangkah menghampiri mobil lelaki itu. Suka dengan perlakuan Yoona yang sudah sangat ia rindukan, Dae Ho ikuti semua yang Yoona pinta dengan suka rela. Meskipun tadinya ia harus berbohong, tak masalah untuknya. Asalkan Yoona kembali padanya. Berbohong? Ya, Dae Ho telah berbohong.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel