Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Berdiri sejajar di dalam lift. Sehun sibuk dengan ponselnya, dan kedua manusia lainnya sibuk memaki tanpa suara. Ya, sedari tadi Haha terus mengganggu Yoona. Menertawai pakaian yang wanita itu kenakan. Sebenarnya pakaian yang Yoona gunakan tidaklah buruk. Bagaimana pun juga itu milik Sehun yang pastinya barang branded. Namun karena ukuran pakaian itu yang besar, membuat tubuh Yoona nyaris tenggelam dalam pakaian Sehun.

Yoona mengenakan celana olahraga Sehun yang dilipatnya agar tak terinjak. Lalu dipadani dengan kaos berlengan panjang berwarna putih polos dilengkapi dengan jaket musim dingin berwarna hitam yang juga milik lelaki itu. Dengan sepatu kets putihnya, sesungguhnya penampilannya tidak terlihat buruk. Tapi Haha tetap saja mengganggunya dengan cibiran bibir monyongnya yang sangat mengesalkan.

“Jam berapa temanmu sampai? Kita harus segera mengambil kopermu.“ tanya Sehun yang menghentikan aktifitas cibir-cibiran itu.

“Kurasa siang ini. Kenapa? Kau tak suka aku memakai pakaianmu?“

“Kau mau pulang tanpa koper?“ Sehun menjitak kepalanya

“Pulang?“ Yoona memikirkan kata itu sejenak.

“Aku sudah bilang pada ibumu. Sore ini aku akan menjemputmu di bandara. Dia memintaku untuk membawamu langsung pulang ke rumah.“

Mereka keluar dari lift dan berpisah dengan Haha yang hendak mengambil mobil.

“Jadi kau benar-benar telah berbohong pada ibuku? Haha.. Mianhae Sehun-a..“ merasa gemas hingga mengacak-acak rambut Sehun.

“Yak..“ baru Yoona sadari, rambut Sehun jadi berantakkan.

“Ups, Mian.“ tangannya langsung bergerak cepat merapikan rambut yang kecoklatan itu.

“Sudahlah.“ tangkas Sehun seraya menahan tangannya. Sejenak Yoona merasa aneh. Sehun yang menggenggam tangannya terlihat biasa saja. Yoona juga terlihat biasa. Tapi perasaan aneh itu yang sedikit mengganggunya. Perasaan seperti apa yang ia maksud? Entahlah. Dia masih sulit mendeskripsikannya.

Mereka tiba di depan gedung apartemen menunggu kedatangan Haha. Sehun yang kembali fokus pada ponselnya telah melepaskan tangan Yoona darinya.

“Bagaimana hubunganmu dengan model itu?“ tegur Yoona menyenggol lengan Sehun. Tapi tak dihiraukan lelaki itu.

“Cepat masuk.“ kata Sehun tepat ketika mobilnya berhenti dihadapan mereka. Tentu kesal melihat sikap lelaki itu. Mulut Yoona bergetar pelan. Terlalu pagi untuknya memaki.

--

Sehun terlihat tampan dengan setelan jas berwarna biru tua dan kemeja hitam ngepas yang terlihat dari sela jasnya. Lengkap dengan dasi hitam dan sepatu kulit mengkilat yang juga berwarna hitam. Jam tangan tampak di pergelangan tangannya, sedikit tertutupi lengan kemejanya. Pagi itu rambutnya tak terlalu rapi, ia hanya mengeringkannya tanpa sempat merapikannya. Hal hasil poni menutupi keningnya. Lalu mengapa begitu? Karena ia telat istirahat hingga bangun kesiangan. Dan mengapa ia bisa sampai telat? Ya karena wanita itu. Yang tengah asik duduk dibangku penumpang bagian belakang dengan sandwich yang tadinya ia beli di tengah perjalanan.

“Tuan, bukankah hari ini kau tidak memiliki jadwal apapun?“ tanya Haha memecah keheningan di dalam mobil itu. Yang tengah meluncur santai menuju perusahaan milik Sehun.

“Hmm.“

Sembari membaca email dari tablet, ia melanjutkan. “Hyung, nanti bawa dia menemui temannya. Kopernya harus segera diambil.“

“Baiklah.“

Haha kembali serius menyetir. Sedangkan Yoona, ia itu masih fokus pada sandwichnya.

Mereka tiba di kantor dan Haha lebih dulu menurunkan Sehun di pintu masuk. Setelah itu mobil kembali meluncur menuju parkiran di basement. Usai itu, bersama Yoona, mereka melangkah bersama masuk kedalam kantor.

Mereka menaiki lift khusus yang hanya bisa dinaiki oleh Sehun dan petinggi lainnya. Memang kini Yoona tampak kacau, tapi tidak membuat orang lupa padanya. Ya, seluruh karyawan disana sudah sangat mengenal Yoona. Sahabat sang direktur. Tidak ada yang menatap aneh padanya, malah tersenyum ramah menyambut kedatangannya. Sesungguhnya Yoona sudah banyak membantu mereka. Membantu? Ya, membantu mereka dalam menghadapi direktur yang luar biasa dingin itu.

“Kau orang pertama yang berpakaian seperti ini disini.“ Gumam Haha yang dapat Yoona dengar dengan jelas. Mereka melangkah bersama keluar dari lift.

“Aku tidak peduli.“

“Oppa, bagaimana kabar anakmu?“ Tanya Yoona ketika mereka melewati sebuah koridor yang memperlihatkan kesibukan para karyawan.

“Masih nakal sepertimu.“ Yoona langsung tertawa mendengarnya.

“Aku benar-benar berharap putraku tumbuh menjadi manusia yang berguna. Tidak sepertiku.“

“Memangnya kau kenapa?“

“Aku ini hanya seorang sopir, kau kan tahu itu.“

“Lalu? Apa yang salah?“

“Aish. Apa kau ingin anakmu juga menjadi seorang sopir?!“ Menepuk kepala Yoona pelan.

“Bukan begitu.. Maksudku. Tidak ada yang perlu kau risaukan. Terutama mengenai pekerjaanmu. Yang penting uang yang kau hasilkan dari cara yang baik. Dan juga anakmu. Kau hanya perlu menuntunnya agar nantinya bisa menjadi orang besar seperti Sehun.“

“Tak biasanya kau berkata seperti ini. Sesaat aku baru teringat bahwa kau ini seorang penulis.“

Mereka tiba di kantin yang sepi karena masih dalam jam bekerja. Walau disebut kantin, tapi yang terlihat adalah kafe elite sesuai selera Sehun.

“Kau mau kopi?“

Yoona mengangguk seraya ikut duduk di samping Haha. Disebuah sofa empuk yang berada di sudut kantin dengan dinding kaca yang terpampang lebar disampingnya.

“Bibi, 2 kopi seperti biasa!“ Teriak Haha ke wanita setengah baya yang berdiri di belakang meja kasir.

“Ne..“ Sahut wanita itu.

“Apa Dae Ho tidak ada menghubungimu?“

“Tidak ada.“ Yoona menghembuskan nafas dengan kesal.

“Sudahlah. Masih ada Sehun.“ Goda Haha yang malah membuat Yoona tertawa geli.

“Aa, apa model itu tidak pernah menghampirinya lagi?“

Mengingat tadinya Sehun tidak menjawab pertanyaannya. Haha menggeleng menandakan tidak.

“Apa dia sudah menemukan lelaki yang lebih kaya?“

“Sepertinya begitu.“

“Kupikir dia sangat menginginkan Sehun.“ Yoona tertawa geli.

“Akhirnya Sehun merasakan seperti apa rasanya ditolak.“

“Apa maksudmu? Ditolak apanya?“ Haha merasa ada kesalahpahaman.

“Bukankah model itu menolaknya?“ Tanya Yoona disisa tawanya.

Haha menatap Yoona keheranan. “Sehun yang menolaknya!“ Bentaknya geram. Masih tak habis pikir mengapa wanita itu bisa menjadi sahabat tuannya.

“Heeee???“ Mata Yoona membesar melebihi batasnya.

“Yang benar saja?!! Sehun menolak model itu? Model seksi super panas itu?“

“Kecilkan suaramu.“

Suara itu berasal dari arah lain. Yoona dan Haha langsung menoleh secara bersamaan. Mereka mendapatkan Sehun yang sudah duduk di sofa di seberang mereka. Lelaki itu membalas tatapan mereka datar. Tapi di balik wajah datarnya, mereka menyadari itu. Sehun tengah berusaha meredam amarahnya.

“Selama pagi direktur. Ini masih sangat pagi dan anda sudah disini.“

Sapa bibi penjaga kantin yang baru menyadari lirikkan gelisah dari Yoona dan Haha untuknya. Ia diam sejenak mengamati mulut Yoona dan Haha yang mulai meracau tanpa suara, tentu kepadanya.

“Bibi, cepat taruh kopinya.“ Tegur Yoona diikuti gerakkan tangannya yang mengisyaratkan untuk menyuruh si bibi segera pergi. Haha melirik Sehun yang tengah menutup matanya. Sepertinya Sehun tengah marah besar. Terlihat dari tangannya kini yang sedang membuka jam tangannya dengan kasar lalu memasukkan ke dalam saku jasnya dengan masih menutup mata.

“Direktur, apakah anda—“

“Aa bibi!!! Aku ingin menambah gula!“ Sela Yoona mencoba membuat si Ahjumma yang tak peka itu untuk diam.

“Baiklah akan kuambilkan.“

“Aku akan ikut denganmu.“ Bergerak cepat menarik si bibi pergi dari sana dengan cangkir kopi yang ia bawa bersamanya. Barulah suasana menjadi tenang. Sebagaimana yang Sehun inginkan.

“Tuan, kau sedang ada masalah?“

Dilihatnya Sehun yang mendengus kesal. Terlihatlah manik kecoklatannya yang tampak terang karena terpancar cahaya matahari dari balik dinding kaca.

“Mereka tidak jadi tandatangan kontrak.“

“Lagi?“ Sehun kembali mendengus dan kali ini terdengar lelah.

“Sepertinya aku tidak ada pilihan lain.“ Sehun memandang kosong keluar dinding kaca.

“Aku harus segera mencari calon isteri.“ Sulit untuknya mempercayai perkataannya sendiri.

“Mereka tetap kukuh pada syarat-syarat itu?“ Sehun mengangguk lemah.

“Cih, Memangnya kenapa jika seorang Direktur belum memiliki isteri?!!“ Marah sekaligus merasa gemas.

“Entahlah, aku juga tidak tahu mau berkata apa lagi.“

“Tuan, apakah tidak ada jalan lain selain bekerjasama dengan mereka?“

“Harapan terbesarku hanya ada pada mereka.“

“Jika memang begitu.. Menikahlah.“

“Uhukk!“

Yoona terbatuk dan batal menempelkan pantatnya di sofa. Diletakkannya kopi yang baru saja ia minum di atas meja lalu menatap Sehun tak percaya. Tak menyadari sisa kopi yang tertinggal di bibir dan dagunya.

“Kau mau menikah?“ Tanya Yoona tanpa berkedip.

-

-

-

-

Continued..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel