Bab 11
“Sehun-a, bagaimana menurutmu?“
“Apa?“
“Yoon Soomi. Bukankah dia sangat cantik.“
“Hmm.“
“Hmm? Hanya hmm?“ Melirik Sehun aneh.
“Setenang itu kau setelah melihat wanita muda secantiknya? Kau benar-benar aneh.“
Celutuknya yang mulai menulis sesuatu di buku catatannya—yang baru saja ia ambil dari dalam koper. Entah apa yang dia tulis, yang pastinya Yoona terlihat serius. Membuat suasana mendadak senyap.
“Kau nulis apa?“ Tegur Sehun yang mendadak merasa tak nyaman dengan ketenangan.
“Cerita baru. Aku mau mulai mencoba menulis novel. Melihat Yoon Soomi membuatku ingin menulis. Wajahnya akan kujadikan patokan untuk karakter utama. Selama ini aku selalu menulis cerita anak, lama-kelamaan bosan juga.“
“Huh.. Setahun ini aku benar-benar merasa sangat kosong tanpa menulis.“
“Kenapa juga tidak nulis. Bagaimana dengan bukumu di pasaran? Apa ada yang beli?“ Yoona langsung mencubit lengan kekarnya.
“Tentu saja ada! Ya walau tidak laku keras, setidaknya masih ada yang mau membeli.“
“Tidak kau bagikan secara cuma-cuma kan?”
“Bagaimana kau tahu itu?”
“Yak, kau benar-benar melakukannya? Tadi aku hanya menebak.”
“Tahun lalu aku menyumbangkan beberapa cetak ke panti asuhan.”
“Aaa..” Seperti itulah percakapan mereka hingga mereka tiba di rumah Yoona.
Yoona berlari masuk kedalam rumahnya. Meninggalkan Sehun yang tengah menyeret koper besarnya. Setibanya disana, kedua orangtuanya langsung memeluknya erat. Mereka sangat merindukan putri mereka yang nakal itu. Tapi kemudian, pelukan hangat dari orangtuanya terlepas ketika Sehun memasuki rumah itu. Mereka langsung memeluk Sehun, bahkan lebih terlihat merindukan lelaki itu dari pada putri mereka sendiri.
“Sehun-a.. Bagaimana kabarmu? Wah.. Kau semakin tampan saja.“ Darah Yoona sudah melepuh penuh amarah.
“Eomma! Appa!“ Teriaknya.
“Ya kenapa?“ Sahut ibu dan ayahnya bersamaan, tapi belum melepas pelukan mereka.
Merasa lucu, Sehun mencoba menahan tawanya.
“Sebenarnya anak kalian itu siapa sih?!“ Ekspresi Yoona terlihat sangat menggemaskan. Membuat tawa Sehun terlepas.
“Iya iya. Sini dipeluk lagi.“ Melepas Sehun dan kembali memeluknya setengah hati.
--
“Eomma, lebih banyak lagi.“ Meminta ibunya menaruh lebih banyak nasi ke dalam mangkuknya.
“Perhatikan berat badanmu.“
Ujar ibunya seraya meletakkan semangkuk nasi di hadapannya dan juga di hadapan Sehun.
“Tenang saja, aku tidak akan gemuk.“
Sehun menahan senyum mendengar perkataannya. Mengingat betapa kelelahan dirinya ketika menggendong Yoona kemarin.
“Sehun-a, makan yang banyak. Omoni memasak semua ini khusus untukmu.“
Digesernya beberapa menu mendekati Sehun. Yoona yang melihat itu terdiam sejenak hingga berhenti mengunyah. Dilihatnya meja di hadapannya yang sepi tanpa lauk.
“Eomma! Kenapa kau menggeser semuanya untuknya!“ Rengeknya diiringi semburan nasi dari mulutnya.
“Yak! Kau jorok sekali!“
Bentak ayahnya yang berhasil menutup mulutnya. Mulutnya mengerucut manyun. Melirik Sehun geram.
“Makanlah.“ Sehun letakkan semangkuk kkakdugi—kimchi radish yang pedas—kesukaan Yoona. Masih banyak yang ia inginkan dari menu-menu yang masih menumpuk di hadapan Sehun. Tapi untuk sementara Yoona memilih menikmati dulu kimchinya.
“Jadi, apa kau sudah tentukan siapa calon isterimu?“
Pertanyaan mendadak dari ibunya kepada Sehun. Membuat Yoona kembali menyemburkan nasi dari mulutnya.
“Yak!“ Dan ayahnya kembali membentaknya.
“Belum. Jika omoni berkenan, bisa tolong carikan untukku?“
Balas Sehun sembari melirik Yoona yang tengah mengumpul nasi-nasi tak bersalah itu.
“Dengan senang hati.“ Sahut ibu Yoona tersenyum lebar penuh semangat.
Pada akhirnya Yoona lah yang melahap habis semua makanan disana. Seorang diri di meja makan—ditinggal Sehun dan kedua orangtuanya yang sudah lebih dulu meninggalkan meja makan untuk mengobrol di ruang keluarga. Ia rasakan perutnya yang mengeras seakan tak memiliki ruang lagi di dalam sana. Bernafas pun terasa sesak. Saking kenyangnya ia sampai terduduk lemas di kursi makan. Suara sendawa pun menemani waktu sendirinya disana. Drrrt.. Drrrt..
Getar ponselnya menghentikan gerak tangannya yang hendak menyeruput sisa sup. Diraihnya ponselnya dari dalam saku celananya. Keningnya mengerut melihat nomor yang tertera di layar ponselnya. Nomor tidak dikenal. Sedikit ragu ia coba untuk menerima panggilan itu.
“Halo?”
[Ini aku.] Kata si penelepon.
“Eee?“
[Ini aku.. Eun Hwa.] Yoona reflek mendengus ketika mendengar nama itu.
[Aku sengaja menghubungimu pakai nomor ini. Karena aku tahu kau tidak akan mengangkat panggilanku jika tahu itu aku.]
“Ada perlu apa?“
[Datanglah kerumahku, malam ini. Aku mengadakan pesta perayaan ulang tahunku.]
Dari caranya berbicara tak kalah ketus dari Yoona.
[Kau harus bawa Sehun oppa.]
“Kupikir kita tidak sedekat itu sehingga aku harus hadir di pesta ulang tahunmu.“
[Yak!]
[Aku juga mengundang Dong Gun oppa. Bukankah kau ingin sekali bertemu dengannya? Kebetulan dia sudah kembali ke Seoul.]
“Baiklah aku akan datang! Aku pasti datang! Thank You-imnida!“ Lalu memutuskan panggilan itu.
Yoona tampak bersemangat. Dengan nafas sesaknya ia berlari menghampiri Sehun dan kedua orangtuanya di ruang keluarga.
“Sehun-a!“
“Apaan sih kau ini? Kenapa berteriak?“
Sergah ayahnya yang merasa terganggu—karena sedang menyaksikan berita di televisi.
Sehun yang sedang asik mengobrol dengan ibunya menoleh padanya. “Ada apa?“
“Malam ini kau harus temani aku ke pesta ulang tahun temanku! Bukan teman sih, lebih tepatnya musuh. Pokoknya aku harus pergi dan kau harus ikut!“
Begitulah rentetan perkataannya yang tanpa putus.
“Maaf, aku tidak mau.“ Dan lanjut mengobrol.
“Kau harus ikut!“
“Jangan ganggu Sehun.“
Ibunya merangkul tangan Sehun seakan tidak mau lelaki itu pergi dari sana.
“Eomma! Kau genit sekali!“
Ia tepis tangan ibunya yang masih merangkul tangan Sehun dengan mesra. “Sehun-a.. Ayolah.. Bantu aku sekali ini saja, eng?“
Mencoba berakting aegyo yang sama sekali tak imut. Sehun menghembus nafas karena bosan mendengar perkataannya itu.
“Katanya musuhmu, kenapa tetap harus pergi?!“ Sambar ibunya kesal karena sudah diganggu quality timenya bersama Sehun.
“Eomma tidak perlu tahu. Yak, kau mau kan? Mau ya?“
“Jauhkan wajahmu dariku.“
Mendorong kepala Yoona yang entah mengapa terlalu dekat dengannya. “Pakaianku tidak cocok untuk kepesta.“ Ujarnya seraya mengamati kemeja putih polosnya yang sudah kusut.
“Itu sih gampang sekali! Wait.“
Dengan cepat jemari Yoona mencari sebuah kontak di ponselnya lalu segera menghubungi nomor itu. Lama menunggu akhirnya telepon darinya diangkat. Matanya langsung membesar kesenangan.
“Annyeonghaseyo omoni!“ Sapanya semangat 45.
“Yoona-a!“ Sahut ibu Sehun dengan suaranya yang lembut.
“Omoni, putramu membutuhkan pakaian untuk pergi ke pesta bersamaku.“
“Pesta? Pesta seperti apa? Semewah apa? Baiklah, akan aku siapkan. Akanku siapkan juga untukmu. Harusku kirim kemana? Kerumahmu? Baiklah. Pakaiannya akan segera datang! Tunggu ya!“
Senyumnya pun mengembang mendengar reaksi ibu Sehun diseberang sana. Ibu Sehun memang ratunya fashion. Dia tidak akan tinggal diam mengenai pakaian yang putra dan suaminya kenakan. Semua yang mereka gunakan harus melalui seleksinya. Bahkan semua baju yang ada di lemari Sehun merupakan pemberian ibunya.
“Wuahaha! Ibumu memang sangat luar biasa!“
Disampingnya, Sehun dan ibunya hanya menggeleng tak habis pikir melihat tingkahnya. “Eomma, makeup kan aku ya.“
-
-
-
-
Continued..
