Bab 16
Semua telah terjadi dan semuanya tidak dapat dikembalikan. Aku disini di dalam kamarku, di tenangkan oleh Ibu, Mas Andi dan Ratna. Ayah, Ayah juga berada disampingku meminta maaf kepadaku karena telah memaksaku untuk kencan dengan Mas Mahesa.
Mas Andi yang menyesal karena tidak berada di tempat kejadian itu pun meminta maaf kepadaku, aku menagis, dan terus menangis hingga akhirnya aku terlelap dalam pelukan Ibuku. Ku rasakan Ratna memeluku dari belakang mencoba menenangkan aku.
Aku ingin mati, aku ingin mati, Aku ingin mati, itulah kata-kata yang terngiang di telingaku. Aku tidak berangkat sekolah selama 3 hari dan membuat semua teman-temanku khawatir, hingga akhirnya mereka tahu kejadian yang menimpaku. Aku mengira mereka akan mencemoohku, mencaciku tapi yang kudapat dari mereka adalah kasih sayang dan permintaan maaf karena tidak bisa menjagaku, aku dipaksa oleh Ibu untuk berangkat sekolah tapi aku tetap bersikeukeuh untuk tidak berangkat.
Hingga pada minggu berikutnya, pada senin pagi seharusnya pada kisaran tanggal ini aku mendapatkan menstruasi tapi tak kudapatkan. Aku takut jika aku hamil, aku meminta Ibuku untuk membelikan test pack. Setelah kudapatkan aku cek "2 strip", aku jatuh pingsan. Ketika aku sadar yang bisa aku lakukan adalah menangis dan menangis. Seketika itu pula aku ambil pisau dan langsung di halangi oleh kakakku. Keluargaku mencoba menenangkan aku, aku pun hanya meringkuk dalam pelukan Ibuku.
Hampir satu minggu aku tidak masuk. Pada hari Senin, tepat pukul 15.00 semua teman-temanku datang menjengukku. Menanyakan kabar dan membujukku untuk sekolah kembali. Kemudian dengan penuh llinangan air mata, aku menceritakan bahwa aku hamil, semua teman-temanku terkejut, dan ...
"Berarti kita mau punya keponakan, Kamu harus menjaganya untuk kami, kami juga akan menjaganya" ucap seorang teman pria-ku mencoba menenangkan aku dan menyemangatiku dan dijawab dengan anggukan semua teman-teman yang lain.
"Diyah, kamu adalah wanita penyeimbang dalam persahabatan kita eh salah dalam kekeluargaan kelas kita, jadi anakmu adalah bintang untuk kita semua" ucap salah satu teman perempuanku, dibarengi dengan pelukan-pelukan kasih sayang dari teman-teman perempuanku
"Aku boleh ikut gak?" tanya seorang teman pria-ku
"Anata wa, onaji hahaoya o ukeireru kudasai (kamu pelukan sama Ibu saja)" celetuk Ibuku
"wah bu aku ki gak mudeng boso jepang je (wah bu aku itu tidak paham bahasa jepang)" jawab temaku membuat kegaduhan diruang kamarku. Dari semua teman-temanku tak kulihat Karima bersama mereka. Ketika aku tanyakan tentang Karima kepada teman-temanku. Dia menghilang sejak aku mulai tidak berangkat sekolah, di rumahnya pun tidak ada. Kemana Kau Karima? Sahabatku?
Selama masa kehamilanku dengan perut yang belum begitu buncit aku berangkat sekolah. Di sekolah semua teman-temanku menjagaku layaknya seorang Ratu dan jika ada yang menggunjingku dari kelas lain langsung ditebas oleh teman-teman pria-ku. Ya teman-temanku khususnya yang pria adalah atlet beladiri dengan tingkat tertinggi jadi tidak ada yang berani dengan mereka.
Genap 2 bulan kehamilanku, akhirnya aku menikah dengan Mas Mahesa. Setelah menjadi suamiku, Mas Mahesa berperilaku layaknya seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Teman-temanku? Mereka masih tetap merawatku. Dengan kedudukan Ayahku pada masa kehamilan dengan perut yang membesar aku tetap bisa bersekolah tetapi dirumah, dimana guru-ku datang kerumahku untuk memberikan pelajaran-pelajaran di sekolah.
Tepat 9 bulan 10 hari, dan umurku 17 kurang sedikit sekali bayi laki-laki kecil dan manis dengan kulit yang putih bersih lahir. Aku bersyukur karena dia menuruni neneknya yang asli orang jepang. Dan Kuberi Nama Arya Ksatria, tetapi Suamiku menolaknya dan mengganti namanya menjadi ARYA MAHESA WICAKSANA. Kadang kebencian terhadap anak ini muncul, ingin rasanya aku membuangnya tapi setiap kali aku melihatnya aku bertambah sayang kepada anakku ini. Setiap kali akan tidur selalu kudongengkan dongeng ksatria-ksatria yang selalu melindungi yang lemah. Agar kelak dia menjadi pelindungku dan yang selalu menyayangiku.
Aku lulus dari SMA ketika aku berumur 18 tahun, dengan nilai yang bagus pula. Dengan seijin Ayahku aku melanjutkan kuliah tapi dengan catatan aku tinggal dirumah sendiri karena aku sudah berkeluarga. Aku tinggal dirumah yang lumayan jauh dari Ayahku sekitar 90 menit perjalanan. Ibuku setiap pagi kerumahku untuk mengasuh Arya. Selama itu pula Mas Mahesa tidak memperlihatkan perlakuan buruk kepadaku. Dengan Aku jadi Istrinya, sekarang Mas Mahesa menjadi kepala di sebuah Dinas pemerintahan yang ada di daerahku.
Sekarang umurku 20 tahun, anakku Arya sudah 3 tahun. Sebuah kejadian terjadi ketika Arya dibawa oleh Ibuku kerumahnya dan ketika itu aku pulang kuliah lebih awal karena Dosen tidak hadir ada Rapat Universitas. Pulang dengan rasa lelah, aku masuk ke rumah. Ketika aku berada di dalam ruang tamu, kudengar desahan-desahan orang sedang bersetubuh. Di Ruang keluarga kudapati Mas Mahesa melakukan hubungan dengan teman kuliahku, Devi.
Seketika itu aku menangis, memarahi mereka berdua, membentak mereka. Devi tampak tertunduk tapi Mas Mahesa Bukannya merasa bersalah malah dia menyeretku kedalam kamar. Di maki-makinya aku, yang tidak bisa memuaskan suamilah, tidak patuh pada suamilah. Dia mengancamku jika aku mengadu pada Ayahnya, Arya akan dibunuh dihadapan mataku. Aku kaget setengah mati mendengar perkataanya, begitu tega ia terhadap anak sendiri.
Semenjak kejadian itu aku menjadi pendiam, bukan wanita riang yang selalu mengibur teman-teman kuliah ataupun teman-teman SMA-ku yang sering menjenguk Arya. Akupun tak berani jika harus mengatakan kejadian ini kepada orang tuaku. Aku terus meratapi nasibku, setiap tangisan yang keluar dari air mataku selalu hilang oleh senyuman anakku. Demi anakku aku terus berjuang dalam ketakutan yang diberikan Mas Mahesa.
Semenjak kejadian itu pula, Mas Mahesa lebih jarang pulang kerumah sekalipun pulang kerumah hanya tidur dan santai, minta dilayani. Tak pernah aku merasakan kasih sayang dari suamiku ini. Tiap kali pulang pun jarang sekali Mas Mahesa menyentuh tubuhku. Mungkin tubuhku kurang bagus, berbagai macam cara aku lakukan untuk merawat tubuhku dari minum jamu, vitamin dan lain sebagainya. Ibuku yang tak pernah tahu semua permasalahanku turut mendukungku. Sebenarnya Ibu menyarankan aku untuk memakai kebaya agar terlihat sepertinya dan katanya suami pasti akan menyukainya. Tapi aku menolaknya, karena pada saat itu umurku masih muda dan Ibu memakluminya. Akupun tetap bertahan dengan mode pakaian yang sopan pada saat itu dan lebih suka memakai rok pendek selutut. Dengan segala usahaku tetap saja tak mempan untuk Mas Mahesa, untuk melihat tubuhku saja dia tidak mau sama sekali. Kurang apa aku ini sebenarnya, banyak dari teman laki-laki di kampus mendekatiku katanya aku yang cantik, kelihatan semok, kelihatan montok inilah itulah. Padahal setiap kali aku berangkat kuliah aku selalu mengenakan pakaian yang sopan, dan longgar. Setiap kali pedih mendera ingin rasanya aku bercerita kepada sahaatku Karima, tapi sekarang entah dimana dia.
