Bab 15
"Mana ada angkot malam-malam begini apalagi taksi, tenang saja nanti aku yang bicara kepada orang tuamu, kita nginap dulu di losmen" katanya.
Mau tidak mau akhirnya aku menuruti perkataan Mas Mahesa, dia mengajakku ke losmen tersebut. Mas Mahesa masuk menanyakan ke penjaga losmen itu. Losmen itu tampak bersih, layaknya hotel. Kulihat nama losmen tersebut, losmen MELATI. Dari losmen masih bisa aku melihat pantai dimana aku berada tadi.
"Dek...." panggil Mas Mahesa, akupun melangkah ke arahnya.
"Kamarnya tinggal satu, kita satu kamar berdua ya" ucapnya.
"Ya ndak bisa to mas, kita itu belum menikah, ndak boleh satu kamar" jawabku sedikit kesal.
"Lha mau bagaimana lagi, lha wong kamarnya tinggal satu" balasnya
"Mase, memangnya sudah ndak ada kamar kosong lagi to?" tanyaku kepada penjaga losmen.
"Su su sudah tidak ada lagi mbak" jawabnya gugup.
"Itu kunci masih pada nggantung, aku lihat juga pengunjungnya sedikit!" bentakku
"I...i....i...itu sudah a...a...ada yang pesan mbak" jawabnya tebata-bata, gugup.
"Sudahlah dek, ndak papa lha wong kita juga nggak ngapa-ngapain" potong Mas Mahesa, menenangkan aku. Bagaimana bisa seorang wanita dan laki-laki satu kamar?Apa kata orang? Tapi aku percaya kepada Mas Mahesa akan menjagaku.
Ya akhirnya mau ndak mau, aku harus satu kamar dengannya. Tapi dengan syarat dia tidur di bawah sedangkan aku tidur di kasur dan dia menyanggupinya. Kulihat jam dinding di atas kepala penjaga menunjukan pukul 18.00. Karena penat dan lelah aku menuju kamar losmen, kunci kamar kudapatkan dari Mas Mahesa. Kulihat kunci kamar bertuliskan nomor 20. Aku memasuki kamarku, lumayan juga kamarnya bersih dan wangi, aku pun duduk di pinggiran kasur. Tak ku lihat Mas Mahesa masuk kamar kemana dia? sambil menunggunya aku beranjak dan kubuka jendela kamarku. Melihat pantai nan indah di malam hari, menghirup hembusan angin segar pantai. Lama aku menunggu mas Mahesa tak kunjung tiba, jam dinding menunjukan pukul 18.45, perasaan takut ditinggal sendirian pun muncul.
Kleeeeek...... pintu kamar terbuka, kulihat Mas Mahesa masuk dengan sempoyongan kemudian menutup pintu.
"Mas, Mas kenapa?" ucapku sembari melangkah menangkap badannya yang hampir jatuh. Kupapah Mas Mahesa menuju kasur, tercium bau alkohol dari mulutnya. Kududukan Mas Mahesa dipinggir kasur, tubuhnya yang sempoyongan bersandar ke tubuhku.
"Halooooo cantiiiiiik muah muah muuuuuuuuuuuuuuuuuuah" ucap Mas Mahesa seperti orang mengigau sambil memajukan bibirnya ke arahku
"Mas Mabuk? Mas sadar mas" ucapku menyadarkan, kurebahkan tubuh mas mahessa ke tempat tidur, aku beranjak mengambil botol air mineral dari dalam tasku coba untuk aku berikan ke Mas Mahessa.
Tiba-tiba tangan kanan yang kekar menggenggam tangan kiriku, ditariknya tubuhku hingga rebah di tempa tidur. Kemudian.....
ketakutan itu ketakutan yang sebenarnya telah datang yang tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Ketakutan yang aku rasakan ketika aku sendiri sebenarnya adalah ketakutan awal yang menuntunku menuju ke ktakutan yang sebenarnya. Hembusan angin pantai yang kencang mengalun dari jendela dan dinginnya suhu udara di pantai membuat semuanya tampak serasi dengan apa yang aku rasakan. Sekuat-kuatnya seorang wanita di dunia ini walaupun dia seorang Atlet hebat tetap akan kalah dengan seorang laki-laki dengan profesi yang sama. Sekuat-kuatnya aku terus meronta meminta untuk dilepaskan tetap saja aku tidak sanggup untuk lepas dari cengkraman lelaki yang telah di kuasai oleh nafsu dan birahinya ditambah dengan dukungan alkohol yang masuk ke dalam tubuhnya.
Seharusnya aku bisa untuk melepaskan diri, tapi rasa lelahku tak mampu berbohong kepada diriku, aku tak mampu. Tangannya begitu kekar dan kuat menahan tubuhku hingga tak berkutik, Aku yang sudah merasakan lelah dan tak ada tenaga hanya menangis dan menangis..
"TOLONG MAS HENTIKAN, SADAR MAS SADAR!" Teriakku
"DASAR KAMU BAJINGAN MAS" makiku kepada Mas Mahesa.
"DASAR ... WANITA BODOH, DIBERI KENIKMATAN MALAH TIDAK MAU" Bentak Mas Mahesa
Plak.... Plak..... Plak.... tiga tamparan pun mendarat di pipiku, aku hanya menangis , aku sudah tidak berdaya lagi menghadapinya, aku tak mampu. Tangisku semakin menjadi-jadi, meratapi kebodohanku menerima paksaan Ayah agar menerima ajakan Mas Mahesa.
"DIAM!" bentaknya kembali.
Tiba-tiba saja kain putih disumpalkan dimulutku, itu celana dalamku. Kini suara tangisku sudah tidak terdengar lagi, hanya erangan kesakitan atas perlakuannya. Cengkraman tangan kanan pada payudara kananku kurasakan semakin keras, rasa sakit yang kurasakan bukan kenikmatan. Kulihat dia sedang melepaskan celananya.
"AKU HARUS MENDAPATKANMU SECEPATNYA" bentaknya dengan penuh makna, Aku tidak mengerti apa yang dia maksudkan, perkataannya hanya berlalu begitu saja.
"Ayah Ibu, maafkan anakmu tidak bisa menjaganya" bathinku dalam hati memohon ampun
Dan dia telah mengambil perawan ku waktu itu
Aku masih menangis dibawah tubuhnya, menangis sejadi-jadinya. Menangis karena masa depanku akan hancur, tak mampu lagi bersekolah dan memberikan malu terhadap keluargaku. Beberapa menit aku berada dibawahnya, tiba-tiba dia bangkit dan Tersenyum manis kepadaku.
"Sudahlah jangan menangis lagi, aku khilaf maaf ya" ucapnya, sembari melepaskan ikatan di tanganku dan mengambil sumpal dimulutku. Diapun berdiri dan telepaslah benda tumpulnya. Kemudian aku meringkuk di tempat tidur menangis sejadi-jadinya, kulorotkan kembali rok yang kupakai. Khilaf? Santai sekali dia berbicara seperti itu. Ingin rasanya aku membunuhnya tapi aku sudah tidak mempunyai daya sama sekali.
Lelaki itu kemudian berdiri memakai celananya sambil tersenyum manis kepadaku, aku membuang muka. Dia bergerak ke arahku dan mengelus-elus rambutku.
"Sudah tenang aku tanggung jawab kok, aku kan tunangan kamu jadi seharusnya kau tidak usah khawatir" ucapnya menenangkan aku.
"Ya benar hiks hiks hiks kamu memang tunaganku, tapi bukan begini caranya hiks hiks hiks kamu kasar hiks hiks hiks" ucapku disertai isak tangis. Aku pun mencoba beristirahat mengumpulkan kembali kekuatanku. Setelah beberapa menit aku beristirahat mencoba mengemebalikan kesadaranku.
"Sudahlah, rapikan bajumu aku antar pulang, kalau kamu tidak mau ya sudah aku akan bilang ke penjaga agar bisa menikmatimu juga ha ha ha" dengan tiba-tiba laki-laki itu berbicara yang seakan-akan aku bukan wanita yang berharga dimatanya kemudian meninggalkan aku dikamar sendirian.
Aku terkejut dan takut atas ucapannya dan tak mau kejadian ini terulang kembali, segera aku beranjak dari tempat tidurku dan duduk. Kulihat bercak merah disprei kasur itu, Aku sudah kehilangan keperawananku. Air mataku kembali menetes segera aku berdiri, seketika aku rasakan cairan menetes dari vaginaku. Kemudian ku lap dengan celana dalamku sekenanya, kumasukan celana dalamku ke dalam tas kecilku dan segera melangkah keluar. Kulirik jam dinding menunjukan pukul 20.00 dan ku banting pintu kamar ketika aku menutupnya. Dengan masih menangis aku berlari ke arah pintu keluar losmen, ku kuatkan untuk segera berlari keluar dan menuju ke mobil Mas Mahesa. Aku duduk di tempat duduk belakang, aku melihat Mas Mahesa sudah masuk dan tersenyum manis kepadaku. Bau amis masih tercium dari vaginaku.
"Jangan menangis lagi, nanti aku belikan permen ha ha ha" ucapnya lantang dengan tawa, aku yang mendengarnya kembali menangis tapi tak ku hiraukan dia. Aku membuang muka ke arah Losmen, Losmen dimana aku dihancurkan.
Dalam perjalanan pulang kulirik dia merasa bahagia atas apa yang telah dia lakukan kepadaku, dia menyanyikan lagu yang dia putar. Ingin aku memukulnya tapi bagaimana kalau dia menyeretku dan membuangku di tempat ini, kemudian memanggil preman-preman dan menyuruh mereka memperkosaku. Aku terdiam di bangku belakang mobilnya, nafasku masih tidak teratur, terisak-isak.
Sampailah di rumah, aku dipapah olehnya ke dalam rumah. Aku disambut dengan teriakan amarah Ayahku karena terlalu malam bermain. Tiba-tiba tubuh ini menjadi lemas dan tak berdaya, aku terjatuh ke arah Ayahku. Tas yang kubawapun terjatuh dan terjatuh pula celana dalam. Ayahku yang melihat isi tas yang keluar, tertegun dan terkejut apa lagi bau amis yang menyengat menusuk hidungnya.
Dengan sisa tenagaku, aku bersujud dihadapannya dan aku memohon ampun kepada Ayahku yang berdiri di hadapanku. Ku ceritakan semua hal yang terjadi, dan Mas Mahesa hanya terdiam dan tertunduk. Seketika itu pula, tangan ayah diangkat ....
"Teishi! Sore wa anata no seide wa arimasen, anata ga hirateuchi baai, watashi wa anata no menomaede jisatsu o shimasu! (Hentikan! itu bukan kesalahan anakmu dan jika kamu menamparnya aku akan bunuh diri di hadapanmu!)" teriak Ibuku dari belakang Ayahku sambil menahan tangan Ayahku. Terkadang Ibu menggunakan bahasa jepang dalam percakapannya walaupun beliau sangat mahir dalam bahasa Indonesia ataupun jawa.
Ayahku yang mendengar teriakan Ibu kemudian terhenti, dan kemudian mengarahkan amarahnya ke Mas Mahesa. Dan menuntut Mahesa untuk mengawiniku secepatnya. Mengawiniku? Itukan yang di inginkan lelaki ini? Kemudian Mas Mahesa menjelaskan semuanya, dia mengakui kesalahannya karena pengaruh minuman beralkohol yang diberikan oleh penjaga losmen. Tiba-tiba dari belakang Ayah muncul sebuah tinju mengarah ke arah Mas Mahesa, cepat dan keras membuatnya tersungkur. Ya Mas Andi, langsung melompat dan menindih tubuh Mas Mahesa dan didaratkan puluhan pukulan ke arah wajahnya. Ayah kemudian menarik tubuh Mas Andi, Mas Mahesa diam saja kemudian berdiri dan menunduk disertai senyuman kemenangan tersungging di bibirnya.
