Wanita Miliknya
"Ya, aku memang bodoh. Mungkin memang Tuan, yang dari lahir sudah bisa berbicara sampai mahir menghina orang lain. Tuan tolong ajari aku yang bodoh ini." Aira membalikkan perkataan Mark Zega sebelumnya.
Aira tidak marah, dia mengaku bahwa dia tidak pintar seperti kebanyakan orang dapat menguasai semua mata pelajaran. Dia hanya pandai menggambar saja, mendapatkan beasiswa kuliah jurusan desainer sudah menguras seluruh otaknya. Untung saja kepalanya tidak sampai pecah.
Dalam dirinya memang tidak ada yang bisa dibanggakan. Orang tua sudah tidak punya, rumah di panti asuhan, sedangkan teman dekat dia tidak memilikinya kecuali kakak angkatnya di luar negeri. Sementara kekasihnya sudah direbut juga oleh adik pria di depannya ini.
"Kau berani juga menentangku?!"
"Tidak berani maka aku akan ditindas terus sama orang lain, terutama orang sepertimu ini."
Mark mengepalkan tangannya dan menggertakan giginya menatap tajam ke arah Aira. Diwaktu bersamaan, mobil berhenti di depan pintu Zega mansion. Mark menurunkan amarah turun dari mobilnya. Akan tetapi, Aira berdiam diri saja di dalam mobil itu. Untuk apa dia turun, pikirnya dalam hati.
Mark kehilangan kesabaran karena Aira terus memberontak kepadanya. Dia tidak pernah sesabar ini menghadapi orang lain selain adiknya, Mabelle. Mark membukakan pintu di samping Aira lalu berkata kasar: "Turun!"
"Jangan membuatku mengulang hal yang sama!" Mark memberinya ancaman. Akan tetapi, Aira bergeming membuang muka. Atas dasar apa dia harus menuruti perkataan pria di depannya ini.
Kesabaran Mark telah hilang, dia melambaikan tangannya menyuruh pengawalnya menyeret Aira keluar dari mobil; mereka baru saja tiba menggunakan mobil lainnya. Mark mengabaikan Aira masuk ke dalam rumah mewah miliknya.
Aira tidak pernah melihat rumah bagus menjadi terkesima dengan desain rumah di depannya ini. Dia dari balik kaca mengintip dan dalam hati berkata; dia sangat memimpikan memiliki rumah seperti itu.
Di depan Aira sudah ada dua pengawal mau menyeretnya pergi, tapi dia dengan cepat berkata: "Aku bisa sendiri!"
Aira tidak bisa bergerak bebas; tangannya masih terikat di belakang. Dia meminta tolong sebelum pergi keluar. "Tolong lepaskan dulu ikatan di belakangku ini!"
Pengawal Mark pun membantunya.
"Terima kasih!" Aira tersenyum ketika pengawal Zam selesai membantunya melepaskan ikatan di tangannya. Dia meraih tas ranselnya dan memakainya di punggung.
Aira keluar dari mobil melihat ke kiri dan ke kanan. Dia memerhatikan setiap detail pahatan dari rumah itu seakan memberitahu bahwa dia itu memang sangat misikin; hanya melihat dinding saja sudah mau meneteskan air liurnya apalagi hiasan di dalam rumahnya, mungkin dia akan pingsan.
Di depan pintu rumah berjejer dua baris pelayan wanita menyambut kedatanganya. Aira diam mengerutkan keningnya; apa memang begini cara orang kaya membuktikan mereka kaya dengan memiliki puluhan pelayan di rumahnya. "Halo!" Aira melambaikan tangannya menyapa pelayan sedikit membungkukkan badannya.
Pelayan hanya diam saja menundukkan kepalanya, sesekali mereka melirik ke arah Aira yang memiliki penampilan aneh dimata mereka. Ditatap seperti itu membuat Aira seperti menjadi alien.
Aira masuk saja melangkahkan kakinya mengamati rumah mewah milik pria dingin itu. Dia menatap ukuran langit-langit yang menjulang tinggi seakan itu adalah langit yang biru.
Tiba-tiba ada wanita cantik bersedekap berdiri berjarak beberapa meter darinya. "Kakak kenapa membawa barang rongsokan seperti ini?!" nada bicara Mabelle sangat mengintimidasi juga kekanak-kanakan dan manja.
Aira mengerucutkan mulutnya, tidak terima dikatakan barang rongsokan. Dia menebak, wanita di depannya ini pasti adik pria dingin itu; perilakunya sama, sama-sama kasar dan suka merendahkan orang lain.
"Hei, Nona, sejak kapan wanita cantik sepertiku ini dianggap barang rongsokan?!" Aira dengan ransel di belakangnya menatap tajam ke arah Mabelle. Aira memang gambaran wanita cantik yang diinginkan semua orang apalagi lawan jenisnya. Mata hitam berkilau, kulit putih bening, bentuk wajah menggemaskan membuat orang mudah jatuh cinta padanya dalam 1 kali tatapan.
"Kau sudah buta, ya?!" Setelah diam beberapa saat, Aira melanjutkan perkataannya membungkam perkataan tidak mengenakan hati itu.
Pelayan berdiri di belakangnya samar-samar menahan tawanya, pasalnya belum pernah ada orang yang berani menentang nona mereka. Selama ini, tuan mereka selalu menuruti perkataan Mabelle, tidak membiarkan dia disakiti oleh siapapun. Mereka memberi Aira 4 jempol atas keberaniannya itu.
Tapi, bukankah dia sedang mencari masalah dengan Mark?!
Mark sudah selesai berganti pakaian, dia menuruni anak tangga. Mabelle melihat kakaknya turun langsung menghampirinya dan mengadu. "Kak, wanita itu mengataiku buta." Mabelle melingkarkan tangannya di tangan Mark lalu memanyunkan bibirnya seakan dia itu sudah ditindas oleh Aira.
"Minta maaf!" Pandangan mata tajam tertuju ke arah Aira. Belum memastikan kebenarannya, dia sudah marah-marah menyalahkan orang lain.
Aira menunjuk dirinya sendiri: "Aku?! harus minta maaf?! Sejak kapan korban harus minta maaf pada pelaku?!"
Aira melongos melanjutkan melihat-lihat rumah mewah itu. Anggap saja dia sedang melakukan tur gratis. Dalam kamusnya pantang minta maaf atas kesalahan yang tidak dia lakukan.
"Kak, lihatlah sikapnya itu, bahkan tidak menghormatiku sama sekali." Mabelle terus mengompori Mark untuk memarahi Aira.
"Menghormati orang pun harus lihat dulu siapa orangnya. Kalau orangnya galak seperti anjing gila begitu mana ada orang mau menghormatinya." Aira sambil berjalan bergumam sendiri. Meskipun begitu, perkataan jahatnya masih terdengar oleh semua orang.
"Kak, dia mengataiku anjing gila!" Mabelle menghentakkan kakinya, air matanya sudah menggenang di bola matanya siap turun kapanpun.
Mark sangat menyayangi adiknya, dari kecil mereka hidup berdua saja. Orang tua mereka sangat sibuk berbisnis sampai-sampai bertemu mereka itu dapat dihitung jari selama mereka hidup. Demi menenangkan adiknya, dia rela melakukan apapun termasuk hal ekstrim sekali pun.
Di depannya ini, ada wanita yang membuat adiknya bersedih. Mark sebagai kakak tidak bisa berdiam diri. Mata Mark berapi-api berjalan ke arah Aira, mencengkeram tangannya lalu menyeretnya ke lantai atas. "Ikut aku!"
"Tidak mau! Lepaskan tanganku, kau menyakiti tanganku!" Pegangan tangan Mark sangat kencang membuat pergelangan tangannya berubah kemerahan dalam hitungan detik.
Suara ribut-ribut membuat Marcell ikut keluar dari kamarnya. Dia seperti menyadari bahwa itu adalah suara gadis kecilnya. "Aira!" Mata Marcell berbinar cerah. Akhirnya setelah satu bulan dia bisa melihat wanita miliknya, tapi itu sebelum pernikahan mereka dikacaukan oleh Mark Zega.
Selama 1 bulan, dia pun tidak bisa bebas keluar masuk rumah ini; selalu ada pengawal Mark di sampingnya. Kebebasan dia dan harga dirinya sebagai lelaki telah dirampas oleh Mark si iblis berwujud manusia itu.
"Kak Marcell!" Aira menoleh ke arah Marcell. Aira menggunakan 1 tangannya memukul tangan Mark lalu menghempaskan tangan Mark sampai pegangan di tangannya lepas. Pikiran logisnya berkhianat ketika mendengar suara lembut Marcell memanggil namanya. Padahal hari sebelumnya dia dengan sadar bertekad untuk melupakan Marcell; mengubur kenangan indah mereka untuk selamanya.
Aira berlari sekuat tenaga ke arah Marcell. Dia kira selamanya dia tidak akan bertemu lagi dengan pria baik dan penyayang seperti Marcell.
