Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Surat Perjanjian

"Jika iya kenapa? jika tidak pun kenapa? Apa harga darimu jatuh dengan perkataanku barusan?! Lalu bagaimana denganku?!"

Aira mengingatkan Mark tentang peristiwa mencekam malam itu.

Mark mengagahinya begitu kejam sampai-sampai dia selama sebulan terakhir selalu bermimpi buruk tentang apa yang Mark lakukan kepadanya. Jika itu dialami wanita lain mungkin wanita itu sudah menjadi gila atau tinggal nama saja.

Aira tertawa lalu mendorong tangan Mark dari dagunya. "Jangan menyentuhku! Tanganmu itu sangat kotor! Aku tidak sanggup mencuci sisa kotorannya."

Perkataan Aira mampu menggetarkan hati Mark yang beku. Sebelumnya dia merasa setinggi gunung namun sekarang dia merasa serendah tanah dan sekecil butiran debu.

"Satu lagi, aku meminta kompensasi darimu untuk melahirkan anak ini." Aira berkata terus terang tentang apa yang diinginkannya. Dia bukannya tidak tahu diri tapi sedang memanfaatkan peluang. Pria itu begitu menginginkan anaknya, jadi dia pun akan memberikannya dengan kompensasi.

"Sebelumnya, bukankah kau sangat sombong menolak pemberian dariku?!" Mark menyindirnya.

"Itu berbeda, kau memberi uang itu untuk membayar harga diriku. Kau pikir harga diriku begitu murah dihargai 8 miliar olehmu?!"

"Tentang penawaranku, aku rasa kau tak akan keberatan. Kalau tidak, aku meragukan identitasmu sebagai ahli waris kerajaan bisnis di kota ini."

"Berapa yang kau mau?!" Mark kehabisan kata-kata menghadapi Aira memilih setuju.

"1 Triliun!" Aira langsung mengatakannya tanpa memikirkan konsekuensi apa yang akan dikatakan orang lain kepadanya.

"Kau mau merampokku?!" Mark memelototinya. Selama ini tidak ada yang berani bernegosiasi denganya, dalam hubungan bisnis, orang yang menentukan harga adalah dia.

"Tidak sama sekali! Ini adalah transaksi yang sama-sama menguntungkan, kau menginginkan anak ini maka aku memberikannya kepadamu. Kalau tidak sanggup pun tidak apa-apa, tidak masalah juga, aku bisa membesarkannya sendiri."

Aira bukan sedang menjual anaknya. Sesungguhnya, daripada harta, Aira lebih memilih anaknya. Namun, dia takut bersikap sangat menginginkan anaknya, yang justru dimanfaatkan oleh orang lain lalu menjadi kelemahannya dikemudian hari.

"Baik, aku akan menyiapkan surat kontraknya!" Mark menyanggupi permintaan Aira. 1 triliun bukan apa-apa bagi keluarga mereka yang memiliki bisnis di berbagai belahan dunia.

"Aku menginginkan setengah dari uang itu dibayar dimuka. Aku tidak mau rugi!"

"Kau punya nyali juga?!" Mark berang didesak oleh seorang wanita. Di seluruh kota Octopus tidak seorang pun berani mendebatnya. Namun, wanita di depannya ini seperti harimau yang selalu menampakkan taring mau menerkamnya.

"Memangnya kalau wanita harus menagis terus seperti adik manjamu itu?! Kau pikir hamil selama 9 bulan itu tidak butuh tenaga? Kalau kau tidak mau bayar pindahkan saja bayi ini ke dalam perutmu dan kau rasakan sendiri bagaimana menjadi wanita hamil!"

Mark terdiam. Dia mengakui adiknya sangat manja. Tapi, dia menyayanginya sepenuh hati. Adiknya adalah satu-satunya kehidupannya dimasa depan. Untuk orang tua, dia menganggapnya sama seperti orang luar lainnya. Mereka tidak akrab apalagi memiliki keterikatan dalam hubungan psikologis. Baginya, kedua orang tuanya adalah mesin untuk melahirkannya saja.

Beberapa menit Mark sudah selesai membuat surat perjanjian diantara keduanya.

"Tanda tangan!" Mark meletakkan surat perjanjian di depan Aira.

"Aku mau lihat dulu bukti transfernya." Aira belum mau tanda tangan sebelum memastikan semua uangnya sudah masuk ke dalam rekeningnya.

Mark memerlihatkan email bukti transfer dari rekening pribadinya untuk Aira. Aira tersenyum melihat bukti transfer itu langsung menandatangani surat perjanjian mereka.

"Aku mau kamar sendiri!" Aira tidak mau tinggal 1 kamar dengan Mark. Berbagi udara dengan orang yang dia benci seakan menghirup karbondioksida bukan oksigen untuk bertahan hidup.

"Kau tidak punya kekuatan untuk mengaturku. Kau pikir aku tidak tahu apa niatmu?! Kalau aku membiarkanmu tidur sendirian, kau yakin tidak akan memasukkan pria lain ke dalamnya?!"

Mark tidak mau Marcell menemui Aira. Pria itu adalah suami adiknya, tidak boleh dekat dengan wanita lainnya.

"Pikiranmu saja yang kotor!" Aira tidak terima dengan pemikiran Mark.

"Aku hanya tidak ingin menemukan wanita berselingkuh di dalam rumahku. Kita belum bercerai dan aku ini masih suamimu."

"Ck! ternyata kau juga takut diselingkuhi orang lain?! Kupikir dirimu itu orang yang bebas!"

Mark memelototi Aira. Belum sempat dia mau berkata, Aira sudah duluan berkata. "Lagipula aku tidak pernah menganggapmu suamiku. Suami macam apa tidak pernah bersikap lembut dengan istrinya."

"Kau mau aku bersikap lembut denganmu?! Mimpi saja!" Mark menjentikkan jari telunjuknya di kening Aira.

"Au!" Aira memegang keningnya.

"Oke ini memang rumahmu, aku tidak punya kekausan, kau berikan aku kasur tambahan saja. Aku tidak mau tidur dekat-dekat denganmu."

"Kau tidur di sofa saja kalau tidak mau dekat-dekat denganku."

Mark masih ada urusan. Karena bertemu dengan Aira dia harus pulang ke rumah. Tadinya dia harus pergi ke luar negeri juga, tapi dia urungkan karena bertemu dengan Aira dan mengetahui bahwa Aira hamil anaknya.

"Aku masih ada urusan, kalau ada apa-apa katakan saja pada kepala pelayan. Jangan mendekati Marcell dan bertengkar dengan adikku lagi. Kalau kau melanggar, aku akan mematahkan kedua kakimu."

"Itu tergantung, kalau adikmu bersikap baik aku juga tidak bertengkar dengannya. Untuk Kak Marcell, kami pun sudah menganggap satu sama lain adik dan kakak." Aira bersilat lidah, yang berkomitmen menganggap Marcell sebagai kakak hanya dia saja. Sedangkan, Marcell belum mengatakan apapun tentang hubungan mereka sebelumnya.

Ancaman Mark tidak mempan sama sekali. Mark cuma manusia biasa apanya yang mau ditakuti. Kecuali kalau pria di depannya itu memakan orang barulah dia takut.

"Jangan membantah!" Mark geram lagi.

"Aku tidak membantah, Tuan Mark! Aku hanya berkata apa adanya saja. Lebih baik kau peringatan adikmu saja, dia yang lebih dulu mencari masalah denganku."

"Apa kau bosan hidup?!"

"Tidak juga! Kalau ada yang membunuhku aku tidak akan marah, hitung-hitung membantuku meringankan beban hidup."

"Aira!"

"Ya, Tuan Mark, aku mendengarkanmu."

"Jangan selalu menjawab perkataanku!"

"Sebelumnya di dalam mobil, kau bilang aku tuli karena tidak menjawab pertanyaanmu. Kalau begini, bukankah Tuan Mark tidak konsisten?!" Aira menaikkan satu alisnya menatap Mark.

Mark sudah meradang, Aira selalu saja bisa menjawab perkataannya.

"Kenapa kesal denganku?!" Aira melihat perubahan Mark langsung mengajukan pertanyaan provokasi. "Sudah kubilang tinggal usir saja aku dari tempat ini. Rumah mewah ini tidak cocok denganku, lebih baik aku tinggal di kuburkan daripada di tempat ini. Di kuburan tidak ada yang mengusikku, tinggal disini lebih menyeramkan daripada tinggal di kuburan. Apalagi melihatmu itu, bawaannya seperti melihat iblis penyabut nyawa saja."

"Apa katamu?!"

"Iblis penyabut nyawa! Ada yang salahkah?!" Aira berpura-pura bodoh.

"Oh ya... sebelum kau pergi, ganti ponselku yang kau buang, aku mau menelpon Kakak angkatku di luar negeri."

"Pakai telepon rumah saja!" Mark tidak mau berlama-lama di dalam kamar itu. Dia takut didetik berikutnya, dia akan memakan wanita di depannya ini.

Mark berjalan cepat keluar meninggalkan Aira sendirian di dalam kamar. Suara pintu tertutup sangat kencang. Mark sangat marah sampai-sampai semua pelayan berpapasan dengannya terkena imbasnya. "Apa lihat-lihat? Mau kena pecat?!"

Pelayan menundukkan kepalanya tidak berani melihat ke arah Mark. "Tidak Tuan, maafkan aku. Aku tidak bermaksud apa-apa. Sungguh!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel