Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Lakukan Seperti Apa Yang Kau Katakan Mark!

Buk! kepalan tinjau menghantam wajah tampan Marcell. Wajahnya memerah, sudut bibirnya bengkak mengeluarkan sedikit darah. Rasa sakit tak terbendung, namun sebagai pria sejati Marcell tidak pernah menunjukkan rasa sakit di hadapan Mark.

Marcell tersenyum simpul, bibirnya mengerucut ke sudut kanan atas. "Ck! kau selalu begini? Kapan adikmu akan berubah sifatnya?! Siapapun yang dinikahi olehnya pasti tidak akan tahan dengan sikapnya seperti ini! Terlebih kau selalu ikut campur dalam pernikahan ini. Yang menikah dengannya itu aku atau kau, Mark?!"

Hantaman tinju kedua melayang lagi. Marcell tidak mengelak sama sekali. "Pukul saja sampai kau puas, Mark. Tapi, ingat! segala sesuatu pasti ada balasannya." Seringai Marcell mekar sempurna. Dia begitu karena sudah kesal dengan perhatian berlebih Marcell kepada Mabelle. Seorang pria tidak mau rumah tangganya dikendalikan pria lain. Mau apapun alasannya, tidak bisa diterima.

"Ini terakhir kali aku memeringatimu, Marcell. Jika kau membuatnya meneteskan air matanya atau pun memukulnya. Keluargamu kupastikan akan hancur!"

"Lakukan seperti apa yang kau katakan, Mark! Sekuat apapun aku berusaha, hubungan ini tidak akan berhasil jika kau terus ikut campur!" keluh kesahnya dia lemparkan semua diwajah Mark. Sudah cukup dia bungkam dengan perilaku gila Mark. Kakak macam apa memanjakan adik sampai membenarkan semua perkataan adiknya.

Mark pergi, tinggal Marcell memegang lehernya yang hampir tercekik oleh tangan Mark. Dalam matanya telah tertanam benih kebencian.

Tangan Marcell memegang luka memar di bibir dan pipinya. Dia kelelahan duduk di kursi kerjanya bersandar punggung menghirup udara sepuas-puasnya.

Mark mendatangi adiknya di dalam kamar. Mabelle belum juga tidur, matanya sudah bengkak semua karena tidak berhenti menaggis. Mark memeluk adiknya dan mengusap kepalanya. Semua bentuk perhatian dan kasih sayang dia curahkan untuk Mabelle. "Belle, jangan menangis lagi." Mark menghiburnya. Berbicara dengan Mabelle tidak bisa keras seperti berbicara dengan orang kebanyakan. Adiknya sangat sensitif sehingga dia itu mudah sekali marah, menangis atau pun tertawa.

Mark menghapus sisa air mata Mabelle. Dia pun berkata lagi: "Untuk sekarang Kakak tidak bisa mengusir Aira, dia sedang hamil. Kakak harap kamu mengerti."

"Kenapa bisa seperti itu?!" Mabelle terkesiap menatap wajah kakaknya. Dia kaget mendengar bahwa Aira sedang hamil.

"Ini kesalahan Kakak. Kakak salah perhitungan. Semua Kakak lakukan demi kamu. Tapi, tidak menyangka masalah ini akan muncul. Yang perlu kamu lakukan sekarang adalah menghindarinya saja."

"Jadi, Kakak juga lebih menyayangi dia dibandingkan Belle?!" Belle menangis lagi lalu memukul dada Mark.

"Bukan seperti itu. Kakak sudah menghukumnya. Dia tidak akan berani lagi menganggumu. Percaya sama Kakak, Kakak tidak pernah membuat Belle kecwa, 'kan?"

"Tapi, Kak-" Mabelle mana peduli dengan hal seperti itu. Yang dia inginkan hanya Aira pergi dari rumah itu secepatnya.

"Sssssssscht! Jangan mengatakan apapun lagi, suaramu sudah mau habis. Setelah dia melahirkan, Kakak akan mengusirnya hari itu juga. Kakak tidak mau anak kakak dibesarkan olehnya. Kamu juga tahu menggugurkan bayi itu sama saja dengan membunuh. Jangan ribut lagi, ya?"

Mark sangat sabar menenangkan adiknya.

"Bagaimana kalau wanita itu menggoda Marcell lagi, Kak? Bukan waktu sebentar untuk melahirkan apalagi dia baru hamil. Belle tidak mau kehilangan Marcell, Kak. Belle bunuh diri saja kalau Marcell sampai meninggalkan Belle demi wanita itu."

Selalu kata bunuh diri yang terlontar dimulut Mabelle ketika menyangkut Marcell. Mark kian cemas, mau bersikap keras pun tidak bisa lagi. Mabelle sudah terbiasa dimanjakan olehnya.

Mark mengusap kepala Mabelle "Belle, tenanglah, jangan berkata seperti itu lagi. Kamu tidak mau Kakak sedih, 'kan? Dengan dia ada disini kita lebih mudah mengawasinya. Dia tidak akan berani macam-macam sama, Belle. Percaya sama, Kakak. Belle anak baik, tidak boleh menangis lagi."

"Tapi, Kakak harus janji sama Belle, tidak boleh membiarkan wanita itu mendekati Marcell lagi. Belle sakit hati saat melihatnya tersenyum dengan tatapan menggoda menyapa Marcell di depanku saat mau makan malam tadi. Belle sampai menahan lapar, Kakak bisa dengar, 'kan? perut Belle sudah bunyi minta makan." kelakar Mabelle selalu saja berhasil untuk mendapatkan simpati dari Mark. Wajahnya ditekuk sedemikian rupa menggambarkan betapa dia sangat menyedihkan kala kejadian itu menimpanya.

Belle belum dewasa juga walaupun umurnya sudah 23 tahun. Hidup tanpa buaian kasih sayang Ayah dan Ibu membuatnya tidak memiliki rasa simpati pada orang lain. Yang dia pedulikan hanya kesukaan dia saja. Terlebih selama ini, Mark terlalu berlebihan menyayanginya, menuruti apa saja keinginannya tanpa bertanya apa masalahnya. Mark selagi Mabelle menginginkan sesuatu, dia selalu memberinya, termasuk pernikahan dengan Marcell waktu itu.

Mabelle meringkuk manja di dalam pelukan Mark. Mark pun membujuknya makan karena dia tidak mau adiknya sakit. Lewat bujukannya, Mabelle setuju untuk makan lalu pergi tidur.

Mabelle adalah adik paling disayangi oleh Mark. Sejak Mabelle kecil, Mark yang selalu merawat dan menjaganya hingga keterikatan diantara mereka sangat kuat. Ketika Mabelle sakit maka Mark pun akan merasakannya secara naluriah.

Aira di lantai atas baru selesai berganti pakaian. Dia sangat kedinginan. Dia tidak mau sakit mengeringkan rambutnya terlebih dahulu. Selesai mengeringkan rambutnya, Aira kembali berbaring di tempat tidur. Apa yang dia alami barusan sama sekali tidak dia rasakan. Penderitaan hidupnya lebih kejam dari hari ini. Anggap saja dia mandi pagi untuk menyegarkan diri.

Mark tidak naik ke lantai atas sampai matahari telah bersinar dan Mabelle tertidur nyenyak. Mark masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Aira masih tidur di tempat tidur. Dia melihatnya seperti itu seperti tidak ada rasa bersalahnya terhadap Mabelle. Apa dia kurang mendisiplinkannya?! pikirnya dalam hati.

Mark memercikkan air diatas wajah Aira. Aira sedang kedinginan, bibirnya sampai gemetar.

Mark sekali lagi memercikkan air di atas wajah Aira. Aira tidak juga merespon. Mark sangat kesal. "Kau mau bangun atau tidak?! Jangan jadi orang pemalas. Aku mau sarapan! Selama kau disini kau harus menyiapkan sarapanku. Aku memberimu uang bukan untuk bersantai-santai saja."

"Mark, kepalaku pusing, hari ini tolong izinkan aku tidur lebih lama." Aira dengan mata terpejam menjawab perkataan Mark. Tenaganya tidak kuat untuk berdebat. Biasanya dia langsung menepis segala perkataan Mark dengan mudah. Tapi, sekarang dia bahkan tidak punya kemampuan untuk bicara banyak. Tubuhnya benar-benar lemas seperti kulit tanpa tulang.

Aira butuh istirahat. Dia pun kalau sedang tidak enak badan mana mungkin bangun kesiangan. Dia di panti asuhan jam 4 pagi sudah bangun menyiapkan sarapan pagi bersama Ibu panti dan adik-adik lainnya.

"Tidak terima alasan! Aku tidak suka orang yang menggerogoti uangku seperti ngengat. Mau uang tapi tidak mau bekerja."

"Mark..."

Mark menarik selimut Aira. "Bangun!" Mark tetap pada pendirian awalnya. Dia mau Aira berhenti memberontak dan menuruti perintahnya.

"Mark, tolong..." Meskipun Mark terus memarahinya, Aira tetap mencoba bernegosiasi. Tubuhnya sudah sangat lemah. Apa Mark tidak bisa mengasihaninya kali ini saja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel