Ada Orang Asing di Sampingnya Membuatnya Susah Tidur
Mark menggertakan giginya, dia sudah hilang kesabaran menghadapi Aira. Dia mengambil satu gelas air lalu dituangnya ke atas wajah Aira.
Byur! Segelas air membasahi wajah cantik Aira bagi hujan badai. Aira tersentak kaget, untungnya air tidak sampai masuk ke lubang hidungnya, yang bisa mengakibatkan dia tersedak.
Aira terpaksa bangun dengan posisi mata setengah terpejam dan kepala terasa pusing berputar-putar seperti gangsing. Belum sampai pintu, Aira sudah tidak kuat, dia meraba-raba ke depan lalu memegang gagang pintu dan merosot jatuh.
Mark menoleh. Dia kira Aira tertidur lagi. Mark mau marah, tapi pas melihat Aira tidak sadar, dia pun menjadi cemas.
Buru-buru Mark menghubungi dokter keluarga. Mana tahu keselamatan wanita itu benar-benar sedang terancam. Dia tidak peduli dengan Aira. Yang dia pedulikan adalah anak di dalam perutnya itu. Keturunan Zega tidak boleh ada cacat celah. Dia akan menguliti Aira jika ada masalah dengan anaknya di dalam sana.
Dokter keluarga selalu ada di mansion itu sendiri, hanya tinggal di gedung terpisah dari rumah utama. Mereka tinggal di villa bagian barat dengan peralatan medis lengkap dengan obat-obatannya.
Aira terbaring lemah di atas tempat tidur. "Tuan Mark, Nona Aira, demam dan flu ringan. Dia juga kekurangan gizi sehingga tubuhnya rentan terpapar penyakit. Aku takut kesehatan bayinya ikut bermasalah."
Aira semenjak mengalami kejadian malam mencekam bersama Mark tidak memiliki napsu untuk makan. Akibatnya selama sebulan dia kehilangan berat badannya sebanyak 5 kilogram. Baru ketika dia mengetahui bahwa dia hamil memaksakan diri untuk makan. Hal itu pun dia lakukan karena memikirkan kehidupan baru di dalamnya. Jika tidak begitu, mungkin hari ini akan bertambah kurus. Tidak heran jika dokter Zac mengatakan bahwa Aira mengalami kekurangan gizi.
"Sudah tahu begitu, kau buatkan dia resep obat, menu makanannya, dan semua kebutuhan yang dia perlukan. Pokoknya kalau ada masalah dengan anakku, kalian yang duluan aku cari!" Mark langsung memarahi dokter keluarganya.
Zac Efron menghela napas lalu memandang Mark dengan senyumannya. Menjadi dokter keluarga ini benar-benar memiliki tekanan batin tinggi. Dia sudah terlanjur tanda tangan kontrak selama 2 tahun. Pantas saja setiap dokter bekerja di rumah ini selalu tidak betah. Yang membuat mereka berpikir 2 kali mungkin karena gajinya sangat fantastis mengalahkan dokter sepesialis senior.
Zac Efron memiliki temperamen sangat tenang, dia yang kuat begini hampir menyerah mengatasi tempramental Mark selalu meledak-ledak ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya
"Baik, Tuan Mark, saya akan menyiapkannya. Nona Aira pasti baik-baik saja dalam penangananku."
"Bagus kalau kau sadar dengan tugasmu. Jangan hanya menginginkan gaji tinggi sementara pekerjaan kalian sangat buruk."
Mark tidak bisa kalau tidak memaki orang lain. Mungkin dia akan terkena serangan jantung bila tidak marah-marah. Tapi, bukankah sakit jantung itu slaah satunya dipicu oleh sikap tempramental buruk seperti Mark itu?!
"Larissa kemari...." Zac Efron memanggil asistennya. "Kamu pergi ambilkan obat ini dan menu makanan sehat untuk Nona Aira." Zac memberikan catatan kepada Larissa.
"Baik, Dok... segera saya ambilkan." Asisten Larissa sampai gemetaran melihat amarah berapi-api Mark. Wanita mana yang berani dekat-dekat dengan Mark itu, pikir Larissa diam.
"Jangan lama-lama! Aku sedang mengevaluasi pekerjaan kalian!" Mark memberinya peringatan. Larissa mengutuk dalam hati. "Dasar Devil!"
Larissa berharap dia saja yang berhenti dari pekerjaan itu. Namun, setelah terpikirkan kualifikasi dia sebagai calon dokter akan tercoreng, Larissa mengurungkan niatnya itu. Dia datang kemari tidak lain mau mendapatkan rekomendasi dari pria Devil itu. Jika tidak, mana mungkin Larissa akan menjerumuskan diri sendiri dalam kesengsaraan ini. Dia mendengar dari asisten dokter sebelumnya, bekerja pada Mark, jika berhasil mendapatkan rekomendasi darinya semua rumah sakit besar akan menerimanya. Bahkan pemilik rumah sakit tidak tanggung-tanggung akan merekrut mereka secara pribadi. Hal demikian karena Mark hanya akan berkunjung ke rumah sakit yang ada bekas dokter keluarganya. Makanya pihak rumah sakit akan mati-matian merekrut orang itu demi mendapatkan investasi dari raja bisnis di kota Octopus.
Larissa sangat cekatan sudah kembali. Dia langsung memberikan obat-obatan beserta menu makan sehat untuk Aira. "Dokter ini obat Nona Aira dan catatan menu makan sehat untuknya."
"Terima kasih..." Zac Efron tersenyum untuk mengurai ketegangan pada Larissa, asistennya. Dia dulu juga begitu, menghadapi Mark itu seperti sedang berhadapan dengan algojo. Jantung memompa sangat cepat dan seluruh persendiannya terasa sakit.
"Kalian boleh pergi kalau sudah selesai. Jangan berlama-lama di rumah ini. Obat dan menu makannya berikan kepada kepala pelayan." Mark tidak suka ribut-ribut. Dia lebih suka keheningan. Makanya semua asistennya tinggal secara terpisah di rumah belakang pada malam hari, yang tersisa hanya kepala pelayan saja, itu pun dia tinggal di sudut ruangan paling ujung di lantai bawah.
Mark belum tidur semalaman, dia merasa sempoyongan berbaring di atas tempat tidurnya.
Ada orang asing di sampingnya membuatnya susah tidur. Suara napas Aira membuatnya kesal. Dia pun menutup telinganya. Dia akan beristirahat sebentar lalu pergi bekerja.
Marcell tidak mandi langsung pergi meninggalkan rumah Mark pergi ke kantornya. Di kantornya ada lusinan pakaian yang sengaja dia siapkan untuk dia berganti pakaian.
Penampilan kusut Marcell menggambarkan bahwa sesuatu buruk telah terjadi kepadanya.
Asistennya tidak heran bila saham perusahaan anjlok sampai titik terendah pagi ini. "Selamat pagi, Tuan Mark, Anda sudah membaca berita harian belum?" Asistennya langsung bertanya.
Marcell sedang tidak mood langsung duduk bersandar di kursinya. "Belum, ada berita apa?"
"Saham perusahaan turun drastis, Tuan. Tuan Besar, sudah menelepon ke kantor puluhan kali menanyakan keberadaanmu."
Marcell meraih ponsel di saku celananya. Dia tersenyum kecut ketika melihat layar hitam ponselnya. Pantas saja ayahnya meneleponnya ke kantor, rupanya ponselnya sudah mati sejak lama. Dia tidak mungkin ketinggalan informasi kalau ponselnya menyala.
"Ayahku bilang apa padamu?"
"Tuan Besar bilang dia mau bicara pada Tuan sesegera mungkin."
"Oke, kamu siapkan dokumen apa yang harus kukerjakan hari ini. Aku akan menelepon ayahku sebentar."
Mark mengambil ponsel rahasianya untuk menghubungi ayahnya. Ponsel yang sudah mati itu sudah disadap oleh Mark.
"Ayah, ada apa menelponku?"
"Marcell, ayah sudah menarik semua dana ayah di dalam negeri. Sekarang kamu tinggal putuskan sendiri pilihanmu. Jika tidak kuat kita bisa meninggalkan kota ini hari ini juga. Masalah penurunan saham tidak perlu kamu pikirkan, selama ibu dan ayah masih bisa makan tidak masalah, kami bisa bertahan dalam keadaan apapun. Yang penting kamu baik-baik saja disana."
"Ya, Ayah, aku sudah memikirkannya. Ayah dan Ibu jaga kesehatan. Tapi, sekarang tidak bisa Ayah, Aira juga ditahan olehnya. Mungkin setelah suasana kondusif aku akan keluar dari rumah itu sekalian membawa Aira. Dia menderita karena keluarga kita. Sudah sepantasnya Marcell menjaganya di rumah itu."
"Baik, Ayah percaya sama kamu, Nak." Telepon langsung diputus dan Marcell langsung mematikan ponsel rahasianya agar tidak terdeteksi keberadaannya oleh Mark.
Di kantornya ini ada pengawal Mark yang selalu mengawasi gerak-geriknya dari kejauhan beberapa meter saja. Jadi, segala tindakannya sangat dijaga dan sembunyi-sembunyi.
