Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kenapa Kau Tidak Menikahinya Saja Malah Menghancurkan Pernikahan Orang Lain?!

"Kalau begitu, kau bisa membantuku merubah penampilanku." Aira sekali lagi mencoba merendah diri di hadapan Mabelle. Mungkin dengan kegigihannya, Mabelle dapat melunak hati. Aira walaupun benci dengan orang tidak akan bersikap buruk terhadap orang itu. Kecuali, orang itu benar-benar tidak bisa dijadikan teman. Dia melihat Mabelle tidak seperti itu. Sikap Mabelle kepadanya walaupun sinis tapi tidak berpura-pura. Dia lebih senang kepada orang seperti itu ketimbang memiliki dua muka; berbuat baik di depan menusuk di belakang.

"Jangan harap, aku tidak mau membantu musuh!" Mabelle jelas menolak ketulusan hati Aira. Walupun Aira tidak berpikir macam-macam kedepannya, tetapi Mabelle berbeda. Mabelle beranggapan; jika penampilan Aira lebih cantik darinya, peluang dia mendapatkan Marcell pastilah semakin susah. Mana ada orang mau membantu siangan cintanya.

"Kau pelit sekali!" Aira merasa kemarahannya sudah di atas puncak kepalanya.

"Menjauhlah dariku, aku sedang tidak mood berbicara denganmu!" kemarahan Mabelle pun sedang berada dipuncaknya. Tidak dapat dilunakkan mau bagaimana pun Aira membujuknya.

"Hei, Mabelle, disini aku ini Kakak iparmu. Jadi, kau harus menghormatiku meskipun umurmu lebih tua dariku." Aira mengingatkan status dia di rumah ini.

"Jangan berharap aku menghormatimu. Kau itu cuma istri sementara saja. Setelah bercerai dengan Kakakku, kau bukanlah siapa-siapa lagi."

"Ya, meskipun perkataanmu benar, tapi kau tidak bisa memungkiri kenyataannya kalau aku adalah Kakak iparmu!" Aira tidak minta dihormati, dia hanya memberi tahu. Dia juga sebenarnya tidak ingin bertengkar. Tapi, sambutan Mabelle padanya benar-benar buruk. Dia tidak tahu mengapa demikian; dia cemburu atau memang sifatnya memang buruk.

"Kakakku sudah memiliki tunagan. Jika dia sudah kembali kau akan tahu bagaimana dia memberimu pelajaran." Mabelle memberi peringatan kepada Aira.

"Lihat saja nanti." Aira tidak sabar ingin melihat tunangan pria itu. Wanita seperti apa yang bisa menaklukkan hati sekeras batu itu. Apa yang membuatnya bertahan dengan pemilik wajah dingin dan masam seperti Mark.

Malam hari.

Makan malam sudah siap. Aira dipanggil oleh pelayan untuk makan malam bersama.

Marcell sudah duduk di samping Mabelle. Sementara Mark tidak ada, dia sedang dinas ke luar negeri melanjutkan penerbangan yang tertunda.

"Selamat malam, Kak Marcell, Mabelle." Aira tersenyum manis melambaikan tangannya lalu duduk di kursinya sendiri di depan Mabelle.

"Jangan suka tebar pesona dengan suami orang!"

Aira terdiam mendengar peringatan keras dari Mabelle. Padahal niat hati hanya ingin menyapa saja, bukan untuk menggoda Marcell. Salahkah dia jika menyapa orang. Apa menyapa di rumah ini dianggap menggoda?

"Belle..." Marcell memotong perkataan kasar Mabelle.

"Kenapa? kamu masih mau sama dia?!" Mabelle memarahi Marcell. Pokoknya kalau masalah menyangkut Aira dan Marcell dia mudah tersulut emosi.

Mabelle memerhatikan penampilan anggun Aira di depannya ini. Wanita ini bagaimana bisa berdandan cantik seperti itu. Bukankah sebelumnya dia mau minta diajari olehnya. Rupanya dia telah ditipu.

"Kalian tidak perlu bertengkar karena aku." Aira mencoba menengahi suasana canggung itu. Mereka mau makan bukan untuk berperang.

"Kau pergi sana! Aku tidak bisa makan bersama orang sepertimu ini!" Mabelle kehilangan selera makannya ketika melihat Aira ada di depannya.

"Belle, jaga sikapmu." Marcell tidak suka sikap sentimentil Mabelle. Semua orang berbuat hal yang tidak dia sukai akan kena marah.

"Kak Marcell, biar aku makan di dapur saja."

Aira pun sadar diri, dia dan Marcell tidak mungkin kembali bersama. Sikap sebelumnya terjadi karena dia terlalu senang bisa bertemu dengan Marcell, makanya ketika bertemu dia refleks berlari dan memeluknya.

Aira mengambil piring mengisi lauk lalu meninggalkan meja berjalan ke arah dapur.

Marcell melakukan hal yang sama. Dia mengikuti Aira makan ke dapur.

Dalam sekejap lauk di atas meja berhamburan. Mabelle mengamuk, dia kesal karena Marcell membela Aira dan lebih memilih makan bersama Aira dibandingkan dengannya.

Mabelle meminta ponselnya kepada pelayan. Dia mau mengadu pada kakaknya. "Kak, wanita itu membuatku kesal. Aku mau Kakak segera mengusirnya dari rumah ini. Dia itu wanita penggoda, perhatian Kak Marcellku sudah direbut olehnya. Dia meninggalkanku di meja makan sendirian demi wanita itu. Pokoknya aku tidak mau melihatnya di rumah ini lagi." Mabelle melemparkan teleponnya ke arah pelayan setelah mengakhiri panggilan teleponnya.

Mabelle kembali ke kamarnya, dia sama sekali tidak memiliki selera untuk makan.

Malam hari di luar negeri membuat Mark tidak tenang. Dia menyuruh asistennya untuk memesan tiket pesawat untuk menghibur adiknya yang sedang bersedih.

Mark mencengkeram ponsel di genggamnya seperti mencengkeram Aira. Wanita itu kenapa selalu suka membuat masalah.

Dini hari, Mark sampai di rumah. Dia langsung masuk menuju kamarnya di lantai atas. Di dalam kamar, Aira sedang tidur nyenyak. Wajah polos wanita itu membuatnya diam sejenak. Begitu ingat perilakunya, Mark langsung menarik kaki Aira untuk membangunkannya. "Bangun!"

Aira dipaksa bangun seperti itu menjadi jengkel. "Kenapa kau menggangu tidurku? Kau bisa tidur disebelahku, aku tidak menguasai semua kasur ini!" kata Aira.mengeluarkan seluruh kekesalannya.

"Katakan padaku, kenapa kau membuat adikku menangis?!"

"Aku tidak melakukan apa-apa kepadanya! Dia saja yang terlalu melebih-lebihkan semuanya. Apa-apa dijadikan drama, apa dia tidak capai bertingkah kekanak-kanakan seperti itu?!" Aira langsung membantah.

"Apa kau sudah lupa dengan perkataanku sebelumnya?!"

"Teserah padamu saja! mau percaya atau tidak! Aku mau tidur!" Dia menarik selimutnya kembali memejamkan matanya.

Mark sudah marah sampai ke ubun-ubun menarik Aira menyeretnya ke dalam kamar mandi. Untuk menyadarkan wanita itu atas kesalahannya, Mark mengguyur Aira menggunakan air dingin.

Aira menggunakan piyama tidur transparan; pancuran air di atas tubuhnya langsung mencetak lekuk tubuh sempurnnya.

"Mark! kau keterlaluan!" Aira mengusap air diwajahnya. Kecepatan air mengalir sangat besar membuat wajahnya sakit.

"Mark hentikan airnya!" Aira memblokir air yang jatuh di wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.

Mark belum puas. Ketika Mabelle meneleponnya dia bisa merasakan kesedihan teramat sakit yang dialami adiknya.

Mark mencengkeram dagu Aira dan memegang tengkuknya membuat Aira menengadah ke arahnya di bawah pancuran air. "Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah membuat masalah dengan adikku!"

Setelah selesai, Mark melepaskan pegangannya mendorong Aira.

Aira terbatuk-batuk dua kali karena tersedak air disaat Mark memegang tengkuk dan dagunya.

Mark meninggalkan Aira tanpa belas kasihan, entah Aira akan sakit dia tidak peduli sama sekali. Pria itu langsung keluar dari kamar, berlari menuruni anak tangga lalu pergi ke raung kerja Marcell di lantai bawah. Dia langsung menendang pintu dan masuk.

Marcell sedang menyelesaikan pekerjaannya mengabaikan keberadaan Mark.

Tidak dianggap ada, Mark langsung menyerang Marcell menarik kerah bajunya. "Kau sudah kuperingatkan untuk kesekian kalinya. Jangan membuat adikku meneteskan air matanya. Besok kau lihat sendiri akibat dari perbuatanmu itu."

Marcell pun kesal. Dia sudah cukup sabar menghadapi kegilaan Mark. "Kalau kau begitu mencintai adikmu! Kenapa kau tidak menikahinya saja malah menghancurkan pernikahan orang lain?!"

Perkataan Marcell bagaikan bom atom diledakkan di atas kepala Mark. "Apa katamu?!" Mata Mark sangat tajam memelototi Mark. Seluruh tubuhnya sudah bergetar dan dikuasai amarah.

"Kenapa? apa aku salah? Kakak macam apa yang selalu memanjakan adiknya seperti itu?!" Marcell terang-terangan mengomentari sikap Mark terhadap Mabelle.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel