Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kau Mau Bunuh Diri?

Zega Mansion.

Aira memijat kepalanya yang terasa pusing. Dia mengerjapkan matanya lalu menyoroti keadaan sekitar. Pria bertelanjang dada tidur sangat nyenyak di sampingnya. Penampakan seperti ini terkesan mereka adalah pasangan suami istri sungguhan.

Sialnya, kenyataan sering tak seindah khayalan. Mereka jauh dari kata pasangan suami-istri. Mark membencinya begitu pun Aira.

Amnesia sementara menerpa pemikiran kosong Aira; sedang memuat memori tentang kejadian sebelumnya. Aira setengah duduk bersandar punggung di sandaran tempat tidur. Di tangannya sudah ada infus menandakan periode sebelumnya dia pingsan dan bangun dari ketidak sadaran itu. Aira tidak terbiasa meminum obat atau pun diinfus, segala bentuk benda asing dia tidak suka memasukkan ke dalam tubuhnya. Yang dia sukai hanya makanan enak saja, selebihnya dia sangat anti.

Ada Mark disisinya membuat Aira termenung lagi. Dia teringat kejadian dini hari, yang menyebabkan kondisinya lemah adalah pria itu. Dia dimarahi karena membuat adiknya menaggis.

Sejenak dia merasa iri dengan Mabelle. Wanita itu meskipun sifatnya sangat jelek mempunyai keluarga, ada Kakak yang membelanya jika orang lain menyakitinya. Sementara dia, hidup sebatang kara tidak punya tempat mengadu. Ada luka hati atau pun hal lainnya, yang bisa dilakukan hanya meratapi sendiri sambil berangan-angan ada tangan memberi uluran untuk menghapus luka itu.

Terkadang pikiran manusia itu unik, selalu saja membandingkan hidup sendiri dengan kehidupan orang lain. Padahal rumput hijau tetangga belum tentu tanahnya subur. Bisa jadi rumput kering di rumah sendiri adalah tanah yang subur penuh kemakmuran.

Aira membuang jauh segala pemikiran buruk di dirinya. Dia mencabut jarum infus lalu pergi keluar dari kamar.

Baru 1 hari dia di rumah ini sudah begitu banyak kekacauan yang terjadi. Entah bagaimana kedepannya, apakah dia bisa bertahan menghadapi orang-orang yang tidak punya empati kepada orang lain. Mungkin secara fisik luarnya dia akan baik-baik saja. Tidak tahu dengan mentalitasnya. Apakah sama atau justru akan mengalami trauma berat.

Aira mengikuti kemana arah kaki ingin melangkah. Pandangan matanya kosong. Dia bagai robot hidup tidak punya tujuan.

Pelayan menyapa pun dia tidak mendengarnya, mengabikannya seperti manusia transparan.

Aira tersadar ketika kaki tanpa alasnya menapak di rerumputan hijau basah sisa tetesan embun pagi.

Di depannya ada danau buatan membuat mata kembali segar. Kesejukan di taman ini melenyapkan semua kesedihan dan aura buruk yang bersangkar di dalam tubuhnya.

Orang kaya sangat pandai menikmati hidup, rumah istana seluas itu hanya mereka nikmati sendiri saja. Aira tidak heran mengapa banyak orang mau bekerja di rumah orang kaya; salah satunya adalah bisa merasakan apa yang orang kaya rasakan.

Orang miskin sepertinya kapan lagi bisa merasakan kemewahan seperti itu. Dia harus memanfaatkan sebaik-baik mungkin kesempatan ini.

Di bawah pohon ada ayunan bergantung. Otaknya mengintuisi kakinya untuk berjalan ke arah ayunan di bawah pohon. Aira duduk di sana bersandar punggung menikmati sejuknya udara pagi dan siraman matahari lembut menyapa.

Air danau tenang setenag pemikirannya saat ini. Dalam ketenangan itu terbesit sebuah pemikiran ingin menyalahkan Tuhan; Kenapa Tuhan tidak memberinya sebuah keluarga? Akan bagaimana kehidupan dia jika memiliki orang tua? Apa akan kaya seperti keluarga Mark atau lebih miskin dari kehidupan sekarang. Dia tidak berani menerka terlalu jauh, takutnya otaknya tidak sampai malah diri sendiri menjadi eror.

Aira tersenyum datar menatap kejauhan. Dia ingin memiliki sayap seperti burung merpati sedang berterbangan di pinggir danau itu.

"Aira!" Seseorang merusak ketenangannya.

"Ada apa?" Aira menoleh melihat Mark sudah mau memakan orang.

"Kau kenapa kemari?!" Pria itu berpakaian lengkap dan rapih, memasukkan satu tangannya ke dalam saku lalu melihat waku pada jam mahalnya disatu tangannya lagi.

"Apa tempat ini juga dilarang untukku?!" Aira menautkan bibirnya jengkel dengan kehadiran Mark secara tiba-tiba. Apa selamanya dia harus berbagi udara yang sama dengan pria itu?

Aira baru saja merasakan ketenangan batin namun baru sepersekian detik ketenagannya sudah diganggu lagi.

"Kau kemari mau bunuh diri?!" Mark menuduhnya sangat kejam. Pasalnya dia sering mendengar wanita cenderung bertindak implusif ketika sedang stres. Dia berkata seperti itu bukan tanpa alasan, Aira baru saja dia marahi dini hari tadi, takutnya wanita itu tidak terima dan berpikiran pendek.

Aira memicingkan matanya menatap Mark seakan sedang bertanya; Apa dia selemah itu sampai-sampai dituduh mau bunuh diri?

"Kalau kau berani melakukannya aku tidak akan segan melenyapkan semua orang yang berhubungan denganmu tidak terkecuali orang yang pernah berpapasan denganmu!"

"Kalau begitu kau juga akan membunuh adikmu?" Aira tersenyum simpul menaikkan satu alisnya sedang mengejek Mark lewat perkataan sebelumnya.

Mark terdiam. Dia tahu pasti maksud dari perkataan Aira sebelumnya. Kenapa perkataan buruknya terhadap Aira selalu saja berbalik kepadanya?

"Kenapa?! Atau kau juga akan bunuh diri? Aku juga pernah berpapasan denganmu bahkan sudah lebih dari itu." Aira menekankan kata terakhirnya menggiring pikiran Mark mengingat pada kejadian sebelum-sebelumnya.

Baik! Hari ini dia salah bicara.

"Kau tahu maksudku apa! Tidak perlu menyiratkan sesuatu yang tidak penting." Mark dengan cepat menepis perkataan Aira.

"Kenapa kau menghampiriku kemari?" Aira tidak bisa bicara lemah lembut kalau berhadapan dengan orang bersifat keras seperti Mark.

"Ini rumahku, aku bebas mau ke mana saja!" Mark salah tingkah mengendurkan dasi melilit leher jenjangnya.

"Burung di udara pun tahu kalau ini rumahmu. Maksudku apa tujuanmu menghampiriku? Mau menuduhku pergi berselingkuh?!" Aira langsung saja menebak. Lagipula mengapa Mark itu terlalu peduli dengan kehidupan pribadinya. Dia saja tidak memerlakukan dia sebagai istri, lalu apa yang mau diributkan.

"Mungkin saja!" Mark berkata seperti menebak tapi sebenarnya dia sedang menuduh Aira secara halus.

"Asal ada yang tampan aku pun tidak menolak." Aira mau memancing kemarahan Mark. Dia suka Mark yang meledak-ledak.

Baru berkata begitu pandangan Aira jatuh pada penampilan pria tampan berjas putih.

"Baru saja mengatakannya, ternyata beneran ada pria tampan dan baik hati di mansionmu ini, tidak sepertimu galaknya mengalahkan buaya kelaparan. Tidak bisa lihat mangsa sedikit saja sudah diterkam olehmu." Perkataan Aira sangat menusuk. Namun, Mark tidak peduli dengan itu. "Memangnya ada yang lebih tampan dariku, di mana?!"

Tunggu! Kenapa Mark jadi peduli dengan perkataan wanita di depannya ini tentang pria tampan itu. Dia tidak akan pernah cemburu dengan wanita mana pun.

Mau pria lain dan baik hati apa urusannya dengan dia?!

Aira menunjuk ke arah Zac sedang tersenyum sedang berbincang-bincang di dalam rumah sakit mini milik Mark. Dari tempat mereka, Zac sangat kelihatan jelas dari balik kaca transparan.

"Kenapa? Kau suka padanya?"

"Memangnya tidak boleh mengaguminya?! Wanita baik pun tahu mana pria baik untuk dijadikan sandaran hidup."

"Jadi, kau menaggapku pria jahat?!"

"Benar sekali, Tuan Mark mengakui sendiri. Hahahaha!" Aira tertawa kecil menandakan perkataannya benar demikian.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel