Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kau Cemburu?

"Kalau kau tidak sayang dengan kedua kakimu, kau bisa mengejarnya!" Mark geram. Matanya mencerminkan ketidak senangan pada tatapan mengagumi Zac dari mata Aira.

Tidak tahu mengapa saat mengetahui Aira tidak ada di sampingnya, dia sudah berpikiran macam-macam. Pikirannya bercabang seribu, yang semua isinya tentang keburukan pandangan dia terhadap Aira. Karena dia sedang terburu-buru mau pergi, barulah dia mandi lalu berpakaian rapih agar wanita itu tidak tinggi hati mendapatkan perhatian darinya.

Aira terkekeh geli. Sejak kapan pria ini menjadi posesif padanya. Apa posesif sekarang sudah menjadi penyakit yang butuh pengobatan bila seseorang mengalaminya, pikir Aira menerka sekilas curi-curi pandang ke arah Mark menutupi mulutnya sedang menahan senyuman manisnya; takut bila Mark melihatnya tersenyum akan marah lagi.

"Pulang!" Mark menaikkan volume suaranya beberapa oktaf. Wajahnya dingin dan masam seperti biasanya.

"Sakit, tapi malah keluyuran! Apa tidak tahu ada orang yang kahwatir?!" Mark mengungkapkan kekesalannya sekaligus perhatian kecil; menyembunyikannya dibalik intonasi suara tinggi melengking.

"Kau mengkhawatirkanku?" Aira memiringkan kepalanya menatap Mark sedang menyembunyikan sikap salah tingkahnya.

"Mana ada! Aku hanya peduli dengan anakku saja!" Setelah berkata demikian, Mark buru-buru meninggalkan Aira sendirian.

Aira tertawa kembali sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah tidak biasa Mark kepadanya.

Aira seperti kelinci kecil belum juga beranjak dari serbuan tuannya untuk mengajak pulang. Dia sedang menikmati kesejukan disana dan belum mau pergi.

Di bawah matahari pagi, Aira berputar-putar menikmati siraman matahari panas manja membelai permukaan kulit berwarna putih miliknya. Di bawah matahari, kulitnya bersinar cerah seperti berlian berkualitas terbaik di muka bumi, yang ribuan tahun lamanya baru ditemukan.

Kaki Aira tidak sengaja tersandung batu. Dia jatuh terduduk sampai kakinya pun terasa sakit. Dia spontan berteriak hingga Mark, sudah ada di depan pintu rumah buru-buru kembali.

"Kau kenapa jadi wanita ceroboh sekali?!" Dia duduk berjongkok memegang pergelangan kaki Aira yang mulai membengkak dan memegang punggungnya agar punggung Aira tidak jatuh ke tanah.

Batu sebesar kepalan tangan anak kecil ia raih lalu dia lemparkan ke arah danau. Dia berteriak memanggil petugas kebun untuk mengadili kelalaiannya dalam bekerja.

Mark tidak tahu harus melakukan apa agar Aira bisa berdiam diri saja. Dia peduli tapi pedulinya itu untuk anaknya saja. Jika wanita ini tidak bisa diam, dia kahwatir anaknya akan terluka oleh tingkah cerobohnya itu.

Petugas kebersihan kebun pun tergopoh-gopoh berlari dari seberang danau begitu ada panggilan dari kepala pelayan memberitahunya untuk menemui Mark.

Zac yang ada di rumah sakit mini melihat kejadian itu langsung berlari membawa kotak obat kecil dan tandu di sisi tangan lainnya.

Zac tiba dalam hitungan menit, dia baru mau menyentuh kaki Aira, tapi sudah ditepis oleh Mark.

"Bawa kotak obatmu ke dalam rumah! Aku akan membawa istriku sendiri!" Dia yang tidak mengakui tiba-tiba menyematkan kata istri dengan sangat lantang seakan ada orang yang akan merebut Aira darinya bila dia tidak mengatakan hal itu.

Aira melingkarkan tangan di leher Mark menikmati gendongan pria tampan itu.

Dia tersenyum lembut menatap Zac sedang cemas berjalan di belakang mereka. Aira tersenyum seperti itu untuk menengkan Zac yang sedang ketakutan.

Yang Aira tidak ketahui adalah pandangannya itu justru membuat Zac lebih takut. Zac menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia tidak berani melihat senyuman istri dari Mark Zega, pria yang sedang berjalan di depannya.

Semua orang tahu bagaimana perangai Mark Zega. Dia adalah monster, tidak pandang bulu akan melenyapkan orang itu bila bersinggungan dengan keluarganya.

Karier Zac akan hancur dalam hitungan menit bila dia berani terang-terangan menatap Aira di depannya.

Tiba di ruang tamu, Mark langsung melemparkan Aira di atas sofa. "Mark! kau melemparku!" Di lempar ke atas sofa empuk tidak membuatnya sakit, Aira hanya kesal dengan perlakuan kasarnya.

"Makanya jadi orang jangan terlalu gendut!" Mark beralasan, padahal sebenarnya dia sedang kesal karena Aira terus memerhatikan Zac di belakangnya. Dan Aira berpura-pura tidak bersalah.

Dia gendut!

Dia memiliki badan proporsional sempurna seperti ini bagaimana dikatakan gendut, Aira menggerutu dalam hati.

"Staminamu saja yang buruk!" Aira kesal. Kenapa tidak berkata terus terang saja bila enggan membantunya malah membuli fisiknya. Aira memijat pinggulnya yang terasa sedikit nyeri.

Menggunakan tangannya sendiri, dia memegang kakinya untuk memastikan bahwa kakinya tidak begitu sakit.

"Nona biar aku lihat kakimu." Zac memberanikan diri memeriksa kondisi Aira.

"Ya, terima kasih, maaf sudah merepotkanmu." Aira memberinya senyuman terbaiknya.

Mark dari samping memperhatikan Aira bersikap lembut kepada Zac. Melihat itu dia tanpa sadar mengepalkan tangannya. Kenapa wanita itu bisa bersikap lembut kepada orang lain sementara kepadanya selalu bersikap seperti kucing hutan.

Untuk memudahkan Zac memeriksa kakinya, Aira mengangkat kakinya ke atas meja di depannya.

Zac tersenyum lalu membungkuk. Belum sempat dia mau memegang kaki Aira, Mark sudah mendahuluinya dengan mendorongnya ke samping menggunakan siku. "Biar aku saja!"

Zac jatuh terduduk, tapi dia berpura-pura saja tidak ada yang terjadi seperti dia adalah manusia transparan.

Aira sudah membayangkan perlakuan lembut dokter Zac langsung punah semua ketika kakinya diplintir oleh Mark. Aira langsung berteriak histeris. "Mark! Kau mau membunuhku?!"

"Jangan manja, baru begini saja sudah berteriak kesakitan." Dia memeriksa kaki Aira dengan gerakan sembarangan dan terkesan bertenaga kuda.

Aira butuh kayu balok untuk memukul kepala Mark. Dia mau melihat isi otak Mark itu seperti apa sampai tega melakukan hal jahat kepadanya.

"Berikan krim untuk keseleo." Zac membuka kotak kecilnya lalu diberikan kepada Mark.

Mark membukanya sangat cepat, lalu memborehkan krim itu di kaki Aira seperti mau mematahkan kakinya. "Mark! pelan-pelan, kau mau mematahkan kakiku?!" Aira spontan memegang bahu Mark dan mencengkeramnya sangat kuat untuk meredam rasa sakit di kakinya.

Keberadaan Mark sama sekali tidak membantu proses penyembuhan untuk Aira. Rasanya Aira mau mencekik leher Mark sampai dia tersengal-sengal meminta ampun padanya.

Kepala pelayan baru kali ini melihat Mark melayani orang lain. Dia baru tiba bersama petugas kebun. "Tuan, petugas kebun ada disini." Kepala pelayan langsung memberitahu kehadirannya.

Mark menoleh! Matanya berapi-api siap mau menerkam mangsanya.

"Hari ini kau diberhentikan!" Dia tidak pernah memiliki belas kasihan kepada siapapun. Mau orang di depannya lebih tua darinya dia tidak peduli. Baginya duit adalah penentu segalanya. Dia memiliki uang dan orang yang di dekatnya pun memiliki keterikatan karena uang.

"Tuan, tolong jangan pecat aku. Kasihanilah bapak yang sudah tua ini." Petugas kebun menjatuhkan dirinya, duduk di atas lantai memohon pada Mark.

"Ambil gaji terakhirmu!" Permohonan petugas kebun seperti angin lalu saja. Mau sejelek apapun wajah memohon pak tua dia tidak peduli. Pokonya apa yang dia katakan adalah kenyataannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel