Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Makan Malam Bersama

Bab 4 Makan Malam Bersama

Setelah pembicaraan yang sulit diruang belajar akhirnya pria itu berhasil membuatku menerima pemberiannya.

Sekarang kami duduk melingkari meja makan panjang yang telah terisi berbagai hasil karya bibi Rose.

Aku dan Hiro duduk berdampingan, didepan kami ada bibi Mai dan tentu saja putrinya yang masih memandangku dengan tak suka.

Aku bertanya-tanya kapan matanya akan lelah karena terus melotot setiap kali melihatku.

Mataku memandangi berbagai jenis hidangan yang ada didepanku, makanan sebanyak ini jika ditempatku dahulu bisa untuk memberi makan dua puluh orang.

Pria itu duduk diujung meja, dia memimpin kami makan dalam diam hanya terdengar suara gesekan piring dan sendok.

Suasana agak sedikit canggung, aku melirik Hiro yang tampak makan dengan gelisah.

"Hei...kenapa namamu Kairu? Itu agak sedikit aneh." Tanya gadis itu tiba-tiba.

"Dia kakakmu bukan Heii..! ." Pria itu menatap putrinya memberi peringatan, gadis itu hanya melengos menghindari tatapan ayahnya.

"Di negara tempat aku dibesarkan Kairu berarti pohon, ibuku berharap aku kuat dan kokoh seperti sebatang pohon." Kataku menjelaskan, setidaknya karena gadis itu makan malam ini mulai terasa hidup.

" Oh...Sepertinya nama yang bagus." Puji gadis itu kemudian.

"Kamu sangat mirip ibumu terutama matamu, melihatmu membuatku merindukan ibumu karena kami cukup dekat seperti saudara ." Kata bibi Mai tersenyum.

Kamu menganggapnya saudara tetapi berselingkuh dengan suaminya, logika macam apa itu?

Karena orang macam ini arti persaudaraan harus didefinisikan ulang.

"Ehm...Hiro untuk masalah kuliahmu, karena kamu memilih jurusan kedokteran paman Huo tidak bisa langsung mendaftarkanmu."

Pria itu sepertinya bisa membaca pikiranku hingga mengalihkan pembicaraan.

"Kamu harus mengikuti ujian penerimaan gelombang berikutnya, itu sekitar dua bulan dari sekarang." Lanjut pria itu.

"Tidak masalah paman, aku akan mengikutinya."Jawab Hiro sopan.

"Aku akan menyediakan tutor untuk membantumu belajar jika kamu mau." Kata pria itu lagi.

"Tidak perlu, aku yang akan membantunya belajar." Kataku singkat, pria itu hanya melirikku.

"Ciihh...apa kamu bisa, orang tampan biasanya bodoh." Ekspresi gadis itu meremehkanku.

"Katniss!" Nada pria itu sedikit naik.

"Nona kamu mungkin tidak tau, tetapi kakakmu itu sebenarnya jenius." Kata Hiro membelaku.

"Bagaimana kamu tahu dia jenius? Bukankah selama ini kalian tinggal dihutan." Gadis ini benar-benar bermulut tajam.

"Katnis sopanlah pada kakakmu." Kali ini bibi Mai yang berbicara, menegur putrinya karena melihat tatapan marah suaminya diujung meja.

"Baiklah bagaimana kalau kita taruhan." Kataku tersenyum, aku harus memotong cakar kucing kecil ini.

"Aaa..pa? taruhan apa?." Gadis itu linglung sesaat melihat senyum cerahku.

"Jika aku berhasil membuatnya masuk jurusan kedokteran kampus royal, kamu harus memanggilku kakak dan menurut padaku ." Gadis itu diam sesaat berpikir.

"Lupakan jika kamu tidak berani ." Kataku lagi.

"Humph...siapa yang takut ." Gadis itu memakan umpanku, Hiro hanya menahan tawanya sambil menggelengkan kepala.

"Hiro...ehm sebenarnya bagaimana hubunganmu dengan Ru?" Tanya bibi Mai.

"Ibuku dulu perawat sekaligus asisten yang membantu ibu Ru diklinik perkebunan, ibuku meninggal saat aku berusia 10 tahun dan ibu Ru membawaku tinggal bersamanya ." Jawab Hiro menjelaskan.

"Apakah ayahmu orang Jepang?" Tanya gadis itu dengan alis terangkat, kenapa aku merasa dia lebih ramah kepada Hiro? Gadis itu sepertinya hanya membenciku.

"Iya...ayahku penjaga diperkebunan, dia meninggal saat aku belum lahir ." Hiro menunduk menghindari tatapan gadis itu kepadanya.

"Oh...maaf aku tidak tahu ." Gadis itu tampak menyesal.

"Tidak masalah, aku baik-baik saja." Hiro tersenyum padanya dan gadis itu membalasnya.

Apaa!! Aku pikir gadis itu hanya bisa bersikap sulit ternyata dia juga bisa tersenyum .

Kenapa dia hanya bersikap manis pada Hiro tapi tidak padaku?

Aku menggaruk alisku yang tidak gatal sambil menghela nafas.

"Sejak Ibu Ru memperlakukanmu seperti keluarga maka kamu juga bagian dari keluarga kami, kamu bisa memanggilku Ayah jika kamu mau." Pria itu menatap Hiro dengan lembut.

"Ehm...baiklah." Ekspresi Hiro sedikit bingung melirik kepadaku.

Tuan besar kamu belum berhasil membuat anakmu memanggilmu Ayah kenapa malah menyuruhku memanggilmu Ayah? Hiro ingin menangis dalam hati.

"Aku sudah selesai makan, bisakah aku beristirahat sekarang?." Tanyaku sopan pada pria itu.

"Ehm...beristirahatlah, kami juga sudah selesai ." Jawab pria itu datar.

"Gadis kecil jangan lupa taruhanmu oke ." Sambil berdiri aku mengingatkan gadis itu lagi, dia hanya balas melotot kepadaku dan mendengus tak suka.

Setelah memberi kode agar Hiro mengikutiku keatas aku berbalik berjalan dengan santai dengan kedua tangan disaku celanaku.

"Terimakasih atas makan malamnya." Hiro menunduk dengan sopan kemudian menyusulku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel