Bab 3 Pembicaran Ayah dan Anak
Bab 3 Pembicaran Ayah dan Anak
Aku berdiri didepan kaca dikamar mandi, sisa-sisa air masih menetes dirambutku. Aku memandangi bayangan dalam cermin, tubuh telanjang yang indah terlihat disana.
Uap panas dikamar mandi membuat pipinya sedikit memerah, wajahnya semakin mempesona. Tubuh ramping dalam cermin itu milik seorang wanita, tubuh yang putih dan bercahaya seperti giok.
Dadanya yang indah terlihat lembut meski sedikit terlambat bertumbuh karena sering dibebat. Perutnya yang rata membentuk garis v dengan sempurna.
Jika kaum adam melihatnya mereka akan menjadi gila, tetapi mereka tidak akan pernah melihatnya, karena itu akan tetap menjadi rahasia terbesarku.
Aku terlahir sebagai seorang gadis tetapi hidup sebagai seorang lelaki.
Selama ini aku hidup bersama ibuku didaerah perkebunan negara T, ibuku seorang dokter dan peneliti obat-obatan disana.
Aku dan ibu hidup berkecukupan dengan hak paten obat-obatan yang dia kembangkan.
Diriku tidak pernah bertanya kenapa ibuku melatihku hidup seperti seorang lelaki, aku hanya berpikir mungkin untuk melindungiku karena tingkat kriminal terhadap wanita sangat tinggi dinegara T.
Sampai suatu hari ayahku tiba-tiba datang menjemputku,dan mengatakan bahwa aku satu-satunya putra tertua penerus keluarganya dan memintaku kembali.
Aku bertanya-tanya seandainya dia tahu aku seorang gadis apakah dia akan mengabaikanku.
Aku keluar dari kamar mandi setelah mengikat dadaku dengan erat, mengenakan kaos dalam dan celana pendek.
Melewati walk in closet mataku sedikit bersinar melihat semua benda didalam lemari kaca.
Di rak paling bawah sepatu berjejer dengan berbagai model dan merk, bagian tengah ada jas dan kemeja dalam gantungan berjejer rapi masih dengan labelnya.
Rak paling atas ada beberapa model tas pria, dilemari sebelahnya baju kaos dan celana terlipat rapi dari atas sampai bawah.
Sepertinya pria paruh baya itu benar-benar berusaha menyenangkanku, apa dia tau ukuranku?
Aku melirik kotak-kotak kecil diatas meja kaca, semuanya jam tangan merk terkenal salah satunya jam patek edisi terbatas.
Lupakan! Aku akan kehabisan nafas kalau terus memeriksa lemari ini, Aku yang tidak terbiasa dengan barang mewah merasa sakit hati karena merasa ini hanya pemborosan yang tidak perlu.
Tok...tok...tok...
"Tuan muda kalau kamu sudah selesai bersiap tuan besar memanggilmu keruang belajar." Suara paman Juan terdengar dari luar pintu.
"Baiklah." Jawabku sambil mengambil kaos dan celana panjang dari koperku, lalu memakainya dengan cepat.
"Aku siap paman." Wajah tersenyumku muncul didepan pintu.
Paman Juan menghela nafas saat melihatku tersenyum, seolah khawatir senyumku ada mendatangkan bencana. Dia berbalik dan menyuruhku mengikutinya.
Saat turun dari tangga bibi Rose dan beberapa pelayan sedang menyiapkan berbagai hidangan dimeja makan.
Gadis imut itu kembali melototiku saat aku melewatinya ke ruang belajar, dia sedang bermalas-malasan disofa menonton televisi.
Baiklah...aku akan memaafkannya karena adikku cukup cantik pikirku. Paman Juan mengetuk dengan sopan ketika kami sampai disebuah pintu dari kaca nako yang indah.
"Masuklah." Jawab orang didalam dengan suara datar.
Paman Juan menggeser pintunya dan memberiku kode untuk masuk, saat aku berada didalam pintu itu kembali tertutup.
"Duduklah." Kata pria paruh baya diseberang meja, dia memandangi aku yang berjalan mendekat dan duduk dikursi didepannya.
"Ehmm...ada yang ingin anda bicarakan."Tanyaku hati-hati saat kami cukup lama terdiam.
Sejak aku duduk dia hanya memandangiku dengan ekspresi wajah yang berganti-ganti, kadang hangat kadang sedih.
"Kapan kamu akan mulai memanggilku Ayah." Tanya pria didepannya.
"Mungkin nanti...." Jawabku acuh
"Kapan itu?." Tanya pria itu lagi.
"Setelah aku bisa menerimamu...berikan aku waktu, aku tidak bisa memanggil pria yang tiba-tiba muncul dalam hidupku sebagai ayah." Suaraku sedikit bergetar, topik ini agak sedikit sulit.
"Maaf..!!" Kata pria itu tiba-tiba.
"Untuk Apa?." Aku menatapnya dengan wajah datar.
"Karena terlambat menyadari kamu ada." Sinar matanya redup, dia melihatku dengan rasa bersalah.
"Aku pikir itu tidak akan mengubah keadaan, sejak awal andalah yang meninggalkan ibuku lebih dahulu." Kataku dingin.
"Aku memang melakukan kesalahan aku mengakui itu, tetapi ibumu yang meminta bercerai dan meninggalkan aku lebih dahulu, dia bahkan tidak memberikan aku kesempatan untuk meminta maaf ." Kata pria itu menjelaskan, setidaknya dia mengakui kesalahannya.
"Mungkin anda kurang gigih memperjuangkan maaf ibuku." Jawabku tak peduli
"Kamu..!" Kata-katanya terhenti, dia menghela nafas.
"Lupakan...jangan membahas masa lalu, sekarang kamu disini ayah ingin memperbaikinya untukmu." Lanjutnya kemudian.
Dia mengeluarkan sebuah kartu bank berwarna hitam dengan tulisan namaku dan deretan angka berwarna emas, lalu sebuah kunci mobil yang diletakkan dihadapanku.
Setelah barang mewah dikamar sekarang apa lagi ini? sudut bibirku naik sedikit.
"Ibuku mewariskan banyak uang untukku, aku bisa mengendarai mobil tetapi aku tidak punya surat ijin mengemudi ." Pria itu mengangkat alisnya, dia menangkap sarkasme dalam suaraku.
"Itu pemberian ibumu yang ini pemberianku,kamu bisa menyimpan keduanya! Untuk masalah surat ijin aku akan mengurusnya untukmu segera!" Dia mengambil kartu dan kunci itu kemudian meletakkannya ditanganku.
