Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 - Reject

"Kapan kau melepaskan handukmu itu sayang, aku tidak tahan lagi," kata Alex yang mabuk berat, dia mengalihkan pertanyaan Riana.

Riana mengecup bibir Alex untuk berhenti bicara. "Tahan dulu sayang, kau pasti akan mendapatkannya." Riana melepaskan tali handuk kimononya memperlihatkan tulang bahunya yang sangat indah dan juga belahan payudaranya yang montok.

"Siapa nama ketua mereka?" tanyanya ulang.

Alex memeluk Riana, bahu Riana menjadi sandaran dagunya. Ia berbisik padanya dalam kondisi mata terpejam. "Semakin kau menggali informasinya, maka semakin dekat ajal menjemputmu Nona. Berhentilah mencari tahu. Dinding disini punya telinga." Alex terjatuh tepar diatas tempat tidur, ia pingsan tidak kuat menopang tubuhnya akibat alkohol yang diberikan Riana.

Riana memeriksa seluruh hp Alex, mungkin dia mendapatkan petunjuk disana, sebab Alex selalu ikut berjudi di Casino, bisa saja Alex punya pertemanan dengan salah satu tim pasukan Criminal di Ibu kota Metropolitan, karna Alex banyak tahu tentang mereka.

*

*

*

Rumah sakit empire.

Riana baru datang bekerja dirumah sakit, sudah sebulan ini dia bolos tidak masuk. Dia memberikan alasan jelas pada direkturnya bahwa dia keluar negri mengurus beberapa berkasnya yang tertinggal, dan direktur rumah sakit empire tidak permasalahkan itu, karena bagi mereka Riana adalah dokter ahli jantung, meskipun dia tidak ditempatkan di ruang oprasi tetap saja tenaganya akan dibutuhkan.

"Selamat pagi dokter?" sapa mereka pada Riana yang berjalan begitu tegap berwajah datar dan sangat dingin, tidak bersahabat sama sekali pada rekan kerjanya.

"Dia cantik, dan auranya itu memancarkan gairah. Siapa saja pasti akan jatuh cinta padanya," puji perawat yang berjaga di setiap koridor rumah sakit.

"Dia juga sangat tinggi dan juga ramping, postur tubuhnya seperti Perajurid Militer." Dokter lain menatap dirinya di kamar kaca jendela pasien.

"Aku yakin, dia pasti rajin berolahraga," tebak Dokter lain yang berjalan bersama rekan sejawatnya.

Ruang ganti Dokter.

"Eh sudah dengar belum? Dokter Riana sudah bekerja kembali, setelah mengambil cuti selama sebulan."

"Menurutku dia sangat mempesona bukan? Aku jatuh cinta padanya, tapi aku takut ungkapkan perasaanku ini." Tawa cengir dokter lain usai mendengar berita dari kawannya.

"Bukan kau saja, semua dokter dan perawat disini jatuh pada pesonanya. Salah satunya aku..." Dokter itu tidak mau kalah, mereka ingin menjadikan Riana sebagai kekasihnya.

Sahut dokter lain pada rekannya, "Kau bilang semuanya?! Menurutku ... Dokter Pavlo kayaknya enggak."

"Serius, apa dia normal?" tawa keras mereka sampai menggema di dalam ruangan ganti.

Saat Riana membuka lemari lokernya untuk mengambil jas putihnya usai dilondry tiba-tiba ia dikejutkan oleh asisten pembantunya bernama Yuta.

"Ada apa?!" gertaknya langsung.

Yuta membenarkan kaca matanya. "Direktur memanggilmu keruang CEO," jelasnya.

"What... Oh OMG, pasienku sudah menungguku sejak tadi-"

Yuta memotong keluh kesahnya, "Riana, ini wajib. Saat kau diterima bekerja disini hanya melalui direktur sajakan? Dan sekarang, kau harus interview dengan pemilik rumah sakit ini, hanya dia yang bisa memutuskan apa kau bisa di terima atau tidak," jelasnya memberitahukan peraturan rumah sakit kerajaan.

Riana menghela napas. "Oke, dimana ruangannya?"

Yuta mengantarkan Riana ke gedung pencakar langit paling tinggi sampai ujungnya. Saat lift terbuka, mereka di sambut lorong panjang bernuangsa gelap dan lampu hias dan terlihat remang-remang, dimana disetiap dinding begitu banyak lukisan dari zaman kuno kerajaan Britania Raya.

Riana dan Yuta sempat bergidik ngeri merasakan aura tempat itu, yang mana jarang sekali orang lain kesana. Ini juga baru pertama kalinya Yuta menginjakkan kaki di lantai paling atas, bisa dikatakan tempat itu paling cocok dihuni Vampire. Namun pemilik rumah sakit bukanlah Vampire, dia hanya seorang dokter yang ramah dan banyak bergaul dengan dokter rendahan seperti mereka.

Hanya saja CEO itu jarang sekali masuk bekerja, dia selalu sibuk dengan pekerjaan lainnya, yang katanya memiliki kilang minyak terbesar di Eropa timur, dan Selandia baru. CEO mereka sangatlah kaya, kaya raya dari segala kekayaan negara lain, termasuk Eropa barat utamanya.

Saat berada di depan pintu ruang, tiba-tiba Yuta di hadapan oleh Pria berjas. "Hanya orang berkepentingan saja yang boleh memasuki tempat ini Nona," ucap salah satu penjaga.

"Baik, pak, Direktur menyuruh dokter Riana untuk kemari," jelasnya memberitahukan.

Salah satu penjaga disana mengangguk setuju pada kawannya, untuk membiarkan Riana masuk menemui tuan besar mereka. Penjaga itu mengambil kunci di kantongnya untuk membukakan pintu.

Riana sendiri merasa aneh akan ruangan itu, bagaimana bisa anak buahnya menguncikan bos mereka dari luar, seperti para tahanan saja.

Yuta menahan jemari Riana saat melangkah masuk. "Riana, tunggu! Aku akan beritahu pasienmu untuk menunggumu saja, oke!"

Riana mengangguk sebagai jawaban.

Ia lanjut berjalan memasuki ruang kerja CEO-nya yang tidak terang tanpa cahaya matahari dari luar, gorden kaca jendela tidak terbuka sama sekali, benar-benar sangat tertutup dan lampu ruangan kerja itu membuatnya sakit kepala, seperti lampu tidur tidak bercahaya terang. Jika membaca berkas, mungkin huruf-huruf apa yang tertera disana tidak akan bisa terbaca.

Riana melirik melihat-lihat isi ruangan itu, dia tidak melihat siapapun orang lain disana. Direktur yang mengajaknya ketempat itu juga tidak ada disana, dia seperti dipermainkan oleh mereka.

Riana ingin keluar untuk bertanya, namun pintu sudah tertutup dan pastinya dikunci dari luar. 'Apa-apaan mereka. Anginku tendang mereka semua. Beraninya mereka membiarkan diriku diruang terkutuk ini,' emosi Riana yang meluap dalam hatinya.

Lamanya Riana berdiri tanpa duduk di sofa, tiba-tiba kursi besar bosnya berputar, terlihat ada pria tampan yang duduk santai memainkan gelas wine-nya sampai wine-nya berputar namun tidak tumpah keluar dari tempatnya.

Riana mengepal tangannya, dia ingin marah pada CEOnya karena sudah membuatnya menunggu lama seperti orang bodoh disana.

Pavlo mengangkat kepalanya menatap Riana dari atas hingga bawah, yang menurutnya berbeda dari wanita lain, ia memakai sandal tali hak tinggi berwarna perak, dan warna kutek kukunya berwarna merah menyala. Rok span hitam panjang yang Riana pakai memiliki belahan di samping, perlihatkan kaki jenjang pahanya yang sangat mulus dan juga putih bersih, ia juga memakai baju kemeja panjang bewarna putih yang memiliki renda manik kerlap-kerlip menghiasi dadanya. Bisa dibandingkan kalau perawakan Riana kalah jauh dari semua artis papan atas.

"Silahkan duduk Dokter," perintah Yustine yang baru saja masuk.

Riana mengatup bibirnya, dengan tangan mengepal untuk duduk di kursi sofa.

"Bukan di kursi itu dokter. Silahkan duduk di kursi hadapan CEO," kata Yustine lagi, yang sudah berdiri disamping bos besarnya.

"Yang Mulia, ini dokter Riana yang aku maksud kemarin," ucap Yustine beritahukan.

Pavlo tersenyum mengangkat alisnya seperti meremehkan Riana. "Siapa yang rekomendasikan dirimu bekerja dirumah sakit ini Nona? Tentu ... aku hanya memilih tenaga kerja yang bagus saja, untuk merawat pasienku." Suara Pavlo terdengar serak basah.

"Aku sendiri, yang ingin bekerja di sini Mulia," Riana membuat kebohongan agar Pavlo tidak menaruh curiga padanya, dan juga tidak tahu siapa dia sebenarnya.

"Kau disini sudah bekerja selama 2 bulan, namun sebulannya, kau berani mengambil cuti sangat lama, bukankah kau sudah mendapatkan gaji buta di rumah sakitku."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel