Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#####3. Dalang dari kecelakaan Amanda

Di sebuah rumah yang besar dan megah, namun tampak tidak terawat, terlihat beberapa pria berbadan kekar dan tegap, berpakaian serba hitam, sedang berkabung. Di tengah-tengah rumah yang luas itu, seorang pria berdiri tegak, menatap sebuah peti mati yang terbentang di hadapannya dengan penutup terbuka lebar.

Marco, pemilik rumah sekaligus pemimpin dari kumpulan pria di sana, adalah kekasih Alexa. Pria tampan dengan rambut setengah gondrong dan tatapan nyalang itu, mengukir senyum sinis di bibirnya sambil memandang jasad Alexa yang sudah terbujur kaku tak bernyawa.

"Seharusnya mayatmu kubuang saja ke jurang. Tetapi, mengingat jasamu selama ini, aku masih berbaik hati. Kau akan dikuburkan sesuai keinginanmu dahulu. Mati secara terhormat. Cih!" Marco mencibir sinis, mengejek mayat Alexa yang sudah terbaring kaku di dalam peti mati.

"Kau terlalu banyak tahu tentang rahasiaku, Alexa. Itu sebabnya kau harus mati! Hehehe..." Desis Marco lirih, setengah berbisik dan terkekeh pelan, lalu berbalik memandangi satu per satu pria yang berkumpul di belakangnya.

"Kuburkan dia segera! Jangan tunggu malam tiba!" Perintah Marco, menatap seluruh anak buahnya yang berkumpul di ruangan itu dengan nada dingin dan wajah datar, tanpa ekspresi sedih sedikit pun atas kematian kekasihnya, Alexa.

Kemudian, ia melangkah pergi begitu saja, meninggalkan ruangan besar yang memancarkan hawa dingin menyeramkan kepada semua orang yang ada di sana.

Kembali ke rumah sakit.

Tok tok tok

"Permisi, Tuan, kami datang!"

Seorang wanita cantik bertubuh tinggi dengan tubuh aduhai, mengenakan pakaian sedikit seksi bersama seorang pria muda berpakaian rapi, umur sepantaran, terlihat memasuki ruangan tempat Amanda alias Alexa dirawat.

"Masuklah, Jim, Brenda!" sambut Bryan, melambaikan tangan agar kedua orang itu mendekat.

Dahi Alexa berkerut tajam memperhatikan sosok Brenda yang terlihat sangat mencurigakan. Apalagi ketika ia memperhatikan sorot mata perempuan itu yang memandang Bryan seperti ular berbisa yang siap melilit kapan saja ketika pria itu lengah. Alexa menduga, kedua orang itu adalah bawahan Bryan. Hal itu ia ketahui dari sikap hormat yang diberikan Brenda dan Jimmy. Alexa yakin, jika Bryan bukan pria sembarangan.

"Sayang, Brenda akan menemanimu selama di rumah sakit. Jika kamu butuh apa pun, kamu bisa minta tolong padanya. Aku harus segera pulang untuk memberitahu kedua orang tua kita perihal kecelakaan yang menimpa kita. Kamu baik-baik di sini ya," Bryan memberikan kecupan singkat di dahi istrinya.

Bibir Alexa sedikit terbuka, hendak bicara namun tak terucap. Dia hanya memicingkan mata, menikmati kecupan mesra dari Bryan yang membuat jantungnya berdetak cepat tak beraturan.

"Apa yang terjadi dengan ku!? Apa aku jatuh cinta pada pria ini!? Itu tidak mungkin. Ini pasti karena jantung wanita bernama Amanda yang tubuhnya sedang ku tempati saat ini." Pikir Alexa, meraba dada bagian atas sebelah kirinya pelan.

Kemesraan yang ditunjukkan Bryan pada istrinya, mengundang tatapan Brenda yang menyiratkan rasa cemburu yang mendalam. Wanita itu segera membuang muka, menyembunyikan perasaannya dari semua orang yang ada di ruangan rumah sakit itu. Tetapi percuma saja, Alexa terlalu jeli untuk ditipu Brenda yang terlihat seperti wanita penggoda.

"Sayang, aku sudah merasa lebih baik. Aku ingin ikut pulang dan dirawat di rumah kita saja. Rumah sakit ini membuat aku makin sakit." Keluh Alexa merasa tak nyaman dengan suasana rumah sakit yang membosankan.

"Tetapi sayang, kamu belum sembuh sepenuhnya." Bryan menatap istrinya cemas.

"Jangan khawatir sayang, aku sudah lebih baik. Lagipula, di rumah kita pasti banyak orang yang akan merawatku bukan!?" Ucap Alexa melirik Brenda tajam seolah perkataannya mengandung kalimat sindiran untuk wanita itu.

"Tetapi, tetap saja mereka bukan dokter atau perawat yang ahli mengobati luka-lukamu." Sanggah Bryan khawatir.

"Sayang, ku mohon. Please!" Pinta Alexa bersikeras untuk pulang.

Pria tampan itu menghela napas berat dan tak berkutik dengan permintaan istrinya tercinta. Jemarinya membelai rambut Alexa dengan penuh kasih sayang dan kelembutan.

"Baiklah, aku akan coba bicara dengan dokter. Jika diizinkan, aku akan menjemputmu nanti, agar kita bisa pulang sama-sama. Yang jelas, saat ini aku mau ke kantor dulu sebentar. Ada suatu hal yang harus aku selesaikan." Tutur Bryan kembali membujuk istrinya.

Alexa mengangguk pelan. Sikap Bryan yang lembut, meluluhkan wataknya yang sebenarnya keras kepala dan suka membangkang. Pria itu punya daya tarik yang hebat dalam menjatuhkan lawan jenisnya.

Meski berat hati, Alexa terpaksa melepaskan kepergian Bryan yang segera pergi bersama Jimmy yang ternyata adalah sopir pribadinya Alexa sempat terpikir, kenapa saat malam kejadian kecelakaan yang merenggut nyawa Amanda, Bryan tidak menyuruh Jimmy saja untuk mengantar mereka berdua ke restoran itu. Hal itu, mengundang pertanyaan di hati Alexa.

"Maaf, Nyonya, apakah Anda butuh sesuatu saat ini?" Tegur Brenda menghampiri Alexa yang terbaring di atas pembaringan sembari mengukir senyuman palsu di bibirnya.

"Tidak, saat ini aku cuma butuh istirahat. Jika kamu merasa bosan, kamu boleh pergi ke mana pun kamu suka dan kembali lagi ke sini setelah makan siang." Sahut Alexa cuek, mengabaikan Brenda yang terlihat jadi kesal dengan sikapnya.

"Ada apa dengan wanita itu? Biasanya dia sangat ramah dan peduli padaku." Brenda jadi kesal dengan perlakuan Alexa yang ia duga adalah Amanda.

"Baiklah, Nyonya, kalau begitu, silakan beristirahat. Saya akan keluar dan segera kembali setelah makan siang di kantin yang ada dekat rumah sakit ini." Ujar Brenda membungkuk sedikit sebelum akhirnya pergi meninggalkan Alexa yang memperhatikan dirinya diam-diam dari belakang tanpa disadari olehnya.

Setibanya di depan rumah sakit, Brenda mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang lewat ponselnya.

"Halo, Tuan, saya ingin mengabarkan, jika Tuan Bryan dan istrinya selamat dan dalam keadaan baik-baik saja." Ucap Brenda pelan, setengah berbisik agar tidak terdengar orang yang berlalu lalang.

"Hmm..., kamu pasti senang, Brenda. Bryan tidak mati karena kecelakaan itu." Suara seorang pria yang terdengar dari ponselnya membuat Brenda jadi bingung.

"A-apa maksud Tuan!?"

"Dasar bodoh! Aku sudah menduga, kau jatuh cinta pada Bryan. Kecelakaan tunggal itu hanya peringatan kecil dariku, agar kau fokus merebut data-data penting yang ada ditangannya. Kau sengaja mengulur waktu, karena cintamu padanya!"

"Ingat, Brenda! Kau cuma punya satu kali kesempatan lagi! Segera curi data-data itu dan berikan padaku! Jika tidak, nyawamu adalah taruhannya, Brenda." Ancam pria itu. Membuat tubuh Brenda gemetar ketakutan.

Dia baru tahu, jika kecelakaan yang dialami Bryan dan istrinya, Amanda, adalah ulah pria itu. Harry, sosok pria yang bertubuh tegap dan sangar, saingan bisnis Bryan, adalah orang yang telah membayarnya agar ia mau bekerja sebagai mata-mata di perusahaan milik Bryan.

Brenda tak menyangka, pria itu ternyata orang yang sangat menakutkan. Dia berani menghilangkan nyawa seseorang demi mendapatkan yang ia inginkan.

"Jika perlu, gunakan tubuhmu untuk mendapatkannya, wanita bodoh!" Hardik Harry lagi lewat ponsel, mengejutkan Brenda.

Wanita itu tercengang. Menjadi wanita penggoda memang salah satu profesinya. Namun, menggoda Bryan, apakah bisa? Brenda meragukan hal itu.

BERSAMBUNG

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel