#####2. Hidup kembali
Pagi itu, suara burung berkicau riang terdengar dari luar jendela sebuah ruang rawat inap rumah sakit. Aroma aromaterapi yang khas tercium samar menusuk hidung.
Di atas tempat tidur berseprai putih, terbaring seorang wanita cantik bernama Amanda yang belum juga sadar sejak semalam. Di lengan kirinya terpasang selang infus dengan botol yang tergantung di sisi tempat tidur.
Jika diperiksa hingga ke balik pakaiannya, terdapat beberapa bagian tubuhnya yang diperban karena luka lecet dan lebam akibat kecelakaan yang dialaminya semalam.
Sinar mentari yang mulai meninggi perlahan menyengat kulit wajah Amanda yang putih mulus. Wanita itu mengerjap beberapa kali, membuka matanya perlahan. Sesaat ia tertegun, memperhatikan langit-langit ruangan yang tampak seperti rumah sakit.
"Di mana aku? Apakah neraka berubah menjadi sebagus ini?" gumamnya lirih, tidak percaya.
Perlahan ia mengangkat kedua tangannya yang terlihat sedikit lebih kurus dan panjang dengan bentuk kuku yang berbeda.
"Mengapa bentuk jari tanganku berubah? Apakah karena kekurangan darah?" pikirnya dalam hati.
Bayangan kecelakaan sepeda motor yang ia kendarai dengan sebuah truk saat dikejar polisi, sekilas melintas di benaknya.
"Selamat pagi, Nyonya Amanda. Anda sudah bangun?" tanya seorang perawat yang mengejutkannya.
"Nyonya Amanda!?" Wanita cantik yang telah dirasuki roh Alexa ketika meregang nyawa di ruang instalasi gawat darurat semalam itu tertegun saat perawat memanggilnya dengan nama yang sangat asing.
"Suster, bisakah Anda membantu saya ke toilet?" pintanya lirih. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Tentu saja, Nyonya, mari saya bantu." Perawat itu bergegas menurunkan botol infus dan memapah wanita yang ia panggil Amanda ke dalam sebuah toilet.
Di toilet, Alexa tercengang menatap cermin besar yang ada di hadapannya. Wajah dan bentuk tubuhnya telah berubah. Ia tampak terkejut, menyadari sebuah kenyataan yang sulit diterima oleh logika manusia biasa.
"Jadi, saya memang sudah mati!? Dan, tubuh ini, tubuh ini pasti milik wanita yang bernama Amanda," Alexa meraba seluruh wajah dan tubuhnya, mengagumi kecantikan wajah wanita itu sejenak, lalu terkekeh pelan saat teringat Marco, kekasihnya.
"Hehehe, Tuhan memang adil. Dia memberiku kesempatan untuk membalas sakit hatiku padamu, Marco. Dengan wajah perempuan ini, kamu pasti tak akan mengenaliku, aku bisa bebas dari kejaran polisi. Hahaha...!" Alexa tertawa senang dan berputar-putar di depan cermin toilet.
"Aduh!" jeritnya kemudian. Ia lupa dengan selang infus yang ada di tangannya.
"Nyonya Amanda, Anda baik-baik saja?" seru perawat dari luar pintu toilet.
"A-aku baik-baik saja!" seru Alexa gugup, buru-buru membetulkan letak selang infus yang melilit pergelangan tangannya.
"Hmm, baiklah. Mulai hari ini, aku adalah Amanda. Alexa sudah mati! Terima kasih, Amanda, kelak aku akan membalas kebaikanmu ini!" Seringai Alexa sejenak, lalu tersenyum sinis.
Ia berjalan perlahan menghampiri pintu toilet dan terpaku melihat si perawat telah berdiri menunggunya bersama seorang pria tampan yang berbalut perban di jidatnya.
"Amanda sayang, syukurlah, kamu sudah sadar." Pria tampan itu seolah menahan tangis, memeluk dirinya dengan erat.
Benak Alexa berputar, mencoba mengingat siapa pria yang tengah memeluknya saat ini. Bayangan sebuah kecelakaan mobil yang dikendarai pria itu dengan wanita bernama Amanda, terukir samar dalam ingatannya.
"Akh...! Kepalaku sakit." Seru Alexa merasakan sakit yang cukup hebat dikepalanya ketika mencoba mengingat kecelakaan yang dia alami bersama pria itu.
"Amanda sayang!"
"Suster, bantu aku bawa infusnya!" titah pria itu bergegas menggendong tubuh istrinya yang belum ia ketahui telah di huni oleh jiwa wanita lain bernama Alexa.
"Memory siapa tadi!? Apakah itu memory wanita ini?" Alexa menduga-duga dalam hati ketika telah terbaring kembali diatas pembaringan dalam ruang rawat inap rumah sakit.
"Sayang, jangan terlalu banyak bergerak dulu. Kamu belum sepenuhnya pulih." Pria yang ada disamping Alexa itu begitu perhatian dan penuh kasih sayang.
"Apakah dia suami wanita pemilik tubuh ini!? Dia sangat tampan dan perhatian." Alexa menatap pria tampan yang berdiri disampingnya tanpa berkedip.
Pria itu terlihat tersenyum. Senyuman yang dipaksakan. Alexa bisa melihat, ada kecemasan dan kesedihan yang ia sembunyikan.
"Tuan Bryan, Dokter Loly berpesan Anda dan istri Anda harus banyak beristirahat. Luka di tubuh Anda berdua akibat kecelakaan, butuh perawatan rutin dan intensif agar tidak infeksi. Mungkin Anda harus menghubungi salah satu kerabat untuk bisa menjaga Anda berdua selama perawatan," saran perawat itu.
"Iya, Sus, saya sudah menghubungi kerabat saya. Mereka mungkin dalam perjalanan ke sini," sahut pria yang dipanggil Tuan Bryan itu sedikit canggung.
"Baiklah, kalau begitu saya tinggal dulu. Saya mau cek pasien yang lain. Permisi, Tuan," pamit perawat itu langsung pergi.
Alexa masih mengamati pria tampan disampingnya dengan seksama. Rahang yang kokoh, alis mata yang tebal, hidung yang mancung, sepasang mata yang teduh, bibir yang tipis, leher yang panjang, bidang bahu yang lebar, bagian dada dan perut,...
GLEK!
Alexa menelan ludahnya. Ada perasaan asing yang menyusup pelan di hatinya. Wajah dan tubuh pria itu teramat menggoda. Batinnya seketika memaki dirinya yang sempat berpikiran kotor.
"Kamu sangat beruntung, Amanda. Suamimu adalah pria yang nyaris sempurna," Alexa membuang pandangan matanya ke samping.
Jantungnya berdegup kencang. Pesona menawan dari pria bernama Bryan yang menjadi suami pemilik tubuh yang ia tempati jiwanya itu, sulit untuk dipungkiri wanita mana pun.
"Sayang, sebentar lagi Jimmy dan Brenda akan datang ke sini untuk membantu kita selama dirawat di sini. Aku minta maaf, semalam aku begitu panik dan belum sempat menghubungi siapa pun tentang kejadian kita semalam." Bryan bertutur, menyembunyikan perihal dirinya yang ikut jatuh pingsan semalam karena menahan luka yang ia derita akibat kecelakaan yang mereka alami.
"Semalam, apa yang terjadi dengan kita semalam!?" tanya Alexa penuh selidik.
Peristiwa kecelakaan yang dialami Bryan dan istrinya, Amanda, begitu sulit untuk ia ingat dengan ingatan Alexa. Meski ia mencoba keras untuk mengakses ingatan Amanda, kecelakaan itu hanya terlihat samar dan berujung sakit di kepalanya.
Sejenak Bryan terdiam. Intonasi Amanda berbicara terdengar tidak biasa. Amanda adalah wanita yang lembut, tetapi barusan istrinya berbicara dengan nada sedikit ketus.
"Mobil kita semalam mengalami rem blong, sewaktu kita ingin bertemu dengan Tuan Harry di restoran Bougenville. Dari awal aku sudah melarangmu agar tidak ikut, andai kamu mau mendengarkan ku, hal buruk seperti ini, mungkin tidak kamu alami." Raut penyesalan terpampang jelas diwajah tampan Bryan.
Jemarinya bergerak pelan menggenggam tangan istrinya yang tidak terpasang infus.
"Maafkan aku sayang, aku tidak menjagamu dengan baik." Tuturnya lagi menyentuh hati Alexa.
Bayangan Marco yang tersenyum dan pergi meninggalkan tubuhnya yang terluka parah begitu saja di atas aspal yang dingin, membuat Alexa menggigit bibirnya kuat, menahan sakit hati.
Hatinya teramat hancur dan terluka, membandingkan perlakuan Bryan dan Marco yang jauh berbeda. Tanpa sadar, Alexa menitikkan air mata, menyesali cintanya yang tidak pernah dihargai oleh Marco.
"Jangan menangis sayang, maafkan aku. Maafkan suamimu ini."Bryan ikut menitikkan air mata dan mengecup kening istrinya penuh sesal, tanpa mengetahui apa penyebab istrinya menangis.
Alexa tertegun. Begitu dalam rasa cinta pria itu terhadap istrinya. Rasa kasihan hinggaap dihatinya, andai saja pria itu tahu, jika yang bersemayam saat ini dalam tubuh istrinya bukanlah istrinya Amanda, mungkin pria itu bisa gila atau..., "Apakah dia akan membunuhku?" hati Alexa jadi gundah.
BERSAMBUNG
