9. Hilang
Sorotan lampu motor yang terang membuat Aznan secara otomatis menyipitkan matanya karena silau menatap lampu tersebut. Namun itu tidak berlangsung lama, karena lampu tersebut segera mati dan disusul dengan satu pria yang turun dari atas motor lalu berjalan mendekat ke arah Aznan setelah sebelumnya melepas helmnya terlebih dahulu.
"Yo, Bro!" sapa pria itu yang Aznan ketahui bernama Desta, tim dalam balapnya.
Aznan hanya mengangkat kepalanya singkat lalu kembali fokus menatap layar ponselnya yang sedari tadi menampilkan ruang obrolan antara dirinya dengan Dion. Ini sudah lebih dari satu jam, dan Dion bahkan belum membalas pesannya padahal sudah jelas kalau Dion sudah membaca pesan tersebut.
Desta mengambil tempat duduk di samping Aznan lalu menepuk bahunya untuk mengambil perhatian cowok yang memiliki tinggi hampir dua meter tersebut.
"Ada apa sama muka lo, Bro? Suram bet." ujar Desta begitu Aznan menoleh padanya.
"Pacar gue nggak bales chat gue. Itu masalahnya." balas Aznan jujur.
Desta mengangguk paham.
"Udah tidur kali. Dia kan anak sekolahan, sama kayak elo." ujarnya.
Aznan juga sebenarnya ingin berpikiran seperti itu. Tapi melihat tanda bahwa pesannya telah di baca, membuatnya urung untuk memutuskan kalau Dion sudah tidur. Lagipula ini baru pukul sembilan malam dan Dion pernah bilang kalau jam tidurnya itu jam sepuluh dan paling lambat dua belas. Jadi sudah jelaskan kalau Dion masih terjaga?
"Dia udah read chat gue tapi masih belum di bales juga. Padahal udah sejam lebih. Menurut lo dia udah tidur gitu?" ujar Aznan. Keraguan pun menghampiri Desta setelah mendengarnya.
"Ya mungkin dia lupa bales. Kayak gue kalo lagi serius main game, biasanya cuma gue read doang kalo isinya nggak penting. Abis itu lanjut main deh." ucap Desta kembali memberi gambaran agar Aznan tidak terlalu memikirkan pacar lelakinya itu.
Mendengar kata game tentu sudah tidak asing di telinga Aznan. Dan ya, sepertinya yang di ucapkan temannya itu ada benarnya juga. Dion adalah seseorang yang sangat suka bermain game. Bahkan beberapa kali Aznan terkena getahnya karena tidak sengaja mengganggunya saat bermain. Jadi kemungkinan Dion tidak membalas pesannya karena sedang bermain game, dan chat yang ia kirimkan tidaklah penting.
Tidak penting?
Aznan menyatukan alisnya begitu dua kata itu mampir di otaknya. Setelahnya ia pun menoleh menghadap Desta.
"Pesan yang menurut lo nggak penting itu kayak gimana emangnya?" tanya Aznan.
Desta berpikir sejenak, lalu ia pun bersiap menjawab.
"Ya, kayak pesan dari elo yang cuma minta info yang nggak hubungannya sama balapan. Temen-temen goblok gue. Dan lain sebagainya. Kecuali emak-bapak gue, dan yang pasti pa..."
"...car." akhir Desta yang suaranya mengecil di akhir kalimatnya, ia menatap Aznan sedikit takut karena ucapannya barusan.
Aznan terdiam sebentar untuk mengerti keadaan yang sedang terjadi dalam hatinya. Namun akhirnya ia memilih untuk menghela napasnya, lalu mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana.
"Gitu ya. Jadi gue termasuk orang nggak penting sama pacar gue sendiri." ucap Aznan yang sebenarnya berbicara sendiri. Namun Desta yang merasa bersalah langsung membalas ucapan itu dengan cepat.
"Nggak kok, Bro. Yang namanya pacar itu pasti penting. Masa iya pacar sendiri nggak di pentingin. Udah, mending lu percaya aja ama poin gue yang pertama kalo pacar lu itu lagi tidur. Udah, selesai." ucap Desta yang hanya di berikan dehaman oleh Aznan.
"Ya ya. Sekarang lo kasih tau gue. Ngapain lo mau ketemu gue sekarang?" tanya Aznan. Ia sudah kembali menatap Desta, temannya.
Mendengar pertanyaan itu, sontak Desta langsung merubah ekspresinya yang tadinya merasa bersalah menjadi seperti orang yang teringat sesuatu.
"Itu, Nan. Gue mau nanyain masalah pengunduran diri lo dari tim. Itu lo serius mau berhenti balapan?" tanya Desta akhirnya.
Aznan mengangguk sambil tersenyum tipis menatap lantai.
"Gue serius. Bukannya gue udah ajuin seminggu yang lalu ya? Kok lo baru mau konfirmasi sekarang?" ujar Aznan.
"Waktu itu gue sibuk gegara Fandi kambuh penyakitnya. Jadi gue nemenin dia deh semingguan ini. Terus pas gue balik, ketua tim bilang lo mau berhenti. Gue kaget dong, makanya gue langsung kesini dan nanyain lo. Eh elo nya malah galau." ucap Desta. Aznan terkekeh singkat mendengarnya.
"Nah sekarang lo udah tau kan kalo gue beneran mau berhenti. Jadi lo balik gih, gue mau masuk. Kalo bokap gue sampe ngeliat lo, lo bisa tahan ntar." ujar Aznan lalu berdiri dari duduknya di trotoar.
Desta ikut berdiri dan kini sangat jelas terlihat perbedaan tinggi keduanya.
"Jangan berhenti dong, Bro. Lo nggak inget masa-masa keemasan kita selama dua tahun ini? Masa iya lo mau berhenti gitu aja?" ujar Desta berusaha menahan Aznan agar tidak masuk ke dalam rumahnya.
Aznan menghembuskan napasnya lalu berbalik untuk menatap temannya itu.
"Gue nggak bisa, Ta. Dion udah nyuruh gue buat berhenti. Jadi gue berhenti. Gue cowok, jadi gue harus nepatin apa yang udah gue janjiin sendiri ke dia." ucap Aznan.
Desta terlihat tidak suka mendengar itu. Namun ia tidak bisa mengeluarkan kekesalannya karena Aznan adalah salah satu orang ia takuti. Jika ia protes, kuburannya akan di gali beberapa menit setelahnya. Jadi dengan begitu, Desta hanya bisa menghela napas dan menatap aspal dengan lesu.
"Padahal bulan depan ada tanding antar raja balap. Kalo lo ikut pasti bakalan seru. Lo kan salah satu pembalap ahli di kota ini, Bro. Tapi gegara pacar lanang lo itu. Semua ekspetasi yang gue bayangin sirna semuanya." ujar Desta yang akhirnya menyebutkan ketidaksukaannya tanpa sengaja.
"Lo nyalahin pacar gue?" tanya Aznan.
"Eh? Enggak-enggak. Maksud gue, ini udah malem sebaiknya lu tidur. Karena anak sekolah harus tidur di bawah jam 12. Heheheh. Ok deh, gue balik ya." ujar Desta cepat lalu dengan langkah terburu-buru berjalan menuju motornya. Menyalakannya, lalu detik berikutnya ia pun segera pergi dari sana dan mengebut sampai akhirnya menghilang di simpang jalan.
Aznan yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya lalu berbalik badan untuk mulai melangkah masuk ke dalam gerbang rumahnya, karena sejujurnya dia memang merasa mengantuk sedari tadi. Namun karena pesan yang ia kirim tak kunjung mendapat balasan, membuatnya terjaga hingga kedatangan Desta membuatnya menambah waktu untuk menunggu balasan dari Dion.
Dan sampai sekarang balasan itu tak kunjung datang.
Aznan yang sudah berada di atas kasurnya kini tidur telentang sambil dengan mata yang menatapi layar ponselnya untuk melihat foto profil milik Dion yang tersedia di aplikasi obrolan. Ia memandangi foto tersebut sambil berharap kalau-kalau Dion membalas pesannya.
Namun bukannya balasan pesan yang Aznan dapatkan. Melainkan gambar yang tadinya ia pandangi, kini sudah menghilang dan di gantikan dengan foto default bawaan aplikasi. Aznan awalnya mengerinyit bingung, namun detik berikutnya ia sadar dan langsung bangkit dari tidurnya menatap fokus ke layar ponselnya. Ia menekan tombol kembali untuk memastikan jika apa yang ia pikirkan tidak terjadi.
Menekan beberapa teks lalu menekan tombol kirim ke kontak yang bertuliskan nama Dion yang tersedia di sana. Dan saat centang satu berwarna abu-abu terlihat, jantung Aznan berhenti berdetak sesaat. Perasaan panik timbul dengan keringat yang mulai muncul di pori-pori kulitnya. Ia menekan nama Dion disana lalu mencoba menghubunginya agar dia bisa memastikan kalau Dion hanya tidak aktif dan bukannya memblokir dirinya.
Panggilan yang Aznan lakukan tidak terjawab dan itu sudah sukses membuatnya frustasi. Namun Aznan masih ingin berusaha dan memastikan. Ia keluar dari aplikasi tersebut, lalu memilih tombol panggilan dan kini ia kembali menghubungi nomor Dion yang ada di sana.
