10. Hilang (2)
Dalam detik pertama, suara sambungan telepon terdengar. Namun beberapa detik berikutnya, sambungan yang ia lakukan terputus dan itu sudah jelas bahwa pihak penerima sudah menolak panggilan yang Aznan lakukan.
Aznan tidak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya bisa terus menghubungi tersebut berkali-kali hingga akhirnya suara sambungan yang terdengar tidak ada lagi dan di gantikan dengan suara operator yang mengatakan kalau nomor Dion tidaklah aktif yang berarti sang empunya ponsel telah menonaktifkan ponsel miliknya.
"Bangsat!" maki Aznan kesal. Ia melempar ponselnya kuat hingga mengenai lemari pakaiannya yang besar.
Bangkit dari kasur dengan perasaan kesal. Aznan pun meraih kunci motornya dan tidak lupa pula mengambil jaket yang ia sampirkan di kursi belajarnya. Setelah itu, Aznan pun keluar kamar dan menuruni tangga untuk pergi ke rumah Dion yang jaraknya lumayan jauh dari sini.
Sekarang sudah malam memang. Tapi itu tidak Aznan pedulikan jika Dion berbuat seperti ini tanpa sepengetahuan Aznan atas maksud Dion melakukan hal ini terhadapnya.
Dalam waktu kurang dari setengah jam, Aznan sudah sampai di depan gerbang rumah Dion. Ia menekan bek rumah dengan tidak sabaran hingga akhirnya Aznan bisa melihat di kejauhan bahwa pintu rumah di buka dan menampilkan sosok wanita yang Aznan ketahui sebagai Ibu dari Dion, pacarnya.
"Ada apa Nak Aznan malam-malam begini?" tanya Bunda yang kini sudah berada di hadapan Aznan untuk membuka pintu gerbang agar Aznan bisa masuk ke dalam.
"Dion nya ada, Tante?" tanya Aznan balik. Ia sudah masuk ke pekarangan rumah Dion.
"Dion? Oh, iya. Dion nggak dirumah sekarang, Nak. Dia udah pamit untuk nginep dirumah kawan SMP-nya. Si Wanda. Katanya ada kerja kelompok, makanya izin menginap." jawab Bunda yang memang memberitahu apa yang Dion sampaikan padanya.
"Nginep di rumah Wanda?" tanya Aznan lagi. Sang Bunda mengangguk sebagai jawaban.
"Kamu nggak ngabarin Dion dulu kalo mau kesini?" ujar Bunda.
Aznan menggeleng pelan, ia ingin menjelaskan kalau Dion sudah memblokir WhatsApp miliknya, dan tidak mengaktifkan ponselnya juga. Tapi jika ia mengatakan hal itu, pasti Bunda akan berpikiran yang aneh-aneh. Jadi Aznan mengurungkannya.
"Bunda tau rumah Wanda dimana?" tanya Aznan lagi.
"Nggak, Nak. Dion emang sering main kesana. Tapi Bunda nggak pernah nanyain rumahnya Wanda ada dimana. Emang ada apa sampai kamu malam-malam begini nyariin Dion? Kamu nggak ngerjain tugas juga?" ujar Bunda yang di akhiri dengan pertanyaan.
"Tugas saya sudah selesai, Tante. Yaudah deh kalo gitu, saya pamit pulang ya, Tan. Maaf ganggu malem-malem." ujar Aznan mengakhiri kunjungannya walaupun dengan otak yang berpikir keras mencari keberadaan Dion yang sebenarnya.
Bunda mengangguk, lalu menerima dengan sukarela pamitan Aznan pada tangannya. Setelah itu ia tersenyum sambil menatap Aznan yang keluar dari halaman dan menaiki motornya untuk berlaku pergi dari depan rumahnya. Setelah itu sang Bunda pun berbalik dan berjalan ke arah rumahnya untuk ke dalam dengan otak yang juga berpikir mengapa Aznan sampai mencari Dion malam-malam begini. Namun mengingat jika keduanya masih dalam masa remaja. Jadi wajar, jika pertengkaran pasti ada di hubungan keduanya, walaupun hubungan palsu dan tidaklah benar.
• • •
Keesokan paginya Aznan sudah datang di sekolah dan duduk di kursinya walaupun jarum jam baru menunjukkan pukul 6 pagi hari. Ia sudah kerumah Dion tadi sebelum datang kemari. Namun sang Bunda masih bilang kalau Dion belum pulang dan berkemungkinan kalau Dion akan berangkat sekolah dari rumah Wanda.
Rumah Wanda.
Semalaman penuh Aznan mencari rumah tersebut. Namun tidak ada informasi satupun yang ia dapatkan tentang alamat rumah tersebut. Seperti terencana, rumah tersebut disembunyikan informasinya darinya. Entahlah, yang jelas Aznan sudah bersusah payah mencari rumah tersebut hingga dini hari dan tidur sebentar di rumahnya. Jam lima tepat ia kembali bangun dan mempersiapkan dirinya untuk pergi kerumah Dion untuk mengecek kehadiran orang itu.
Namun sampai saat bel masuk berbunyi sosok yang Aznan cari pun tak kunjung menampakan batang hidungnya. Hanya orang yang ia ketahui rumahnya diinapi lah yang hadir dan sudah duduk di kursinya. Tanpa menunggu waktu lama, ia bangkit dari kursinya untuk menghampiri Wanda yang sudah tau kalau ini akan terjadi. Ia menatap Aznan sambil tersenyum tipis, lalu segera berkata sebelum orang itu bertanya padanya.
"Kalo lo dateng cuma mau nanyain Dion dimana. Maaf, gue nggak tau. Dia emang nginep dirumah gue semalem. Tapi subuh-subuh tadi dia udah balik dan sampe sekarang gue belum liat orangnya dimana. Jadi ya, gue nggak tau." ucap Wanda yang tepat mengenai apa yang akan Aznan tanyakan.
"Gue kerumahnya subuh-subuh juga. Tapi dia belum pulang." ujar Aznan yang sudah tampak frustasi akibat tidak mendapatkan jawaban atas keberadaan Dion.
Wanda mengedikkan kedua bahunya. "Gue juga nggak tau dia kemana. Emang kalian ada masalah apa sih?" ujar Wanda yang memang sudah penasaran dari semalam tentang apa yang telah terjadi di antara keduanya.
Aznan enggan menceritakan apa yang terjadi. Karena sejujurnya ia juga tidak tau masalah apa yang telah menimpanya, sehingga Dion tiba-tiba menghilang seperti ini. Menghindarinya bahkan sampai memblokir semua akses yang ia miliki untuk bisa menghubungi Dion.
Berbalik dengan lesu, Aznan pun berjalan keluar kelas bersamaan dengan sang guru yang baru saja memasuki kelasnya. Guru itu ingin menanyai Aznan, namun melihat wajah suram yang di tampilkan, membuatnya urung dan membiarkan Aznan berlaku keluar hingga akhirnya menghilang di balik tembok karena saat ini sosok Aznan sudah berada di area parkir untuk menaiki motornya dengan niat ingin kerumah Dion untuk memastikan jika pacarnya saat ini berada di sana.
Namun sebelum dirinya menyalakan mesin motor itu. Matanya menangkap sosok pria yang seharian ini ia cari-cari. Siapa lagi bukan Dion. Saat ini sosok itu tengah berjalan santai menuju koridor yang mengarah ke toilet. Aznan yang terdiam karena merasakan ketenangan setelah melihat sosok itu akhirnya telat, dan kini sosok Dion sudah kembali menghilang di balik tembok karena berjalannya bertambah cepat yang mungkin karena Dion sedang menahan muatannya dan sudah tidak tahan ingin mengeluarkan beban tersebut.
Sementara Aznan yang tidak ingin kehilangan sosok Dion segera turun motornya dan berlari kecil untuk mengejar jejak Dion yang berjalan ke arah toilet sekolah. Untungnya Aznan tidak terlambat, ia masih bisa melihat Dion yang hampir sampai di toilet tersebut. Aznan tersenyum senang dan hendak memanggil Dion dengan suara kencang. Namun niat itu segera terurungkan begitu sosok Dion masuk ke dalam toilet yang tidak seharusnya.
Yaitu toilet wanita.
Awalnya Aznan menatap penuh tanya atas apa yang Dion lakukan. Namun ia tidak mau berpikir dan memilih untuk kembali mengikuti jejak Dion memasuki toilet wanita.
Ia mengintip sebentar ke arah pintu masuk toilet itu, dan berbalik untuk memastikan jika tidak ada seorang pun yang melihatnya sedang mengintai di toilet wanita itu.
"Emh..." suara desahan kecil sukses masuk ke dalam gendang telinga Aznan. Dan detakan jantungnya berpacu lebih cepat setelah mendengar suara desahan itu yang jelas berasal dari suara cewek.
Berbagai pikiran negatif memenuhi otak Aznan saat ini. Namun ia berusaha menolak semua pikiran itu dan berharap jika yang ia bayangkan tidaklah terjadi di dalam sana. Tapi rasa penasaran dan fakta bahwa Dion memasuki toilet ini membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Darahnya mendidih, dan tingkat amarah yang ia tahan sedari semalam kini menguap begitu saja saat dirinya masuk ke dalam toilet tersebut dan mendapati sosok pria yang sangat ia kenal tengah berciuman penuh nafsu bersama seorang gadis di dalam sana.
Aznan dengan wajah penuh marah segera berjalan mendekat dan menatap keduanya dengan tajam seakan-akan dirinya siap membunuh seseorang sekarang. Dan saat dirinya sampai di dekat dua orang tersebut. Dengan kasar Aznan memisahkan ciuman itu dan membuat dua orang tersebut terkesiap menatap Aznan terkejut. Namun Dion yang mengetahui jika Aznan lah yang menggerebeknya. Tatapan terkejutnya segera dirubah dengan tatapan datar yang tanpa minat.
Sementara Aznan yang sudah sangat marah sudah tidak bisa menahan apa yang ia ingin lakukan. Apalagi saat mendapatkan tatapan seperti itu dari Dion membuatnya bertambah kesal dan ingin melakukan kekerasan.
"BANGSAT!" teriak Aznan, sebelum akhirnya ia benar-benar melakukan kekerasan dan melayangkan satu pukulan keras ke wajah tampan milik Dion.
