Pustaka
Bahasa Indonesia

Tiba-tiba Cinta

64.0K · Tamat
A L F I C T
30
Bab
4.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Dion Fergian seorang Playboy kelas kakap kini harus menerima karmanya begitu dirinya telah salah memilih korban untuk disakitinya. Ia sudah mempermainkan hati Adik kesayangan Aznan Syahrizal sang Badboy yang terkenal akan kenakalan dan kekuasaannya di sekolah.Awalnya Dion menganggap hal itu bukanlah masalah yang besar. Dia kuat, dia bisa saja melawan Aznan jika saja di ajak untuk berkelahi. Namun sepertinya dugaan Dion salah. Cara yang di gunakan Aznan untuk membalas dendam adiknya bukanlah fisik yang akan membuat ketampanannya musnah. Melainkan dengan cara menjadikan dirinya sebagai pacarnya dan membuat hal itu menjadi tantangan di antara mereka berdua.Yaitu, jika salah satu dari mereka mengakui perasaan yang sebenarnya lebih dulu. Maka dia akan kalah, dan semua permainan yang mereka lakukan akan berakhir dengan hukuman sesuai dengan apa yang mereka setujui.• • • WARNING!!!CERITA INI MENGANDUNG UNSUR GAY, BOYXBOY, BOYSLOVE DAN LGBT!!

GAYRomansaTeenfictionSweetRevengeKampusMenyedihkanBaper

1 : Awal Mula

Bunyi bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu. Dan sekarang semua murid sudah berada pada tempat duduknya masing-masing. Tentu saja rutinitas kebisingan sebelum guru masuk selalu terjadi. Ada yang bergosip, bernyanyi, berlarian, dan masih banyak lagi.

Namun berbeda dengan Dion. Dia yang di kenal sebagai playboy tingkat atas kini hanya diam di kursinya sambil menatapi kursi kosong yang tidak jauh dari tempatnya. Biasanya dia berisik, selalu berada di tengah-tengah kerumunan untuk menambah popularitasnya yang sudah menyambangi sosok Aznan yang menduduki posisi pertama sebagai siswa yang populer di sekolah. Dan tentu saja, mereka di satukan di kelas yang sama.

"Woi, Yon. Tumben lu anteng. Biasanya juga ngacir nyari gebetan baru." ujar seseorang yang bernama Wanda. Dia baru saja datang dan menghampiri Dion setelah dirinya menyadari kalau temannya itu terlihat diam dengan senyum gaje terukir di wajahnya.

"Berisik lu ah. Sono-sono, gue lagi nungguin Aqila nih. Gue lagi ngasih surprise sama dia." ujar Dion, sambil tangannya mengusir Wanda agar menjauh dari pandangannya yang masih setia menatapi kursi kosong itu.

Wanda paham, ia menggeser tubuhnya dan memilih untuk mengambil tempat duduk yang berada di samping Dion. Dirinya memasang wajah bertanya lalu mencolek bahu Dion sambil bertanya.

"Lu mau gebet Aqila? Bukannya lo bilang dia bukan tipe lo ya?" ujarnya

Dion tanpa menoleh menjawab. "Itu kan dulu. Setelah gue sadari, ternyata dia cantik juga. Dan gue nggak ngegebet dia. Tapi dia bakal jadi pacar gue sebentar lagi. Gue ngasih surat cinta di lacinya, dan setelah dia baca. Dia pasti bakal nerima gue dan tersenyum bahagia kayak cewek-cewek yang biasa gue tembak." jelas Dion.

Wanda ingin muntah sebenarnya mendengar pernyataan yang Dion ucapkan. Tapi itu benar adanya, setiap wanita yang di tembak oleh Dion pasti selalu dengan cepat menerimanya, padahal mereka sendiri sudah tau kalo Dion adalah seorang playboy yang siap untuk meninggalkan dan menyakiti mereka kapanpun yang Dion mau. Terkadang Wanda berpikir, ternyata di dunia ini banyak sekali wanita bodoh yang mau saja di tipu wajah tampan yang di miliki Dion.

Mereka bisa saja memilih cowok setia seperti dirinya daripada playboy seperti Dion. Tapi sudahlah, yang tulus akan kalah dengan fisik yang berada di atas rata-rata. Apalagi kalau mereka berduit. Tamatlah sudah cowok-cowok yang bernasib sama dengan dirinya. Jelek dan bokek.

"Pak Arpan dateng woy!" teriak salah satu murid di kelas.

Semuanya langsung heboh. Suara meja dan kursi yang berbenturan menghiasi seisi kelas karena mereka yang sibuk untuk kembali ke tempat duduk mereka masing-masing sebelum guru yang di sebutkan tadi memasuki kelas dan memarahi mereka karena tidak patuh dan disiplin.

Dalam waktu satu menit, seisi kelas langsung hening bersamaan dengan datangnya Pak Arpan sang wali kelas yang tersenyum hangat kepada murid-muridnya di susul dengan ucapan selamat pagi yang di balas oleh seisi kelas kecuali Dion.

Dirinya menatap bingung ke arah kursi yang kini sudah diisi dengan murid yang jauh dari harapannya. Di sana bukanlah cewek yang ia harapkan duduk di kursi itu. Apalagi jenis kelamin yang di ketahui sama dengan dirinya, membuatnya seketika panik saat cowok tersebut meraba laci meja dan menemukan surat cinta yang ia buat untuk seorang cewek yang ternyata duduk di bagian belakang bersama Wanda temannya.

Ia melotot tajam. Ia sudah berkeringat dingin menatap cowok itu yang kini sudah membuka surat cinta buatannya. Beberapa detik kemudian cowok yang menerima surat itu menoleh kebelakang mencari sang penulis surat cinta yang dia baca barusan. Dan saat matanya bertemu dengan mata Dion, senyuman miring penuh arti ia tunjukkan kepada Dion. Setelahnya dia kembali menghadap ke depan memperhatikan sang guru yang mulai mengabsen satu-persatu murid kelasnya.

"Aznan Syahrizal." panggil guru itu mengabsen namanya.

Sang empunya nama pun mengangkat tangannya dan seketika membuat Dion menepuk jidatnya menerima firasat buruk saat dirinya sudah mengenali siapa yang sudah membaca surat cintanya tersebut.

Ini musibah. Dirinya akan terkena masalah sebentar lagi. Walaupun Dion tidak tau musibah apa yang menimpanya nanti. Tapi dia tau, ini akan rumit. Apalagi dia tau betul kekuasaan yang cowok itu miliki di sekolah ini. Tidak mungkin kan dirinya akan kena bulli satu sekolah akibat surat cintanya tersebut?

"Pak!" potong Aznan sebelum guru tersebut melanjutkan absennya.

"Iya, Nan?"

"Sebelum Bapak lanjutin absen itu. Aku punya satu kejutan khusus yang bakal ngebuat Bapak dan satu kelas nggak percaya kalo orang ini udah ngirim sesuatu ke laci meja." ucap Aznan sambil mata menatap Dion yang wajahnya memerah akibat menahan malu padahal aibnya belum lah diumbarkan.

Seisi kelas bertanya-tanya. Apa yang akan si lakukan sama si pembuat onar itu. Apa dia bakal menunjuk satu orang dan memukulinya di depan sang guru? Atau lebih parah dari itu? Entahlah, mereka semua hanya bisa menunggu begitu juga dengan sang guru.

Aznan mengeluarkan senyum miringnya, lalu bangkit dari duduknya untuk berdiri di atas kursi yang ia duduki tadi. Dan setelahnya, dengan senyum penuh arti dirinya merentangkan surat cinta tulisan Dion dan memperlihatkan ke seisi kelas.

"Gue baru aja dapet surat cinta. Dan isinya bener-bener bikin yang baca bisa jatuh cinta. Termasuk gue. Dan mumpung sekarang orang yang nulis ini ada di kelas ini. Gue bakal menjawab ajakannya yang meminta gue untuk menjadi pacarnya." ucap Aznan dengan lantang.

Seluruh murid hanya diam dengan wajah bertanya menatap Aznan. Kecuali Dion dan juga Wanda, wajah mereka terlihat panik, namun mereka tidak punya pilihan lain selain mendengarkan apa yang akan Aznan ucapkan nanti.

"Ok. Gue terima pernyataan cinta ini. Dan mulai sekarang status kita pacaran. Gue dan elo. Dion Fergian." ungkap Aznan yang di akhiri dengan senyuman miring sambil mata yang menatap remeh ke arah Dion.

Dion tidak bisa berbuat apapun. Ini salahnya juga, apalagi saat ini seluruh kelas menatap ke arahnya. Membicarakannya dengan suara yang bisik-bisik dan tidak diketahuinya.

Melihat itu membuat Aznan puas. Dia turun dari kursi tersebut, lalu tanpa merasa bersalah dirinya berjalan keluar kelas setelah sebelumnya dirinya membungkuk di hadapan guru yang hanya menatapnya bingung tanpa mengucapkan satu patah katapun.

"Lo jadi gay, Yon?" tanya teman sebangkunya.

Dion menoleh, namun tidak berniat untuk membalas pertanyaan itu. Darahnya saat ini mendidih, nama Aznan sudah ia sebut berkali-kali dalam hatinya dengan penuh sumpah serapah yang membelakangi nama tersebut. Ini tidak bisa dia biarkan, ia butuh penjelasan mengapa Aznan menyatakan hal yang tidak mungkin ia lakukan.

Menembak preman gila?

Dia pikir wanita di dunia ini sudah tidak ada lagi? Sehingga mengharuskannya menembak Aznan yang terkenal dengan kenakalannya itu?

Dion bangkit, dengan wajah menahan amarah dirinya berjalan perlahan menuju pintu kelas untuk keluar menyusul Aznan. Namun dirinya berbeda dengan apa yang Aznan lakukan. Jika Aznan masih menghormati sang guru dengan membungkuk sedikit di hadapannya, tidak dengan Dion yang hanya berlalu begitu saja mengabaikan sang guru yang masih dengan wajah bengong mencerna apa yang baru saja terjadi di kelasnya itu.

Di luar kelas. Dion dengan cepat mengejar Aznan begitu matanya menangkap sosok itu yang berjalan santai di koridor sekolah. Tidak membutuhkan waktu yang lama, karena beberapa detik berikutnya, Dion sampai dengan jarak Aznan dan tanpa basa-basi langsung menarik tangan Aznan lalu berkata.

"Ikut gue!" perintahnya sambil menarik Aznan menuju gudang sekolah yang terletak lumayan jauh dari kelasnya berada.

"Sekarang jelasin. Apa maksud lo ngomong kayak tadi ke semua murid di kelas?" tanya Dion begitu dirinya sudah melepaskan genggamannya pada tangan Aznan.

Aznan menaikkan satu alisnya, dengan kedua tangan yang ia lipat di dadanya, ia pun bersandar di dinding gudang tersebut sambil menatap Dion dengan senyuman meremehkannya terhadap sosok Dion.

"Gue mau bales dendam." ucap Aznan akhirnya.

"Maksud lo? Gue ada salah apa sama elo sampe-sampe lo mau bales dendam segala?"

"Lo nggak ada salah sama gue. Tapi adek gue, Sari."

"Hah? Sari?" ujar Dion sambil dengan otak yang berusaha mengingat nama itu.

"Cewek yang lu putusin 3 hari yang lalu. Inget?"

"Ahh...cewek tukang atur itu? Dia adek elu? Ya ampun, pantes aja gue nggak betah pacaran sama dia. Abangnya aja modelan kayak gini, ya nggak jauh beda lah ya." ucap Dion dengan kekehan di akhir kalimatnya yang tentu saja menimbulkan tatapan tajam yang keluar dari kedua mata Aznan.

Melihatnya, membuat Dion seketika berhenti bercanda dan berdeham untuk membuat suasana kembali menjadi serius.

"Ok, jadi sekarang maksud lo apa balas dendam sama gue dengan cara kayak gitu? Bukannya kita sama-sama cowok? Kita bisa main tangan kalo lo mau. Jangan mentang-mentang lo terkenal badboy lo jadi ngeremehin kekuatan berantem gue ya." ucap Dion yang sudah siap dengan kedua lengan bajunya yang ia gulung setengah untuk memperlihatkan kedua ototnya yang tidak seberapa besar itu.

Aznan menghembuskan napasnya malas. Cowok di depannya terlihat kayak bocah yang masih butuh emaknya kalo ada apa-apa. Istilahnya sih, omong doang.

"Gue nggak mau ngotorin tangan gue cuma buat cowok macem lo yang bisanya nyakitin hati cewek doang. Sekarang udah saatnya bagi lo untuk sadar. Gue bakal jadi pacar lo untuk beberapa waktu, dan bakal ngebuat lo suka sama gue. Dan saat itu terjadi, gue bakal ninggalin lo sama seperti yang lo lakukan sama adek gue. Paham?" jelas Aznan.

"Pfffttt. Jadi lo ngomong di depan kelas kalo kita pacaran itu dengan harapan kalo gue bakal jatuh cinta sama lo gitu?" tanya Dion dengan wajah yang berusaha menahan tawa.

Aznan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ya. Makanya sekarang status kita pacaran. Gue bakal ngebuat lo jadi pacar gue seutuhnya. Gue bakal memperlakukan lo seperti apa yang gue lakuin sama pacar gue sebelumnya. Gue nggak terlalu yakin ini bakal berhasil atau nggak. Tapi seenggaknya gue mencoba." ujar Aznan santai.

"Hahahah. Ok-ok, gue terima cara balas dendam lo. Tapi gue juga nggak bakal diem aja. Gue bakal melakukan hal yang sama dengan apa yang lo lakukan. Gue bakal memperlakukan lo seperti pacar gue yang sesungguhnya. Gue akan ngebuat lo yang jadi jatuh cinta sama gue dan menjadi korban selanjutnya setelah adek lo. Gimana? Deal?" ujar Dion, sambil mengulurkan tangannya ke arah Aznan meminta tanda persetujuan.

Aznan yang mendengar itu hanya mengedikkan kedua bahunya dan menjabat tangan itu tanda dirinya setuju.

"Ok. Mulai besok gue bakal antar jemput lo ke sekolah." ucap Aznan setelah jabatan tangan mereka terlepas.

"Oke, gue juga bakal senang hati memeluk dari belakang dan bisikin lo kata-kata cinta setiap harinya." balas Dion.

Aznan menaikkan satu alisnya mendengar itu, tapi dia memilih untuk tidak memperdulikannya. Ia menegakkan tubuhnya, lalu detik berikutnya Aznan berlalu begitu saja untuk keluar dari gudang meninggalkan Dion yang saat ini memikirkan berbagai macam rencana agar rencana membuat pembalasan dendam Aznan berbalik kembali kepada sang empunya nya.