Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Diskusi

Begitu suara pluit yang di keluarkan oleh wasit terdengar. Aznan langsung berdiri dari duduknya, dan berjalan santai untuk menuruni tangga bermaksud untuk turun dari tempat penonton tersebut.

Sudah hampir dua jam ia duduk dan memperhatikan permainan Dion saat bertanding melawan kelas lainnya. Awalnya ia berpikir akan membosankan. Namun ternyata tidak juga. Karena setiap kali Dion melirik kearahnya, Dion akan tersenyum dan memberi dirinya ciuman jarak jauh yang tentu saja membuat semua orang yang melihatnya merasa cukup terganggu. Namun Aznan tidak perduli, ia malah membalas perbuatan Dion lalu tersenyum lebar bermaksud agar pacarnya itu bertambah semangat.

Dan benar saja. Dion menjadi lebih semangat hingga akhirnya berhasil mencetak gol sebanyak 2 kali yang mana hal itu membuat timnya menang telak melawan kelas lainnya. Dan sekarang, Dion sedang berdiri santai sambil memperhatikan Aznan berjalan ke arahnya dengan satu tangan yang membawa minuman dingin untuk dirinya.

Awalnya Dion memasang senyum senang saat menyadari bahwa Aznan ingin menghampirinya dengan sebotol minuman di tangannya. Namun detik berikutnya, senyuman itu luntur di gantikan dengan pandangan tidak suka melihat ke arah Aznan yang kini berhenti di tempat karena seorang cewek menghadang jalannya.

"Kak. Gue boleh ngomong sesuatu sama elo?" tanya cewek itu yang bernama Renita.

Aznan menaikkan satu alisnya, lalu melirik sebentar ke arah Dion yang masih menunggunya beberapa meter dari jaraknya.

"Boleh. Tapi disini aja." balas Aznan. Renita pun tersenyum lembut lalu beralih untuk membuka tasnya dan mengeluarkan satu bungkus coklat berukuran besar yang langsung ia sodorkan di hadapan Aznan.

"Sebenernya selama ini gue udah suka banget sama elo, Kak. Apa lo mau jadi pacar gue?" ujar cewek itu tanpa malu.

Kini kedua alis Aznan naik menatap cewek itu sedikit heran. Ia memang sering menerima pernyataan suka oleh cewek-cewek. Tapi baru kali ini ia melihat seorang cewek yang berani menyatakan perasaannya di depan banyak orang. Selama ini cewek-cewek yang menyatakan perasaan selalu mengajak ke tempat yang sepi lalu mengutarakan perasaannya.

Seluruh murid yang menyaksikan terkesiap. Mereka spontan menatap ke arah Dion yang saat ini menatap datar Aznan sambil menunggu jawaban apa yang akan cowok itu berikan. Namun karena terlalu risih di tatap banyak orang, akhirnya Dion pun bersuara.

"Apa liat-liat!?" kesalnya, yang segera saja membuat orang yang melihatnya segera beralih ke objek utama.

Aznan tersenyum, lalu menghela nafasnya pelan.

"Sorry. Tapi gue udah punya pacar." ujar Aznan sambil sesekali mencuri pandang ke arah Dion yang menatapnya tajam.

"Siapa pacar, Kakak? Setau gue kakak nggak punya pacar kan? Makanya gue berani nembak kakak kayak gini." ujar cewek itu yang terpaksa mengendurkan sedikit sodoran coklatnya dari hadapan Aznan.

"Pacar gue ada di belakang lu. Liat noh. Sekarang lagi natep gue dengan tatapan pengen ngebunuh." ujar Aznan sambil menggunakan dagunya untuk menunjuk ke arah Dion.

Renita menoleh dan sedikit terkejut saat menatap pandangan mengerikan yang ia terima dari Dion. Namun setelahnya ia tidak terlalu perduli dan kembali menghadap Aznan.

"Dia bukan pacar lo, Kak! Gue tau semuanya." ujar cewek itu, yang tentu saja membuat Dion maupun Aznan sedikit kaget mendengarnya.

"Maksud lo apa?" tanya Aznan.

Renita mengeluarkan senyum miringnya, lalu mundur sedikit dan mengubah posisi berdirinya menjadi menyamping sehingga kini Aznan berhadapan langsung dengan Dion walaupun dalam jarak yang sedikit jauh.

"Ok. Gue kasih lo kesempatan agar gue nggak membeberkan semua rahasia kalian berdua, Kak. Lo terima gue, atau gue bakal ngasih tau seluruh murid yang ada disini tentang perjanjian kalian?" ujar Renita sambil menatap Aznan dan Dion bergantian.

Ok. Cukup. Dion tidak bisa lagi menahannya. Ia dengan memasang wajah kesal berjalan menghampiri cewek itu, lalu setelah sampai di hadapannya Dion pun melipat kedua tangannya di dadanya.

"Apa yang lo tau dari hubungan gue sama Aznan? Cepet kasih tau." ujar Dion dengan gaya menantang.

Renita yang akhirnya mendapatkan balasan dari Dion pun bertambah senang. Ia berpikir jika permainan yang ia buat semakin menarik dan membuat orang yang menyaksikan menjadi penasaran.

"Lo yakin mau gue kasih tau tentang perjanjian yang kalian bikin di gudang sekolah?" ujar cewek itu yang memasang wajah mengesalkan di mata Dion. Namun Dion masih memilih sabar dan ingin mendengar ucapan selanjutnya dari cewek itu. Makanya ia mengangguk kecil untuk mengiyakan pertanyaan Renita kepadanya. Sementara Aznan hanya memperhatikan Dion yang terlihat berbeda dari biasanya. Dion terlihat menggemaskan dan itu tentu saja membuat Aznan tersenyum kecil memperhatikan pacarnya tersebut.

"Ok kalo itu mau elo. Tapi maaf, masalah yang gue bikin ini bukan di tujukan untuk elo. Lo nggak ada urusan disini. Karena, yang gue tanyain itu Aznan. Bukan pacar homo bohongannya!" ucap cewek itu yang segera saja membuat murid yang menyaksikan heboh dan saling berbisik satu sama lain.

"Sorry, Kak. Tapi karena lo udah nolak gue dengan alasan punya pacar bohongan kayak Dion ngebuat gue muak. Jadi gue terpaksa harus memberitahu semua ini." ujar cewek itu yang melembut ke arah Aznan. Namun sayang, ucapannya tidak di tanggapi karena Aznan masih saja fokus memandangi sosok Dion.

"JADI MEREKA BUKAN PACARAN BENERAN YA!?" teriak salah satu dari kerumunan.

Dion menoleh begitu juga dengan Renita.

"Ya. Semua yang kalian liat selama ini cuma kebohongan mereka aja. Alasan mereka ngebuat ini pun pasti bikin kalian geli." ujar cewek itu.

"Mereka ngebuat perjanjian ini. Adalah karena Kak Aznan mau balesin dendam adeknya yang bernama Sari. Sementara Dion, cuma mau membela dirinya dengan cara mau jadi pacar bohongan Kak Aznan. Dan perjanjian ini bakal berakhir kalo salah satu dari mereka jatuh ke dalam perangkap dan kalah setelah menyatakan perasaan suka terlebih dahulu." ujar cewek itu tersenyum puas karena akhirnya berhasil membocorkan rahasia yang tidak sengaja ia dengar dan ia simpan selama hampir satu bulan ini.

"BERARTI KEMESRAAN MEREKA SELAMA INI CUMA BUAT NGEGODA SATU SAMA LAIN DONG?" tanya salah satu dari kerumunan lagi.

Renita mengangguk. "Ya begitulah. Semua yang mereka lakukan selama ini cuma kebohongan. Tidak ada satu pun yang mereka lakukan dengan tulus dan beneran. Gue muak ngeliatnya, makanya gue berniat untuk mengakhiri ini semua dan ngebuat kalian tau, kalo selama ini yang kalian itu cuma kebohongan mereka yang udah ngebohongin kalian sejak lama." ujarnya sambil menatap kerumunan dan di akhiri dengan menatap Dion.

Sementara Dion yang merasa sudah cukup mendengar omong kosong cewek yang nggak dia kenal pun akhirnya merubah posisinya dan kini menatap Aznan yang sampai saat ini masih memperhatikannya. Dion tersenyum simpul, lalu mulai melangkah mendekat ke arah Aznan. Hingga kini jarak di antar mereka berdua sangat dekat dan itu langsung menimbulkan suasana hening yang penuh tanda tanya atas apa yang akan Dion lakukan selanjutnya.

Aznan yang terlihat seperti orang bodoh yang tidak tau apa-apa pun hanya bisa pasrah saat wajahnya di tahan oleh kedua tangan Dion yang saat ini berjinjit agar bisa menyamai tingginya dengan Aznan. Dan kini kedua mata mereka pun bertemu, membuat jantung keduanya berdetak kencang dengan pikiran yang sulit untuk di jelaskan dengan kata-kata.

Ingatan tentang semalam yang mereka lakukan pun terngiang. Namun suasana dan beberapa pasang mata yang memperhatikan membuat Aznan dan kini ia sudah kembali pada dirinya yang sebelum terhipnotis oleh sosok Dion.

"Lo yakin mau lakuin ini, Yon?" tanya Aznan berbisik saat jarak wajah mereka benar-benar sangat dekat.

Dion mengangguk kecil, lalu detik berikutnya ia memejamkan matanya dan mulai menempelkan bibirnya ke bibir milik Aznan. Suara terkesiap pun mulai terdengar, disusul dengan pandangan tidak percaya dari seluruh murid yang menyaksikan. Begitu juga dengan Renita yang merasakan lemas di kakinya saat melihat adegan tersebut. Apalagi ketika Dion mulai menggerakkan bibirnya dan membuat Aznan memejamkan matanya untuk membalas ciuman yang di berikan Dion saat ini.

Ciuman itu berlangsung cukup lama dan membuat yang menonton perlahan luluh dan akhirnya merasakan ketulusan atas apa yang dua orang pria itu lakukan saat ini. Namun sebagian juga merasa jijik dan memilih untuk meninggalkan tempat agar tidak melihatnya lagi.

Sementara Renita hanya bisa diam sampai akhirnya ciuman itu terlepas, dan menampilkan sosok Dion maupun Aznan yang kini menatap sama lain dengan wajah yang memerah.

Rasa malu kini menjalar ke seluruh tubuh Dion. Lalu tanpa mengucapkan apapun, ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Aznan yang di penuhi dengan tatapan bertanya oleh murid-murid yang melihat. Namun Aznan lebih memilih fokus menatap Renita, dan memandangnya datar.

"Lo udah berbuat sesuatu yang salah, girl." ucapnya datar, lalu detik berikutnya ia pun berjalan menjauh dari sana bermaksud untuk menyusul Dion dan melanjutkan niatnya untuk memberi minuman yang sampai saat ini masih ada di tangannya.

"Yon?" panggil Aznan ragu begitu dirinya sudah memasuki ruang ganti.

"Sana lu jauh-jauh bangke!" teriak Dion yang Aznan ketahui berada di kamar mandi.

Aznan pun segera berjalan kecil untuk menuju kamar mandi tempat Dion berada. Namun sayang, bilik yang Dion tempati kini sudah di tutupi rapat oleh sang pemakainya.

"Sayang. Kok di tutup sih pintunya?" ujar Aznan menggoda.

"Sayang-sayang pala lo peyang! Sana lu pergi. Gue lagi kesel sama lu setan." balas Dion yang disusul dengan suara air yang berjatuhan.

"Kok lo jadi marah-marah sih. Tadi aja lo cium-cium gue. Gue pikir lo lari kesini mau ngasih kode gue buat ngewek. Ternyata gue salah." ujar Aznan yang memang berpikiran seperti itu tadi.

Jujur saja, saat ciuman mereka berlangsung tadi. Junior milik Aznan berdiri dan terasa sesak di balik celana dalamnya.

"Kampret lo! Malah sange lagi. Masih untung tadi gue belain elo ya. Udah bikin gue malu satu sekolah lagi. Masih aja sempat-sempatnya mikir ngewek. Inget, kita ini emang bukan beneran. Tapi seenggaknya gue nggak mau kebohongan yang kita lakuin ini ketahuan dan akhirnya nggak seru lagi." ujar Dion.

Aznan merengut. "Tapi gue beneran sange, Yon. Lo nggak mau ngasih gue servis apa?" ujarnya.

"Coli aja sono. Nggak usah bawa-bawa gue." balas Dion.

Mendengar itu, Aznan pun menghembuskan napasnya. Ia menyerah. Beberapa pekan selalu bersama Dion membuatnya sedikit paham akan sifat yang dimiliki Dion. Jika sedang kesal seperti ini akan butuh waktu lama untuk kembali menjadi Dion yang normal. Jadi dengan begitu, Aznan pun memilih untuk mengikuti usul dari Dion. Yaitu, coli.

Berjalan perlahan memasuki bilik di sampingnya, menutup pintu tersebut. Lalu tanpa menunggu waktu yang lama Aznan pun segera membuka celananya dan memulai gerakan maju mundur menggunakan tangannya pada barang sensitif miliknya yang saat ini berdiri tegak.

Namun, tanpa sepengetahuan Aznan. Dion yang saat ini berada di bilik sebrang, sedang melakukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan oleh Aznan. Dion pun juga merasakan hasrat yang sama sehingga mengharuskannya menuntaskan apa yang sudah ia tahan selama proses berciuman tadi.

Dan kini, dua pasangan itu pun saling masturbasi walaupun dalam bilik kamar mandi yang berbeda. Entah apa yang merasuki mereka, yang jelas. Hari ini akan menjadi hari kedua yang bersejarah di kehidupan mereka selama menjalani permainan ini.

• • •

Aznan pikir waktu yang lama ia perkirakan saat Dion dalam mode kesal akan memakan waktu setidaknya paling lama 3 jam. Namun ia salah. Saat setelah kejadian di ruang ganti dan kamar mandi. Dion masih kesal sehingga dirinya di abaikan dan tidak pernah sekalipun menoleh ke arahnya. Bahkan Dion berpindah tempat duduk sementara bersama Wanda agar dirinya tidak melihat sosok Aznan yang saat ini masih membuatnya kesal.

Sulit sebenarnya untuk mengajak ngobrol Dion dan meminta maaf karena sudah membuatnya kesal. Namun sepertinya kali ini Dion tidak bisa menghindari dirinya lagi saat waktu pulang sekolah tiba. Karena mereka berdua menaiki satu motor yang sama. Jadi tentu saja Dion tidak akan bisa mengabaikannya kali ini, karena pasti dia akan datang ke parkiran dan memintanya untuk membawanya pulang kerumah.

Dan benar saja. Tidak lama setelah Aznan sampai di motor milik Dion. Sang empunya motor pun datang dan memasang wajah jutek yang sama sekali tidak mau bertatapan langsung kepada Aznan.

"Masih marah nih?" tanya Aznan begitu sosok Dion sudah berada di hadapannya.

"Buruan. Gue mau pulang. Gue masih bete sama lo. Dan inget! Jangan ajak gue ngomong." ujar Dion jelas yang tidak lupa dengan nada juteknya.

Aznan menurut, lalu tanpa membuang-buang waktu, ia segera menaiki motor tersebut yang disusul oleh Dion di belakangnya dan kemudian Aznan pun mulai menyalakan mesin motor untuk segera pergi menuju rumah Dion saat ini.

Bahkan di perjalanan menuju pulang mereka benar-benar hening. Tidak seperti biasanya yang selalu saja ada bahan obrolan setiap kali mereka berdua menaiki kendaraan roda dua tersebut. Rasanya sangat aneh dan Aznan tidak menyukainya. Ia akan berusaha membujuk Dion nanti saat mereka sudah tiba di rumah Dion.

Namun hampir saja kesempatan tersebut hilang, saat Dion dengan gerakan cepat turun dari motornya dan berlari kecil untuk masuk ke dalam rumah. Untung saja Aznan sigap dan berlari lebih cepat dari Dion sehingga kini dirinya bisa menangkap sosok Dion berhenti di tempat dan menoleh ke arahnya.

"Lepasin, Nan. Gue mau masuk." ujar Dion tanpa memandang Aznan.

"Maafin gue dulu makanya, baru gue lepasin lo." balas Aznan.

"Nggak mau. Lo udah gue buat malu satu sekolahan njir. Permintaan maaf aja nggak cukup. Seenggaknya gue butuh waktu satu tahun biar bisa maafin lo." ujar Dion.

"Setahun? Lo gila?"

"Penampilan gue keliatan kayak orang gila?" tanya Dion, Aznan pun menggeleng.

"Yaudah. Berarti pernyataan gue itu wajar. Karena gue bukan orang gila. Udah lepasin!" lanjut Dion.

Aznan menggeleng, "Nggak mau. Lo maafin gue dulu, habis itu lo nggak jutekin gue lagi. Baru deh gue lepasin lo."

"Kan udah gue bilang. Butuh waktu setahun buat gue ngelakuin hal itu." ujar Dion.

"Itu kelamaan, Yon."

"Mikir dong makanya, gimana caranya biar gue bisa cepet maafin lo!" balas Dion yang kini rasa kesalnya kembali membuncah.

"Oke, kalo lo nyuruh gue mikir. Gue bakal ngelakuin dengan cara gue sendiri supaya lo mau maafin gue." ujar Aznan.

Dion menaikkan satu alisnya mendengar itu. Namun detik berikutnya ia menaikkan kedua alisnya kaget begitu tangan Aznan menariknya dan membuatnya kini bersentuhan dengan tubuh Aznan yang membuat jarak di antara mereka tidak ada lagi. Bahkan kedua tangan milik Dion pun di tahannya bermaksud agar Dion tidak memberontak saat Aznan memeluknya seperti ini.

"Lepasin gue, Nan. Jangan ngelakuin hal yang gila. Ini di depan rumah gue. Kalo Bunda ngeliat begimana?" ujar Dion yang menggoyang-goyangkan tubuhnya di pelukan Aznan.

"Nggak masalah. Kan kita bukan pacar beneran. Lagian kita cowok, ya kali Bunda lo percaya." ujar Aznan dengan nada santai bermaksud bercanda.

Namun ucapan tersebut tidak di anggap bercanda oleh satu orang dewasa yang kini sudah keluar dari dalam rumah setelah menyaksikan kejadian yang berlangsung selama mereka berdua berada di sana.

"Bunda percaya." ucap sang Bunda yang langsung membuat keduanya kaget bukan main. Bahkan Aznan dengan cepat melepaskan pelukan eratnya terhadap Dion. Ia menatap kaku sosok Bunda dengan jantung yang berdetak kencang karena takut. Begitu pun juga Dion yang merasakan hal yang sama.

"Dion, Aznan. Masuk. Kita bicarain ini di dalam." ujar sang Bunda. Lalu masuk lebih dahulu meninggalkan Dion dan Aznan yang saling bertatapan.

"Gegara lo taik." bisik Dion.

"Maaf." balas Aznan. Lalu setelahnya mereka pun menyusul langkah Bunda, duduk di hadapan beliau dan di pisahkan dengan meja tamu yang berada di tengah-tengah.

Suasana di ruangan ini benar-benar sangat mencekam. Bahkan belum apa-apa Dion dan Aznan sudah berkeringat dengan detak jantung yang tidak karuan. Namun Aznan berpikir, jika pun mereka memang sudah ketahuan. Toh, mereka bukan beneran pasangan. Jadi sudah tidak seharusnya dia merasa takut seperti ini.

"Jadi, sejak kapan kalian melakukan hubungan ini?" ujar Bunda tenang sambil menatap Dion dan Aznan bergantian.

"Hubungan apa maksudnya, Bun? Kita cuma temen. Iya kan, Nan?" ujar Dion yang meminta persetujuan oleh Aznan.

"Jangan bohong, Yon. Bunda denger semuanya tadi. Bahkan Bunda juga melihat apa yang kalian lakukan tadi malam. Tapi Bunda tahan, untuk bicara dan berdiskusi dengan kalian seperti ini. Jadi, tolong katakan yang sejujurnya sama Bunda. Sejak kapan hubungan seperti ini kalian lakuin?" ujar Bunda yang masih dengan nada tenang. Berbeda dengan Dion dan Aznan yang seperti terkena serangan jantung saat mendengar ucapan Bunda yang mengatakan kalau beliau melihat apa yang mereka lakukan tadi malam.

"Itu kita terbawa suasana, Tante. Maaf, kalo saya berbuat salah. Tapi hubungan kita selama ini memang cuma teman, Tan. Soal hubungan, itu hanyalah bohongan. Kami punya perjanjian yang mengharuskan kami memiliki hubungan seperti itu." ujar Aznan, yang berusaha menenangkan dirinya dari serangan tiba-tiba akibat ucapan sang Bunda.

"Perjanjian macam apa itu, sampai kalian harus berciuman segala?" ujar Bunda.

"Awalnya dari adik saya, Tante. Adik saya punya dendam sama Dion karena di putuskan setelah berpacaran dalam waktu yang singkat. Adik saya minta tolong sama saya untuk membalaskan dendam itu pada Dion, sehingga akhirnya perjanjian seperti ini lah kami setujui." ujar Aznan menjelaskan.

"Iya, Bunda. Kita beneran nggak berhubungan apa-apa kok. Nanti setelah salah satu dari kita ada yang ngucapin kata suka dan nyerah. Semua perjanjian ini bakal berakhir. Dan Dion bakal kembali ke kehidupan semula. Bahkan mungkin status teman pun nggak ada lagi nanti di antara kita. Iya kan, Nan?" ucap Dion.

Aznan mengangguk ragu akan hal itu.

"Beneran cuma karena perjanjian itu?" ujar sang Bunda.

Aznan dan Dion mengangguk.

"Terus soal semalam. Apa itu bagian dari perjanjian juga?" tanya Bunda.

"Iya, Tante. Itu saya lakukan agar Dion bisa dengan mudah menyukai saya. Jadi dengan begitu saya akan jadi pemenang dari permainan ini." ujar Aznan.

Dion yang mendengar itu, entah kenapa merasakan sakit di hatinya. Namun ia memutuskan berpikir rasa sakit itu karena sang Bunda yang akhirnya mengetahui perihal tentang dirinya dan Aznan.

"Ah. Bunda paham. Jadi dengan kata lain, perjanjian itu hanya akan membuat salah satu dari kalian tersakiti?" ujar Bunda. Aznan mengangguk.

"Iya. Karena itu balasan yang tepat atas apa yang adik saya terima. Tersakiti di balas dengan tersakiti." ujar Aznan sambil memandang Dion yang menunduk.

Bunda mengangguk-angguk mengerti.

"Baik, Bunda paham. Sekarang kamu boleh pulang, Nak Aznan. Dion bakal tetep disini. Masih ada yang ingin Bunda sampaikan sama dia." ujar Bunda.

Aznan mengerti, lalu setelahnya ia pun berdiri dan menghampiri sang Bunda untuk berpamitan. Lalu kemudian Aznan segera keluar dari rumah tersebut dan menghilang setelah dirinya sudah pergi dari kawasan rumah menggunakan motor miliknya sendiri. Dan kini tinggal Bunda dan sosok Aznan yang masih menundukkan kepalanya.

"Yon?" panggil Bunda lembut sambil menggeser duduknya mendekat.

Dion enggan mendongak, ada sesuatu yang ia tahan sedari tadi sehingga membuatnya sulit untuk mendongak.

"Nak, kamu nggak apa kan?" tanya Bunda sambil dengan satu tangan yang ia taruh di bahu Dion untuk mengelusnya.

Dion menggeleng pelan, lalu detik berikutnya ia mendongak dan langsung memeluk Bundanya erat.

Bunda paham, dan membalas pelukan tersebut sambil tangan yang menggosok-gosok punggung Dion. Dari sini, Bunda bisa merasakan kalau anak semata wayangnya itu sedang menangis di pelukannya yang dapat ia rasakan melalu tubuh Dion yang tersedu disusul dengan suara isakan yang terdengar jelas di telinganya.

"Bunda paham sama perasaan kamu, Yon. Menangislah, Bunda akan ada di pelukan kamu sampai kamu merasa lega." ujar Bunda yang menambah perasaan Dion bertambah campur aduk dan menangis bertambah deras.

"Aznan jahat, Bun. Aznan jahat." ujar Dion sambil terisak.

Bunda paham. Oleh karena itu, ia hanya mendengarkan celotehan Dion sambil menangis tanpa menyanggah apapun yang anak kesayangan nya itu ucapkan. Karena sesungguhnya sang Bunda tau, apa yang Dion rasakan saat ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel