5. Kencan Pertama (2)
Festival yang sedang di adakan desa tersebut terlihat ramai. Dion sampai-sampai menatap tidak percaya orang-orang yang berlalu-lalang di hadapannya. Ia pikir dua orang penjaga itu hanya berbicara omong kosong saja. Karena daerah sini terlihat sangat sepi seperti saat dirinya dan Aznan terjebak mogok tadi.
Pikiran negatif kembali menghampiri benak Dion. Ia sudah berpikiran kalau desa ini benarlah desa hantu yang mungkin saja sama dengan cerita-cerita yang ia baca. Namun saat dirinya melihat senyuman yang di keluarkan Aznan ketika memandang beragam hal yang di jabarkan dalam Festival itu, membuat Dion urung dan akhirnya menyimpan untuknya sendirii tentang apa yang dia pikirkan sekarang ini.
"Kita nyobain makanannya, yuk." ajak Aznan dengan tangan yang masih merangkul Dion.
Mereka berjalan mendekat ke arah pedagang yang menjual makanan dengan bentuk yang unik. Yaitu berbentuk lilin dengan berbagai warna.
"Ini makanan kan, mas?" tanya Aznan begitu mereka sampai di tenda yang menjual kue itu.
"Iya, dek. Silahkan di coba. Semua yang ada disini itu gratis." ujar orang yang menjaga tempat itu.
Aznan tersenyum, lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil satu kue tersebut yang berbentuk lilin dan memilih yang berwarna merah. Ia mencium harum kue tersebut, lalu setelahnya Aznan pun mengigit dan merasakan kue yang berbentuk lilin tersebut.
"Enak." ucapnya begitu matanya bertemu dengan mata Dion yang menatapnya penuh tanya.
"Lo cobain deh." lanjutnya lalu berniat menyuapkan kue itu yang masih ada di tangannya.
Dion menerima suapan itu walaupun sebenarnya ia ragu dengan rasa yang akan ia rasakan nanti. Tapi jika Aznan bilang enak. Kemungkinan kue itu emang terasa enak. Dan ya, Dion mengakui rasa kue itu memang benar-benar terasa lezat. Bahkan ada sedikit rasa kesukaannya di dalam kue tersebut, yaitu coklat.
"Suka?" tanya Aznan saat menyadari tidak ada reaksi buruk yang keluar dari Dion.
Dion menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Oke, kita bawa beberapa ya buat nyemil sambil liat-liat." ujar Aznan, lalu setelahnya ia mengambil plastik kecil yang di sediakan di sana lalu mulai mengambil 5 buah kue berbentuk lilin tersebut dengan warna yang berbeda.
Selesai dengan kegiatannya, Aznan pun menenteng plastik tersebut dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya kembali ia rentangan untuk merangkul bahu Dion yang entah bagaimana terasa nyaman saat ia melakukannya.
"Kita mau kemana lagi?" tanya Dion, setelah mereka berdua sudah berjalan menjauh dari tempat tadi.
Aznan memperhatikan sekitarnya untuk mencari tempat selanjutnya yang akan mereka singgahi. Namun sepertinya semuanya sudah terlihat biasa saja seperti festival-festival lainnya. Acara-acaranya pun sangat jelas kalau itu sering terjadi di berbagai festival. Namun saat dirinya mendengar suara wanita yang besar karena bantuan toa yang wanita itu gunakan. Membuat Aznan sedikit tertarik hingga akhirnya ia pun memilih untuk mendekat ke arah wanita tersebut.
Sementara Dion masih tetap diam dengan pikiran negatif yang masih menghantuinya.
"AYO! AYO! BAGI SEMUA PASANGAN YANG HADIR, KALIAN BISA BERGABUNG DENGAN ACARA KAMI. DAN MENANGKAN LIONTIN LILIN EMAS SEBAGAI HADIAH UNTUK PASANGAN YANG BERHASIL MEMENANGKAN ACARA YANG KAMI ADAKAN!!" teriak wanita itu yang kini sudah bertambah jelas saat Aznan dan Dion sudah sampai tepat di samping wanita yang mengenakan pakaian serba putih dengan topi hitam di kepalanya.
"Apa kami masih bisa ikut?" tanya Aznan setelah wanita itu selesai dengan promosi acaranya.
Wanita itu menoleh dan memasang wajah jutek yang tentu saja membuat kesan mengesalkan di mata Dion. Melihatnya, membuat dirinya ingat akan teman sekelasnya yang selalu jutek dengannya. Dan itu mengesalkan. Tapi karena bukan dirinya yang di tatap seperti itu, jadi Dion memilih diam tanpa harus repot-repot memaki wanita itu dengan kata-kata jahat yang ia punya.
"Masih. Tapi, mana pasangan kalian?" tanya wanita itu. Sambil menatap mereka bergantian.
Aznan hendak menjawab, namun segera di dahului oleh Dion karena dirinya merasa tertantang melihat sikap jutek wanita itu. Dan mungkin jika dirinya jujur, wanita itu mungkin akan terkejut dan berakhir menatap mereka jijik yang tentu saja akan menimbulkan kepuasan tersendiri bagi Dion.
"Kita pasangan. GAY! COWOK SAMA COWOK!" ujar Dion sambil menekan beberapa kata berniat untuk memperjelas statusnya dengan Aznan. Ia menaruh kedua tangannya di dada sambil dengan dagu yang sedikit ia naikkan untuk menantang wanita tersebut.
Berbeda dengan Aznan yang malah tersenyum miring yang entah apa maksudnya.
Namun dugaan yang Dion miliki melesat jauh dengan apa yang terjadi dengan wanita itu. Dion yang berpikir kalo wanita itu akan menatapnya jijik dan berakhir mengusirnya, kini malah memasang wajah senang dengan mata berbinar. Di tambah lagi dengan ucapannya yang penuh dengan harapan.
"Serius? Kalian pasangan gay? Oh my god!" girang wanita itu yang tidak di mengerti oleh Dion maupun Aznan yang menatapnya dengan satu alis yang di naikkan.
Wanita itu sadar, dan segera memperbaiki ekspresinya yang sempat lepas kendali itu.
"Maaf. Saya hanya merasa senang karena ini yang pertama kalinya bagi saya melihat pasangan gay yang sesungguhnya. Dan ya, kalian boleh ikut perlombaan ini yang berkesempatan memenangkan Liontin Lilin Emas yang mana masing-masing dari kalian mendapatkan satu. Jika menang." ujar wanita itu yang sudah kembali menjadi pembawa acara profesional.
Aznan menganggukan kepalanya paham.
"Emang apa yang di perlombakan?" tanya Aznan setelahnya.
Wanita itu tersenyum, lalu kembali meraih toa yang sempat ia letakan di atas meja tadi. Lalu dalam hitungan detik, ia mulai kembali berteriak.
"OKE, BAGI PASANGAN YANG SUDAH MENDAFTAR. KALIAN BISA BERKUMPUL KE ASAL SUARA. ACARA YANG SAAT INI DI ADAKAN, SEBENTAR LAGI AKAN DI MULAI!"
"SEKALI LAGI! BAGI PASANGAN YANG SUDAH MENDAFTAR. DIPERSILAHKAN UNTUK DATANG KE ASAL SUARA, KARENA ACARA YANG KAMI ADAKAN SEBENTAR LAGI AKAN DI MULAI! TERIMA KASIH." akhir wanita itu, lalu kembali menatap Dion dan Aznan.
"Tunggu semuanya kumpul ya. Nanti saya akan kasih tau apa saja yang akan di perlombakan." ujarnya, lalu berbalik untuk mendekati beberapa orang yang berbaju sama dengannya.
Sementara Dion dan juga Aznan memperhatikan sekitar untuk melihat beberapa pasangan yang sudah berkumpul yang ternyata pesertanya lumayan banyak. Jika di hitung total, mungkin semuanya ada 15 pasangan, termasuk Dion dan Aznan.
Wanita itu kembali lagi, dan kini tersenyum melihat semua peserta yang mendaftar sudah berkumpul semua. Ia kembali menyalakan toa lalu bersiap berbicara kembali.
"BAIK! KARENA SEMUA PESERTA YANG IKUT SUDAH BERKUMPUL SEMUA. JADI SAYA AKAN MEMBERITAHU APA SAJA YANG AKAN DI PERLOMBAKAN DI ACARA INI." ucap wanita itu yang berhenti sejenak untuk membuka gulungan kertas yang ada di tangannya tadi.
"OKE, PERTAMA. KITA AKAN MENGADAKAN LOMBA BALAP LARI BERPASANGAN. CARANYA, KALIAN HARUS MENGGENDONG PASANGAN KALIAN LALU BERLARI MENUJU GARIS FINISH. PEMENANGNYA, DI TENTUKAN DENGAN SEBERAPA CEPAT DAN JUGA SEBERAPA LAMA KALIAN BERTAHAN DALAM POSISI MENGGENDONG SAMBIL BERLARI."
"DAN, KEDUA. PARA PESERTA YANG BERHASIL MAJU KE BABAK SELANJUTNYA, AKAN KEMBALI BERLOMBA UNTUK MENJADI PEMENANGNYA. HAL YANG DI PERLOMBAKAN PUN TIDAK TERLALU SULIT SEPERTI TANTANGAN PERTAMA. KARENA TANTANGANNYA ADALAH, KALIAN HARUS MEMECAHKAN TOTAL 15 BALON YANG AKAN KAMI SEDIAKAN NANTI. CARANYA PUN CUKUP MUDAH, KALIAN APITKAN BALON TERSEBUT DI ANTARA PERUT KALIAN, LALU SETELAHNYA KALIAN BISA BERUSAHA MEMECAHKAN BALON ITU DENGAN KERJA SAMA DAN KEKUATAN MASING-MASING DARI KALIAN." akhir wanita itu, lalu kembali menggulung kertas yang baru saja ia bacakan tadi.
"OKE. KARENA SEKARANG SUDAH MENGERTI CARA MAIN DAN TANTANGANNYA. SELURUH PESERTA YANG IKUT SILAHKAN MENUJU KE TEMPAT TANTANGAN PERTAMA DI ADAKAN. YAITU DI SEBELAH SANA." tambah wanita itu dengan satu tangan yang menunjuk ke arah kanan yang mana di sana sudah tersedia beberapa persiapan, seperti garis mulai dan garis finishnya.
Aznan mengangguk paham setelah tau tempat itu, lalu ia dengan santai meraih jemari Dion dan menggenggamnya bermaksud agar Dion ikut dengannya menuju tempat perlombaan. Dion menurut, ia hanya mengikuti apapun yang Aznan inginkan, karena dirinya merasa tidak enak jika dirinya mengungkapkan kalau kencan ini gagal kepada Aznan.
"Naik." suruh Aznan begitu mereka sampai di garis mulai bersamaan dengan Aznan yang melepaskan tautan tangan mereka.
"Naik apaan?" tanya Dion. Ia masih tidak fokus dengan sekitarnya. Yang ada di otaknya hanyalah pulang dan segera pergi dari sini. Tempat ini sungguh membuatnya parno. Apalagi ia membaca full cerita yang menjelaskan desa hantu saat para mahasiswa melakukan observasi.
"Naik ke punggung gue, Yon. Tuh kayak mereka. Bentar lagi lomba gendong-larinya mulai." jawab Aznan sambil menggunakan dagunya untuk menunjuk pasangan sebelahnya yang sudah siap dengan posisi menggendong pasangannya.
Setelah mengerti maksud dari Aznan. Dion segera menggeleng kuat, lalu menggeser posisi Aznan dan Dion pun membungkuk di hadapan Aznan.
"Sebagai laki-laki sejati. Gue nggak mau ya ada di posisi cewek kalau masalah kayak ginian. Gue itu cowok, dan gue kuat. Ayo, lo yang naik." ucap Dion sambil dengan posisi membungkuk dan membelakangi Aznan.
"Lo yakin, Yon? Badan gue 3 kali lebih berat dari lo, dan 2 kali lebih tinggi dari elo juga. Jadi udah pasti kalo lo nggak bakalan kuat gendong gue. Entar yang ada kita kalah dan gajadi dapetin liontin itu deh." ujar Aznan berusaha membujuk Dion agar dirinya saja yang menggendong Dion sambil berlari.
"Udah diem. Sekarang lo naik aja. Bentar lagi mulai tuh." balas Dion.
Mendengarnya, membuat Aznan tidak punya pilihan lain selain segera menaruh berat tubuhnya di punggung Dion. Namun setelah ia melakukannya, Dion segera mengerang lalu dengan cepat menghempaskan tubuh Aznan dari punggungnya.
"Gila. Badan lo berat banget, bangke. Banyak dosa ya lo?" ujar Dion sambil menatap Aznan dan tangannya yang sibuk memukul punggungnya pelan karena terasa hampir patah akibat menahan bobot tubuh Aznan tadi.
Aznan menggelengkan kepalanya menatap Dion, lalu detik berikutnya ia mengambil posisi sebelumnya dan mengisyaratkan Dion agar segera naik ke punggungnya.
Dion paham, dan dengan perlahan dirinya menaiki punggung Aznan yang mana begitu terasa lebar saat dirinya mengalungi leher Aznan. Sementara Aznan, kini dengan mudah mengangkat tubuh Dion di punggungnya yang mana sekarang dirinya sudah berdiri tegak dan menatap lurus ke garis finish.
"Lo udah siap?" tanya Aznan kepada Dion.
"Lo nggak bakal ngebut kan kayak lo biasa naik motor?" tanya Dion meragu. Aznan segera menggeleng menjawabnya.
"Lo tenang aja. Kali ini dengan jalan santai pun kita bisa menang. Lo liat deh peserta lainnya. Kaki mereka pendek-pendek dan keliatan nggak kuat nahan beban pasangannya. Beda sama gue yang kuat dengan kaki panjang ini. Jadi udah di pastiin kalo kita bakal menang." ujar Aznan dengan bangga. Sementara Dion hanya memutar kedua bola matanya malas.
Beberapa detik kemudian, sang panita acara mulai menghitung mundur agar lomba gendong sambil berlari ini bisa di mulai. Dan saat angka satu di sebutkan, Aznan dengan sigap melangkah perlahan menuju ke garis finish. Dirinya memang terlihat santai, namun langkah yang ia ambil sangatlah besar. Jika di perkirakan, mungkin satu langkah yang ia ambil setara dengan dua langkah atau posisi berlari peserta lain yang saat ini tengah berusaha sebisa mungkin untuk menuju ke garis finish.
"Lari dong! Nggak seru kalo lo cuma jalan gini doang. Dan yang lebih penting, lo keliatan kayak ngeremehin yang lainnya." ujar Dion yang sedari tadi hanya memperhatikan sekitarnya.
"Kan sebelum mulai gue udah ngeremehin mereka. Makanya gue santai aja. Lagian, bukannya lo yang minta supaya nggak ngebut ya?" balas Aznan di tengah langkahnya menuju garis finish.
"Tapi kalo lelet begini, gue juga bisa bosen." ucap Dion.
"Yaudah, kalo gitu pegangan yang kuat." ujar Aznan.
Dion segera mengeratkan pegangannya pada bahu Aznan. Lalu detik berikutnya ia bisa merasakan kecepatan lari Aznan saat melaju menuju garis finish dengan tubuhnya yang mengikuti setiap gerakan yang Aznan hasilkan. Dion tertawa, ia senang merasakan hal ini. Apalagi saat ia menyadari kalo peserta lainnya sudah tertinggal jauh. Membuatnya bertambah senang dan tertawa lepas sampai dirinya sadar kalau dalam waktu 2 menit mereka sudah sampai di garis finish, namun walaupun begitu, Dion menggelengkan kepalanya saat Aznan menyuruhnya turun.
"Gue masih mau di gendong, Nan. Bentar aja." ujar Dion.
Mendengarnya membuat Aznan tidak ada pilihan lain selain mengiyakan permintaan Dion itu untuk tetap berada di punggungnya sampai babak kedua di mulai.
5 menit berlalu, dan kini hanya tersisa 8 orang peserta saja yang berhasil babak kedua atau bisa di sebut juga babak final dari acara ini. Dan untuk melaksanakan babak akhir tersebut. Kini para peserta di bawa ke dalam sebuah ruangan yang lumayan sempit yang sudah terdapat beberapa balon di sana.
"Oke, untuk babak akhir ini. Kami sengaja memilih ruangan yang nggak terlalu besar ini, supaya kalian bisa lebih tertantang untuk melakukannya. Apalagi ruangan ini pas untuk para peserta yang berhasil ke babak ini. Baiklah, kalau begitu, tanpa banyak bicara lagi. Kalian bisa mengambil posisi kalian agar kita bisa memulai babak akhir ini." ujar wanita itu yang kini sudah tidak menggunakan toa-nya.
Kini giliran Dion yang sigap. Ia menarik lengan Aznan lalu membawanya untuk mengambil posisi yang berada di pojok belakang. Setelah itu, mereka pun dengan posisi siap menaruh satu balon berukuran lumayan besar di tengah-tengah tubuh mereka yang mana hal itu segera di susul dengan para peserta yang lainnya.
Dan saat kata mulai di ucapkan. Suasana di ruangan itu langsung heboh. Mungkin karena ruangan ini lumayan sempit, jadi setiap suara peserta yang keluar terdengar sangat jelas. Apalagi setiap balon yang pecah menghasilkan teriakan yang lebih banyak di keluarkan para wanita di sana. Namun sepertinya babak ini terasa sulit bagi pasangan yang berbeda yang berada di pojok belakang itu
Pasalnya, hingga saat ini, mereka hanya berhasil memecahkan tiga balon saja. Sementara peserta yang lainnya sudah ada yang 5 bahkan 8 balon yang berhasil di pecahkan.
Ekspresi frustasi tergambar jelas di wajah mereka berdua. Ini balon ke empat, namun mereka masih belum berhasil memecahkannya. Entah apa yang salah, padahal sedari tadi mereka sudah dengan kuat menekan balon itu dengan perut mereka, namun tetao saja tidak mau pecah.
Bunyi pecahan balon yang menggelar seketika mengejutkan seisi ruangan. Suara balon itu sungguh keras berbeda dengan suara pecahan balon yang sebelumnya hingga membuat para peserta kaget dan melihat ke asal suara. Namun berbeda dengan Dion dan Aznan. Mereka terdiam satu sama lain sambil dengan mata yang bertatapan, begitu juga dengan bibir mereka yang menempel.
Dion saat ini tersudut di dinding, sementara posisi Aznan tengah menghimpit Dion dan membuatnya seakan-akan mencium Dion saat ini, dan begitulah adanya. Bibir mereka saat ini tengah menempel yang mana hal itu menghasilkan suatu sengatan aneh di kedua tubuh mereka. Entah apa itu, mereka belum pernah merasakannya. Dan entah mengapa juga, mereka merasa enggan satu sama lain untuk melepaskan tautan bibir tersebut sampai akhirnya suara wanita yang menggelegar menyebutkan pemenang yang mana hal itu tentu saja membuat keduanya terkejut dan otomatis tautan bibir mereka pun terputus.
Suasana canggung menghinggapi keduanya. Namun Aznan lebih bisa mengontrol suasana dengan dirinya yang keluar terlebih dahulu dari ruangan itu dan menunggu Dion di luar. Ia merasa dirinya gila karena sudah dengan bodohnya menempelkan bibirnya sendiri ke bibir Dion. Ya, walaupun itu tidak di sengaja akibat suara letusan balon yang mengejutkan keduanya. Namun tetap saja, Aznan merasa kalau ini salahnya, karena dirinya tidak segera melepaskan tautan itu hingga menyebabkan dirinya yang merasa canggung seperti ini.
Tidak berapa lama kemudian, Dion menyusul. Kini ia berdiri di samping Aznan dan saling menatap satu sama lain.
"Kemana lagi kita sekarang?" tanya Dion dengan suaranya mengecil akibat rasa canggung yang masih ia rasakan.
Aznan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Eh, kita keliling aja yuk." ujarnya.
Dion segera mengangguk, lalu mulai berjalan mendahului Aznan yang langsung menyusul langkah Dion untuk pergi mencari acara lainnya yang saat ini sedang di adakan. Dan setiap tempat yang mereka singgahi pun tanpa sadar membuat perasaan canggung mereka kian menghilang, dan kini mereka sudah mulai terbiasa kembali dengan percakapan normal seperti yang mereka lakukan seperti biasanya.
Dan karena itu pula lah, mereka sampai tidak sadar kalau hari mulai gelap dengan langit yang berwarna biru tua yang segera di susul dengan kembang api pertama yang baru saja di luncurkan. Mereka memperhatikan kembang api tersebut sebelum akhirnya mereka melihat beberapa orang yang berjalan menuju kembang api tersebut.
Karena penasaran, mereka pun memutuskan untuk mengikuti pasangan yang lainnya yang saat ini sudah berhenti di depan danau yang luas yang kini sudah di isi banyak orang. Mata Dion menangkap antrian yang lumayan panjang dan membaca judul yang terdapat disana. Lalu setelahnya, ia pun kembali menarik Aznan untuk mengikutinya mengantri di antrian tersebut.
"Lilin pengabulan?" tanya Aznan begitu membaca tempat antrian mereka saat ini. Dion menoleh, lalu setelahnya ia tersenyum menatap Aznan.
"Gue punya permohonan." ucapnya.
"Lo percaya sama yang kayak ginian?" tanya Aznan.
"Bukan maksud gue percaya. Gue cuma bermaksud untuk mengikuti apa aja yang ada di festival ini. Dan kayaknya tinggal uang satu ini aja yang belum kita singgahin." ujar Dion. Dan Aznan hanya mengiyakan karena saat ini giliran mereka lah untuk mendapatkan lilin kecil dengan mangkuk sebagai wadah berdiri lilin tersebut.
"Ungkapkan keinginan kalian, lalu hanyutkan lilin ini di danau itu." ucap wanita yang menjaga tempat antrian tersebut.
Dion dan Aznan mengangguk, lalu setelahnya mereka dengan berhati-hati berjalan ke arah danau. Mereka berusaha sebisa mungkin agar lilin tidak padam saat mereka dalam perjalanan. Dan mereka bersyukur karena hingga mereka sampai di pinggir danau, lilin yang mereka bawa tetap menyala.
"Oke, jadi sekarang tinggal ungkapin keinginan kita terus hanyutin lilin ini kan?" tanya Aznan sambil mata yang melihat ke arah danau yang sudah banyak di isi oleh lilin yang hanyut.
Dion mengangguk, lalu setelahnya dia memejamkan matanya dan mulai memohon keinginannya. Melihat itu, Aznan pun melakukan hal yang sama. Ia memejamkan matanya lalu mulai mengungkapkan keinginannya dalam hati. Dan dalam waktu bersamaan, Dion dan Aznan membuka matanya dan menatap satu sama lain, setelahnya mereka pun tersenyum sebelum akhirnya mereka berjongkok untuk menaruh lilin yang mereka pegang agar hanyut di atas air danau tersebut. Setelah itu mereka pun berdiri kembali dan menatap ke atas langit yang masih menampilkan kembang api yang kini saling bersahutan.
Namun Aznan segera mengalihkan pandangannya dari kembang api menuju wajah Dion yang masih menatap ke atas fokus memperhatikan kembang api yang menurutnya sangat menarik.
Aznan terus memperhatikan wajah Dion dari samping, sampai akhirnya matanya bertemu dengan bibir Dion dan mengingatkannya akan kejadian beberapa jam yang lalu. Mengingat itu membuatnya kembali merasakan perasaan aneh, hingga dirinya tidak sadar kalau saat ini ia sudah menepuk bahu Dion bermaksud agar Dion menoleh ke arahnya. Dan itu berhasil.
Kini Dion menatap Aznan penuh tanya. Namun bukannya menjelaskan. Aznan malah menyentuh wajah Dion dengan kedua tangannya, lalu dengan perlahan ia pun memajukan wajahnya agar mendekat dengan wajah Dion. Detik berikutnya, bibir mereka pun kembali menempel dan berhasil menciptakan suasana hening yang membuat Dion terdiam sambil dengan mata yang memandang kosong di depannya.
Namun saat bibir Aznan bergerak dan mulai melumat bibirnya. Perasaan hangat menghampiri hati Dion begitu juga dengan wajahnya yang memanas. Lalu beberapa detik kemudian. Dion pun memejamkan matanya untuk turut menikmati ciuman yang Aznan berikan yang tentu saja ia balas ciuman itu dengan lembut.
Dan kini mereka pun saling berciuman, di pinggir danau yang dihiasi ratusan lilin yang menyala dan di iringi dengan kembang api yang masih menyala bersahutan di atas langit. Dan tentu saja, momen ini sangatlah indah bagi mereka berdua.
Dan mereka berjanji. Untuk tidak melupakan momen ini. Sampai kapanpun itu.
