Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Kencan Pertama

Legendary!

Triple Kill!

Maniac!

Wajah serius milik Dion menatap layar ponsel kini segera menghilang begitu layar ponselnya menampilkan panggilan telepon dari seorang Aznan yang akhir-akhir ini mengisi harinya.

Karena merasa terganggu, ia segera menggeser tombol merah di layar tersebut lalu dengan harap-harap cemas menatap game yang ia mainkan tadi.

Shutdown!

You have been slain.

"Anjing! Aznan bangsat!" maki Dion begitu melihat hero favoritnya mati dengan tidak elitnya di saat-saat dirinya hendak mencapai kata savage yang seharusnya terdengar jika saja Aznan tidak menelponnya tadi. Apapun itu, dia benci situasi seperti ini. Rasanya ingin memukul orang saat ini juga.

Bersamaan dengan dirinya yang menutup game yang ia mainkan. Ponselnya kembali berdering, dan nama Aznan kembali terpampang di layar tersebut. Dengan rasa penuh kesal, ia menjawab panggilan tersebut lalu berteriak.

"Lo babik! Ngapain nelpon-nelpon segala sih monyet!" makinya yang tentu saja menimbulkan pertanyaan dalam benak Aznan yang berada di sebrang telpon.

"Lo kena-"

"Gara-gara lo gue gagal sepeg anjing! Kesel gue. Pengen makan orang. Ada apa sih nelpon gue segala, malem-malem lagi. Gue lagi push rank bego!" ujar Dion tidak membiarkan Aznan bertanya padanya tadi.

Aznan mencoba sabar dan mendengarkan semua ocehan Dion di ponselnya. Mungkin ia memang salah, karena menelpon pacarnya itu di hampir tengah malam. Tapi Aznan sungguh tidak tau kenapa Dion begitu marah hanya karena game? Jika Aznan menganggu Dion karena Dion sedang tidur, mungkin Aznan akan meminta maaf. Tapi ini.... Sebuah game?

"Udah?" ujar Aznan akhirnya setelah di ponselnya sudah tidak terdengar suara Dion lagi.

"Ya! Buruan lo mau ngomong apa. Bentar lagi gue mau tidur." balas Dion dengan nada tidak minat. Ia terlanjur kesal karena kejadian beberapa saat lalu.

"Besok kita kencan." ucap Aznan.

Dion yang tadinya ingin berjalan ke kamar mandi segera berhenti begitu mendengar kata kencan yang keluar dari ponselnya. Ia menaikkan satu alisnya merasa kurang yakin dengan apa yang ia dengar. Namun karena tidak mau mengambil pusing, Dion segera menanyakan ke Aznan tentang apa yang barusan ia dengar.

"Kita kencan? Besok?" tanya Dion.

"Iya. Kan kita udah pacaran dua minggu. Dan selama itu gue belum ngelakuin apa-apa buat bikin lo jadi beneran suka dan cinta sama gue. Makanya gue mau ngajakin lo kencan besok. Dan gue bakal ngebuat lo berdebar dan merasakan cinta untuk gue saat kencan itu." jelas Aznan, yang entah mengapa menimbulkan sedikit rasa kecewa di benak Dion. Ini seperti Aznan tidak dengan hatinya mengajaknya berkencan.

Tapi memang begitu kan kenyataannya? Semua yang mereka lakukan sudah terencana dan memiliki niat masing-masing. Jadi sudah tidak seharusnya Dion merasa seperti ini. Apalagi dia adalah seorang cowok yang sudah menyombongkan dirinya kalau dia akan membuat Aznan memakan sendiri niat yang dia buat untuknya.

Dan soal berdebar. Mungkin ia pernah merasakannya, walaupun cuma sekali. Namun itu sukses membuatnya bingung akan perasaannya terhadap Aznan. Dion berusaha menolak pemikirannya tentang Aznan, tapi sepertinya hal itu memang sulit untuk di jelaskan. Karena Dion tipe orang yang tidak mau berpikir yang sulit-sulit. Jadi dia membiarkan hal itu berlalu begitu saja sampai dirinya melupakan kejadian malam itu.

"Ok." jawab Dion lalu segera memutuskan sambungan telpon secara sepihak. Setelahnya ia melempar ponselnya ke atas kasurnya, lalu Dion melanjutkan perjalanan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya sebelum tidur.

Sementara Aznan yang saat ini tengah duduk di balkon kamarnya menatap layar ponselnya dengan pandangan bertanya. Namun Aznan memilih untuk berfikir positif. Dion mungkin mengantuk dan tidur setelah mematikan telpon darinya. Jadi dengan begitu Aznan meletakkan ponselnya lalu memfokuskan matanya untuk menatap langit malam yang indah dan di penuhi bintang.

Pikirannya sudah melayang akan rencana yang sudah ia susun untuk kencan besok pagi. Ia akan membuat Dion terkesan dan membuat cowok itu benar-benar menyukainya. Ia membayangkan wajah Dion yang tersenyum lalu memeluknya erat di saat kencan nanti. Memikirkannya membuat Aznan tanpa sadar tersenyum tipis sambil mata yang masih fokus menatap langit hitam malam hari.

"Dion Fergian." panggilnya tanpa sadar. Lalu kembali tersenyum membayangkan wajah orang yang baru saja ia sebutkan namanya itu.

Entah apa yang terjadi, namun yang jelas. Saat ini Aznan terlihat seperti orang bodoh yang tidak memiliki pekerjaan apapun selain menatapi bintang dengan pikiran yang tidak berada pada tempatnya.

• • •

Suara ketukan pintu kamar yang lumayan keras membuat mata Dion yang terpejam bergerak-gerak merasa terganggu akan suara yang masuk gendang telinganya. Ia belum mau bangun, makanya ia tetap memaksa matanya tertutup walaupun saat ini pintu kamarnya sudah terbuka dan menampakan sosok wanita dewasa yang berstatus Bundanya itu masuk dan berjalan mendekat ke arahnya.

"Dion bangun, Nak." ujar Bundanya tenang sambil menggoyangkan bahu Dion.

Dion bergumam tidak jelas, lalu balik badan untuk melanjutkan tidurnya.

"Bangun Dion. Temanmu udah nungguin kamu di bawah. Kalian ada janji kan?" ujar Bundanya lagi yang kini sudah memberitahu keadaan yang sebenarnya.

Mendengar itu, Dion dengan cepat membuka matanya lebar dan bangkit dari tidurnya untuk menatap Bundanya itu.

"Aznan, Bunda?" tanya Dion dengan wajah panik. Bunda mengangguk menjawabnya. Setelah itu ia tersenyum lalu kembali berdiri tegak setelah sebelumnya ia membungkuk sedikit tadi.

"Bunda bikinin temenmu minuman dulu ya. Kamu mandinya yang cepet. Nggak sopan kamu, udah janjian malah telat bangunnya." ucap Bunda sambil mengacak rambut Dion yang memang sudah berantakan. Setelah itu sang Bunda pun berbalik untuk berjalan keluar kamar untuk menjalankan niatnya tadi.

"Uaargghhhh!! Goblok! Gue lupa pasang alarm. Pasti Aznan udah rapi banget sekarang. Dan gue bisa-bisanya masih make baju tidur begini padahal udah jelas dia ngasih tau jamnya semalem sebelum gue tidur." racau Dion berbicara sendiri sambil dengan dirinya sibuk melepaskan seluruh pakaiannya hingga menyisahkan celana dalamnya, lalu setelah itu ia pun berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk memulai membersihkan dirinya.

Dion sengaja memperlama waktu mandinya karena hari ini ia tidak boleh kalah keren dari Aznan. Ia harus terlihat bersih dan kinclong. Dan yang pastinya harus terlihat lebih ganteng di banding Aznan. Makanya ia membutuhkan waktunya untuk mandi sekitar 15 menit lebih. Dan saat ini ia sudah keluar kamar mandi dengan perasaan segar dan penuh percaya diri.

Dengan handuk yang ia lilitkan di pinggang, Dion pun berjalan keluar dan berniat menuju lemarinya untuk berkaca bermaksud melihat tampangnya saat ini. Namun ia mengurungkan niatnya itu, begitu ia merasakan spot jantung yang hampir membuatnya terjatuh akibat dirinya yang tiba-tiba melihat sosok Aznan yang memandangnya sambil mendudukkan dirinya di atas kasur Dion.

"L-lo! Ngapain lo disini kampret!" ucap Dion panik dengan kedua tangan yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian.

Aznan mengalihkan pandangannya dari Dion lalu berkata dengan santai.

"Gue bosen nunggu di ruang tamu. Lagian Bunda lu juga nyuruh gue nunggu di kamar aja. Dan gue nggak nyangka ternyata waktu lo mandi itu lama banget. Lo ngapain aja? Coli?" ujar Aznan sambil dengan tangan yang mengangkat baju tidur bekas Dion yang masih tergeletak di atas kasur.

Melihat itu, Dion dengan cepat mengambil bajunya itu sebelum Aznan mencium dan merasakan aroma yang mungkin saja tidak menyenangkan hidungnya.

"Wow. Puting lo ternyata menarik. Coklat kemerahan." ucap Aznan vulgar, yang tentu saja langsung membuat Dion sadar dan langsung kembali menutupi tubuhnya dengan baju tidurnya itu. Setelahnya ia menatap galak Aznan bermaksud untuk menyuruhnya keluar. Namun sepertinya Aznan tidak paham karena bukannya pergi, dia malah bertanya.

"Apa? Mau gue servis puting lo?" ujarnya.

"Bangke! Keluar lu dari kamar gue. Mesum lu anjing!" marah Dion. Lalu melangkah mendekat ke arah Aznan dan detik berikutnya jitakan pelan pun mendarat di kepalanya.

"Keluar!" perintah Dion.

Aznan tidak mengindahkan perintah tersebut dan malah tersenyum menggoda menatap Dion.

"Kenapa sayang? Kamu malu ya? Gpp kok. Cuma kota berdua di kamar ini. Sini biar yayang puasin puting kamu itu." ucap Aznan dengan bibir yang ia maju-majukan. Melihat itu Dion segera mencubit bibir itu lumayan kuat dan membuat Aznan segera memberontak agar cubitan itu lepas.

Setelah terlepas, Aznan segera berdiri dari duduknya dan mengusap bibirnya sambil mata yang menatap Dion dengan pandangan sedih yang di buat-buat.

"Galak amat kamu sayang. Aku kan pacar kamu." ujarnya yang masih saja menggoda Dion.

"Geli anjing gue dengernya! Keluar nggak lu!" balas Dion.

Aznan terkekeh mendengarnya, lalu setelah itu ia pun berbalik untuk menuruti perintah Dion yang menyuruhnya keluar kamar. Sementara Dion yang sudah melihat Aznan keluar, ia bergegas mengunci pintu kamarnya agar Aznan tidak bisa masuk lagi sehingga dirinya bisa dengan tenang mengenakan pakaian tanpa adanya gangguan dari makhluk mesum seperti Aznan.

• • •

"Tante kita berangkat, ya." pamit Aznan begitu Dion berucap kalau dirinya sudah siap.

Aznan meraih tangan wanita dewasa itu, di susul dengan Dion yang tersenyum hangat menatap Bundanya yang menurutnya sangat cantik itu.

"Dion berangkat ya, Bunda." pamit Dion juga.

"Iya. Kalian hati-hati ya. Jangan malem-malem pulangnya. Besok masih harus sekolah." ucap Bunda menasihati.

Mereka berdua mengangguk, lalu setelahnya berbalik dari hadapan Bunda untuk segera keluar dari rumah. Aznan yang jalan terlebih dahulu pun berhenti sebentar untuk menunggu Dion agar mereka berjalan berdampingan. Dan saat itu terjadi, dengan sigap Aznan menaruh satu tangannya untuk merangkul bahu Dion.

"Gue suka wangi parfum lo, Yon. Coklat." ujar Aznan begitu hidungnya berhasil menghirup aroma yang keluar dari tubuh Dion.

Dion ingin membalas ucapan Aznan dengan maksud pamer dengan harumnya. Namun hal itu segera di jeda oleh Aznan yang kembali berbicara.

"Tapi gue nggak suka sama gaya pakaian lo yang sekarang." ucapnya.

Dion segera menghentikan langkahnya begitu pernyataan yang di ucapkan Aznan terdengar.

"Gue keliatan jelek ya make baju ini?" tanyanya sambil menatap Aznan berharap.

Aznan menggeleng pelan. "Bukan keliatan jelek maksud gue. Lo keliatan ganteng kok. Gue suka malah. Tapi yang bikin nggak suka juga itu, gue takut entar cewek-cewej pada liatin lo. Terus lo dengan sifat playboy lo bakal godain mereka. Gue kan jealous." ucap Aznan jujur.

"Ppffttt." suara Dion menahan tawanya.

"Kenapa?" tanya Aznan.

"Lo cemburu sama cewek-cewek yang bakal liatin gue entar?" balas Dion yang langsung di angguki oleh Aznan dengan tatapan seriusnya.

Melihat itu, Dion menjadi urung untuk menggoda Aznan dengan candaannya.

"Yaudah kalo lo nggak suka, gua ganti baju jadi gembel aja. Biar orang-orang pada ilfeel liat gue." ujar Dion.

"Nggak usah. Lo nggak perlu ganti baju. Lagian kita kencannya bukan di tempat rame kok." ujar Aznan, lalu segera merangkul kembali bahu Dion yang sempat terlepas.

"Kalo bukan di tempat rame terus di tempat yang sepi gitu? Lo mau ngapain gue njir? Perkosa gue? Bawa gue ke hotel terus ngajak ngewek gitu?" ujar Dion. Pikirannya sudah melambung entah kemana.

"Kok pikiran lo bisa sampe situ. Atau emang itu keinginan lo ya?" ujar Aznan yang berakhir malah menggoda Dion.

Dion ingin membalas ucapan Aznan, namun saat matanya menatap sebuah mobil yang belum pernah ia lihat. Ia jadi urung dan melupakan apa yang mereka bahas barusan. Ia menoleh ke arah Aznan dengan kepala yang sedikit mendongak.

"Lo pake mobil?" tanya Dion.

Aznan menganggukkan kepalanya.

"Iya. Karena perjalanan kita lumayan jauh." jawab Aznan.

"Emang kita mau kemana sih?"

"Danau."

"Lo bilang lo hobi mancing. Jadi kita bakal mancing di danau. Daerah sini kan nggak ada danau tuh. Makanya gue bawa mobil supaya kita lumayan cepet sampe nya." tambah Aznan menjelaskan.

Dion mengangguk mengerti. Namun ia masih merasa bingung dengan maksud Aznan yang mengajaknya kencan ke danau. Apa tidak ada destinasi lain untuk mereka kunjungi? Masa iya harus danau. Mau ngeliat monyet yang bergelantungan di pohon-pohon nanti?

Tapi Dion tidak mengutarakan kebingungannya itu. Ia memilih untuk menyetujui kemana mereka akan pergi karena dirinya pun juga penasaran akan apa yang di lakukan Aznan selain memancing nantinya. Jadi dengan begitu, Dion terlebih dahulu masuk ke dalam mobil di susul dengan Aznan yang kini sudah berada di sampingnya dan bersiap untuk menjalankan mobil yang mereka naiki untuk segera pergi menuju danau, tempat mereka berkencan untuk pertama kali.

• • •

Sudah lebih dari sejam mereka melaju dengan jalanan yang kini hanya menunjukkan rerumputan tanpa adanya tanda-tanda pemukiman yang dekat dari sini.

Selama perjalanan pun mereka asik mengobrol, jadi tidak terlalu terasa kalau mereka sudah menempuh jarak hingga 10 km lebih dari rumah Dion. Mereka tidak pernah membicarakan apalagi memikirkan hal buruk akan terjadi pada kencan pertama mereka.

Namun mungkin hal ini sudah takdir, sehingga kejadian buruk pun terjadi.

Mobil yang Aznan kendarai tiba-tiba tidak bisa di gas lagi di susul dengan mobilnya yang perlahan menjadi pelan hingga akhirnya berhenti tepat di pinggir jalan setelah Aznan menyadari kalau mobilnya mati secara tiba-tiba.

Wajah panik menghiasi keduanya. Apalagi melihat pemandangan sekitar yang masih sama dengan pandangan yang mereka lihat selama perjalanan. Jadi sudah di pastikan, kalau sekarang sangat sulit untuk mencari bantuan. Tapi Aznan masih berfikir positif, kalau mobil mereka hanya ngambek sebentar karena ada penghuni baru yang menduduki mobilnya.

"Gue cek sebentar ya." ucap Aznan, lalu keluar mobil untuk melihat apa kerusakan yang telah terjadi sehingga menyebabkan mobilnya mati di tengah jalan.

Dion sendiri yang berada di dalam mobil merasa tidak betah. Ia memilih keluar untuk menyusul Aznan yang kini tengah sibuk dengan mesin-mesin yang hanya ia perhatikan saja.

"Lo tau cara benerin mobil?" tanya Dion, membuat Aznan segera menoleh dan tersenyum tipis.

"Gue tau. Tapi masalahnya, kerusakan yang mobil alami itu lumayan parah. Sedangkan gue nggak bawa persiapan sama alat-alat buat benerinya. Jadi mau nggak mau ini mobil harus di bawa bengkel. Atau nanti gue coba telpon temen gue buat kesini." ujar Aznan lalu merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya.

"Disini nggak ada sinyal. Gue barusan cek tadi." ucap Dion tepat setelah Aznan berhasil membuka sandi ponselnya. Dan benar saja, tidak ada jaringan sama sekali di daerah sini. Dirinya seketika frustasi menyadari tidak ada harapan bagi mereka untuk pergi dari tempat ini. Di tambah lagi dengan jalanan yang terlihat sangat sepi, dan Dion rasa, hanya merekalah yang melewati jalan ini. Tamatlah riwayat mereka sekarang.

"Kita jalan balik ke rumah." usul Aznan yang langsung saja mendapat tatapan kesal dari Dion.

"Lo gila? Itu jauh banget goblok!" marahnya.

Aznan merasa bersalah, jadi dia tidak akan membalas kata kasar yang di ucapkan Dion tadi.

"Maksud gue bukan ke rumah. Tapi nyari bantuin ke tempat lain yang mungkin udah kita lewatin tadi." ujar Aznan mencoba usul lain.

"Tempat lain apa!? Dari tadi yang gue liat cuma rumput sama alang-alang doang! Kita bakal mati di sini sekarang. Arghhh... Lo goblok sih. Ngapain coba pake ke danau segala. Kayak nggak punya tempat lain aja buat kencan!" ucap Dion yang akhirnya mengungkapkan perasaannya yang bingung akan jalan pikiran Aznan yang memilih danau untuk tempat kencan mereka.

"Kok lo gitu sih? Kalo lo nggak suka kenapa lo nggak ngelarang gue dari awal?" balas Aznan yang mulai terbawa suasana.

"Ya, gue pikir mobil nggak bakal mogok gini!"

"Gue juga nggak mikir kalo mobil gue bakal mogok."

Mendengar itu, Dion terdiam. Ini tidak baik. Dion sekarang sedang terbawa perasaan paniknya karena mobil mogok di tempat yang tidak ia kenali. Bahkan sekalipun ia tidak pernah kesini. Jadi dia memilih diam daripada nanti mereka berakhir saling membunuh yang mana hal itu bukanlah hal yang mereka inginkan untuk kencan pertama mereka.

Aznan pun turut diam. Namun otaknya terus memikirkan cara agar mereka bisa terbebas dari masalah ini. Dan hanya satulah cara yang ia temukan, yaitu.

"Kita harus nyari pemukiman di dekat sini. Siapa tau kita ketemu kalo kita jalan terus. Dulu gue pernah lewat sini bareng Ayah gue. Dan seinget gue emang ada pemukiman. Ayo kita jalan terus." usul Aznan. Lalu meraih lengan Dion agar ikut dengannya. Dan untungnya Dion tidak menolak. Ia ikut berjalan dengan tangan yang di gandeng oleh Aznan.

"Lo yakin kan?" tanya Dion. Aznan menganggukkan kepalanya kuat agar Dion merasa aman dengan jawaban darinya.

Mereka pun kembali diam dengan suasana hening tanpa adanya bunyi kendaraan maupun suara mereka sendiri. Yang terdengar hanyalah semilir angin dan rerumputan yang bergoyang. Namun hal itu tidak membuat mereka menyerah, mereka terus berjalan walaupun saat ini sudah hampir 20 menit mereka menjauh dari tempat mereka sebelumnya.

Tapi syukurlah. Saat mereka sudah keluar dari ladang rumput. Beberapa meter dari jarak mereka, terlihat spanduk yang di tulis tangan dan di pajang menggunakan dua kayu besar tepat di pinggir jalan.

FESTIVAL DESA LILIN SEJAHTERA. 100M DARI SINI.

"Lo bener, Nan. Disini ada pemukiman. 100 meter lagi dari sini." ujar Dion setelah selesai membaca spanduk itu.

Aznan tersenyum menanggapinya.

"Kan udah gue bilang. Gue pernah lewat sini sama bokap gue." ujarnya. Lalu kembali merogoh ponselnya untuk mengecek jaringan di sana.

"Tapi tetep aja disini nggak ada sinyal." tambah Aznan begitu selesai mengecek ponselnya.

"Yaudah, kita ke desa itu aja. Siapa tau mereka bisa memperbaiki mesin mobil. Atau semacam bengkel gitu." saran Dion.

Aznan mengangguk dua kali pertanda setuju akan saran Dion. Setelahnya mereka pun kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju desa yang sedang mengadakan festival itu. Dan tidak berapa lama kemudian mereka pun sampai di desa tersebut yang langsung di sambut dua orang yang berbeda jenis kelamin itu.

Dua orang itu tersenyum ramah kepada Dion dan juga Aznan.

"Selamat di Desa Lilin Sejahtera. Kami mempersilahkan kalian untuk melihat-lihat dan mencoba berbagai acara yang kami persiapkan." ucap salah satu dengan ramah.

Dion membalas tersenyum menatap wanita yang berbicara itu.

"Iya terima kasih. Tapi kedatangan kami kesini, karena kami memerlukan bantuan." ujarnya. Wanita itu terlihat bersimpati lalu menanyakan apa bantuan yang mereka butuhkan.

"Mobil kami mogok. Dan terletak 1km dari sini. Kami butuh montir yang bisa memperbaikinya. Apa di desa ini ada yang ahli dengan mesin mobil?" lanjut Aznan yang menjelaskan maksud kedatangan mereka kemari.

"Pastinya ada. Tuan-tuan tenang saja. Bantuan yang kalian butuhkan akan segera kami lakukan. Dan untuk menunggu sampai mobil kalian selesai di perbaiki. Apa kalian tidak keberatan untuk mencoba festival yang sedang kami lakukan?" ujar cewek itu yang segera di angguki Aznan tanpa menunggu persetujuan dari Dion terlebih dahulu.

"Baik. Saya percayakan mobil saya sama kalian. Kalau begitu, saya dan pacar saya akan mencoba festival yang sedang kalian rayakan." ujar Aznan, lalu dengan gampang dirinya memberi kunci mobil ke pria penjaga itu. Lalu setelahnya ia menarik tangan Dion untuk masuk ke dalam desa yang sedang melakukan perayaan tersebut.

Namun setelah mereka jauh dari dua orang penjaga itu. Dion menghentikan langkahnya yang otomatis membuat Aznan turut berhenti melangkah.

"Kok lo gampang banget sih percaya sama mereka? Kalo mereka orang jahat gimana?" ujar Dion dengan suara berbisik.

"Ya kalo mereka orang jahat. Kita acak-acak aja desa ini. Setimpal kan?" balas Aznan enteng.

"Lo gila? Yang ada kita mati disini. Di tambah lagi desa ini kurang jelas. Entar jangan-jangan desa ini desa kkn yang viral itu lagi. Ih, takut gue. Kita balik aja yuk!" ujar Dion yang lagi-lagi pikiran negatif menguasai dirinya.

Aznan mencoba menenangkan Dion dengan cara merangkul pundaknya lalu meremasnya sedikit agar Dion merasa tenang. Setelahnya dia pun berbisik untuk menasihati Dion.

"Kita disini nyari bantuan, Yon. Dan mereka dengan senang hati ngebantu kita. Lagian kita cuma berkunjung doang kan? Itung-itung buat gantiin kencan kita yang sempet rusak tadi. Dan sekarang gue pengen gantiinnya dengan kita bersenang-senang di festival ini. Ayo!" ujar Aznan dan detik berikutnya dia pun kembali melanjutkan perjalanan menuju festival yang sedang berlangsung itu.

Dion yang mendengar penjelasan Aznan tadi masih merasakan sedikit rasa takut. Namun mengingat ini adalah kencannya dengan Aznan. Jadi tidak ada salahnya kan memberi Aznan kesempatan untuk memperbaiki kencan mereka?

Dengan pikiran seperti, Dion pun akhirnya memutuskan kalau dia akan bersenang-senang di festival ini demi kencan mereka. Ya. Demi kencan!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel