Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Si Badboy

Aznan segera mengenakan sepatunya setelah ia mengabari Dion kalau dirinya akan menjemputnya beberapa menit lagi.

Rokok yang di hisapnya pun kini sudah mengecil, dan tidak ada pilihan lain selain membuangnya ke tong sampah di dekat meja belajarnya setelah sebelumnya ia mematikan api yang masih menyala di bagian puntung rokok tersebut.

Bersamaan dengan dirinya berdiri dari duduknya, pintu kamarnya terbuka lebar dan menampakan sosok gadis yang terlihat cantik dengan proporsi badan yang memadai. Dia adalah Sari. Adik dari Aznan, dan kini dia berjalan mendekat untuk memperhatikan penampilan Kakaknya dari atas sampai ke bawah.

"Ada apa?" tanya Aznan yang segera menghentikan niat Sari yang ingin menilai penampilannya malam ini.

"Enggak. Gue cuma heran, tumbenan tuh celana Kakak nggak ada robek-robeknya. Mau nge-date ya sama Dion?" ujar Sari dengan satu telunjuk ia ulurkan ke arah wajah Aznan.

"Nge-date pala lu peyang! Gue pacaran sama dia aja gara-gara permintaan lo. Mana mau gue nge-date sama dia. Kayak nggak ada cewek lagi aja di dunia ini." balas Aznan.

"Terus Kakak mau kemana?" Aznan menggeleng pelan untuk menjawabnya.

"Udah, lo jangan banyak tanya. Lo jaga rumah ya, gue mungkin bakal pulang paling lama jam 11. Ntar gue telpon lo buat bukain pintu. Oke?" akhir Aznan, lalu berniat untuk beranjak dari sana yang segera di urungkan oleh Sari yang memanggil namanya.

Aznan berhenti melangkah dan menolehkan kepalanya dengan alis yang di angkat sebagai tanda ia bertanya.

"Kakak jangan lupa untuk balesin dendam gue. Kakak jangan sampe terbawa suasana dan akhirnya lupa sama apa yang Kakak rencanain!" ingat Sari. Mendengarnya membuat Aznan memandang adiknya itu malas.

"Lo tenang aja. Gue berangkat ya. Jangan bilang Ayah sama Mamah kalo gue keluar sampe tengah malem. Kalo lo ngadu, gue langsung batalin semua ini." ujar Aznan sedikit mengancam Sari.

"Oke."

Setelahnya Aznan pun kembali melanjutkan perjalanannya keluar kamar untuk menjemput Dion pacar barunya ke tempat pertandingan balap motornya malam ini. Namun sebelum ia menjalankan motornya, ia terlebih dahulu menempelkan dua magnet kecil ke daun telinganya, dan setelah itu Aznan kini merasa kalo ia melihat jati dirinya yang sesungguhnya saat ia menatap kaca spion tadi. Ia tersenyum singkat, lalu segera menaiki motornya untuk memulai menjemput kekasihnya.

• • •

Motor yang di kendarai Aznan perlahan berhenti saat dirinya sudah sampai tepat di depan pagar rumah Dion. Ia mematikan mesin motornya lalu turun dari sana untuk masuk ke dalam halaman rumah Dion yang tidak terlalu luas itu. Namun Aznan segera berhenti melakukan aksinya begitu matanya melihat sosok Dion yang keluar rumah bersama sesosok wanita dewasa yang tersenyum hangat kepada pacarnya itu.

Dalam sekali lihat, Aznan sudah mengetahui kalau wanita itu adalah Ibu dari Dion. Terlihat jelas dari senyuman, mata, dan bentuk wajahnya yang terlihat sama. Jadi Aznan yakin kalau memang benar kalau wanita dewasa itu adalah Ibunya Dion.

Mata Aznan bertemu dengan mata Dion saat Dion berbalik dan melihat ke arah pagar. Tanpa ragu Dion mengulas senyum tipis untuk menyapa Aznan yang sudah sampai di depan pagarnya bertepatan dengan dirinya yang sudah siap untuk pergi.

"Lo tindikan?" tanya Dion begitu dirinya sudah berdiri di hadapan Aznan.

"Enggak. Ini cuma magnet doang. Lo udah siap kan?" tanya Aznan balik yang segera di angguki oleh Dion.

"Yaudah naik." suruh Aznan.

"Gue mau naik. Tapi asal lo janji sama satu hal." tawar Dion.

Aznan menaikkan satu alisnya mendengar tawaran itu, namun pada akhirnya dia memilih mendengarkan apa tawaran Dion dengan cara menaikkan dagunya sebagai tanda kalau dia menyuruh Dion untuk bicara.

"Selama lo bonceng gue. Lo nggak boleh ngebut kayak waktu lo nganter gue tadi. Ok?" ucap Dion.

"Lo tenang aja, gue ahli naik motor kok. Se-ngebut apapun gue, pasti lo bakal selamat sampai tujuan."

"Nggak ngebut atau gue nggak jadi nemenin lo?" balas Dion yang menolak alasan Aznan tadi.

Menghela napas kecil, Aznan pun akhirnya menyerah dan memilih untuk segera kembali naik ke motornya dan menyalakan mesin motor tersebut.

"Ayo buruan. Gue nggak bakal ngebut kalo kita berangkatnya sekarang." ujar Aznan.

Melihat itu Dion tersenyum senang. Dia merasa menang, hanya dengan ancaman dirinya yang tidak jadi ikut, Aznan dengan mudah mendengarkannya.

"Emang tempatnya jauh ya?" tanya Dion sambil dengan melangkah mendekat ke arah Aznan untuk ikut menaiki motor tersebut di bagian belakangnya.

Aznan tidak menjawab pertanyaan Dion itu. Ia memilih untuk mulai menjalankan motornya dengan perlahan hingga akhirnya motor tersebut tiba di jalan besar dan dengan tanpa merasa bersalah, Aznan langsung menancap gas motornya sehingga membuat laju motornya mencapai kecepatan di atas rata-rata.

Dan hal itu tentu saja membuat Dion kaget, dia dengan cepat memeluk erat tubuh Aznan dengan mulut yang mengeluarkan nama-nama seluruh binatang yang ia ketahui.

"AZNAN ANJING, BABI, MONYET, BEBEK, KOCHENG NGENTOT! MATI AJA LU, BANGKE!!" teriaknya, yang tentu saja diabaikan oleh Aznan yang tersenyum iblis di balik kemarahan Dion di belakangnya.

• • •

Sesampainya mereka-Aznan dan Dion di markas pertemuan antara para pembalap. Dion segera turun dan berlari menjauh dari sisi Aznan. Dia ngambek, dan tidak mau berbicara dengan Aznan saat ini. Sementara Aznan sendiri menanggapi hal itu dengan mengangkat kedua bahunya menandakan kalau dirinya tidak terlalu perduli.

Aznan lebih memilih berjalan ke arah teman-temannya yang sudah melambai dan menyuruhnya untuk segera datang. Ia melirik sebentar arah perginya Dion, namun setelah mendapati tatapan kesal yang Dion berikan akhirnya Aznan memutuskan untuk tidak peduli dengan apa yang akan Dion lakukan. Yang ia pikirkan adalah...yang penting Dion sudah berada disini untuk menyaksikan pertandingannya.

"Motor gue udah siap?" tanya Aznan begitu dirinya sudah sampai dalam kerumunan.

Salah satu dari mereka mengangguk lalu berdiri menghampiri Aznan.

"Gue harap lo bisa menang malam ini, Nan." ucap pria itu sambil dengan satu tangan yang menepuk bahu Aznan.

"Kenapa harus?" tanya Aznan.

"Ya harus lah! Lo tau nggak berapa duit taruhannya? 12 juta men! Di kali sama 4 pemain lainnya. Lo itung coba berapa jumlah yang kita dapet kalo lo menang." ujar pria itu dengan ekspresi yang penuh dengan semangat.

"48 juta." jawab Aznan.

"Nah banyak kan! Apalagi kru kita cuma gue sama Desta doang. Banyak penghasilan kita malem ini kalo kita menang. Ya nggak, Ta?" ucap pria itu dengan kepala yang menoleh ke arah pria satunya yang mengangguk setuju.

"Lo bareng siapa tadi? Gue liat tadi ada yang turun dari motor lo." ujar Desta yang turut berdiri menghampiri Aznan.

Aznan dengan santai menjawab. "Pacar gue."

Dua pria yang berstatus temannya itu memandang satu sama lain setelahnya mereka kembali menatap Aznan dengan tatapan penuh tanya.

"Apa?" sahut Aznan menyadari tatapan dua temannya.

"Dia cowok, anjing!" balas Desta yang sudah sewot duluan. Pria satunya yang bernama Fandi setuju, lalu memfokuskan matanya ke arah Dion yang kayak orang bodoh memperhatikan sekitarnya.

"Iya, dia cowok Nan." ucap Fandi.

"Yang bilang dia cewek siapa?" balas Aznan, lalu kemudian ia dengan tidak perduli melewati dua temannya untuk berganti pakaian balapnya yang saat ini terletak di loker yang tersedia di sana.

Sementara itu rasa penasaran di antara kedua temannya masih ada. Namun Fandi lebih memilih mengabaikan hal itu dengan berbalik dan menyusul Aznan, berniat untuk membantu jagoan balapnya itu berganti pakaian. Berbeda dengan Desta yang malah melangkah mendekat menghampiri Dion yang kini terdiam menatap cowok yang menurutnya menyeramkam mendekat.

Perasaan takut menghampiri dirinya, apalagi saat mata Dion menangkap tindik di bagian atas bibir Desta dan juga beberapa tato yang tergambar di bagian leher begitu juga lengannya yang terlihat jelas.

Dion mengalihkan pandangannya dari Desta dan memperhatikan sekitar mencari sosok Aznan yang sayangnya tidak ia temukan. Ia sudah merutuki sosok Aznan yang sudah membuatnya kesal untuk kedua kalinya. Dion merasa tidak di hargai. Padahal dirinya di ajak kesini oleh Aznan, namun dirinya di tinggal begitu saja hingga akhirnya harus menghadapi preman mengerikan yang saat ini sudah berhenti di hadapannya.

"Pacarnya Aznan?" tanya Desta sedikit ragu.

Mendengar pertanyaan itu sontak membuat Dion mengangguk cepat. Bahkan ia melakukannya dua kali saking ia merasa takutnya. Namun begitu Desta tersenyum, entah bagaimana bisa perasaan takut itu segera hilang saat dirinya melihat wajah Desta yang penuh dengan rasa pertemanan. Apalagi saat Desta mengulurkan tangannya. Dion kini sudah merasa baikan dan berpikir kalau orang di depannya ini adalah orang baik yang mengenal Aznan.

"Gue Desta. Temen dan juga Kru dari tim balap Aznan." ujar Desta memperkenalkan dirinya.

Dion membalas tersenyum lalu menjabat uluran tangan itu lalu turut memperkenalkan dirinya.

"Gue Dion. Pa...carnya Aznan." ucap Dion yang sedikit ragu mengucapkan statusnya.

"Baru pertama kali disini ya?" tanyanya Desta. Dion mengangguk sebagai jawaban.

"Iya. Gue di paksa sama Aznan buat ikut dia tanding. Gue disuruh nyemangatin dia, biar dia bisa menang." ujar Dion sedikit berbohong.

"Terus kalo lo ke-paksa, kenapa lo mau dateng?"

"Ya namanya juga di paksa. Gimana dah. Oh iya, gue mau nanya dong. Balapan ini statusnya apa ya?"

"Maksudnya?"

"Ya maksud gue, acara balap motor ini tuh legal apa ilegal?" ujar Dion.

Desta menatap Dion penuh tanya, ia berusaha mencari tau maksud dari pertanyaan Dion tersebut. Namun karena dirinya berpikir kalau sesuatu yang buruk mungkin tidak akan terjadi di tambah dengan Dion yang baru pertama kali kesini. Jadilah dia memberitahu apa saja tentang balapan yang mereka lakukan setiap dua minggu sekali ini.

"Kalo urusan legal sih ya kita anggap legal lah ya. Soalnya jalur yang kita gunain ini kita temuin sebelum ada pemukiman di beberapa meter dari sini. Nah kalo untuk izin dan hukum. Kayaknya masih ilegal deh." jelas Desta.

Dion yang mendengar itu mengangguk-angguk paham. Lalu ia tersenyum penuh arti dengan pikiran yang bahagia akan apa yang sudah ia rencanakan beberapa jam sebelum datang kesini dan ia pikir rencana itu akan berhasil.

"Lo kesini mau liat Aznan balapan kan?" tanya Desta dan lagi-lagi mendapat anggukan dari Dion.

"Yaudah yuk, ikut gue. Tempat penontonnya ada di sebrang sana. Aznan lagi siap-siap dan bentar lagi balapan bakal di mulai." ajak Desta.

Dion menggeleng pelan untuk menolaknya.

"Nanti aja deh. Gue masih mau liat-liat dulu disini." ucap Dion menolak secara halus. Namun sepertinya tolakan Dion tidak bisa di terima oleh Desta, karena saat ini Dion sudah di paksa untuk ikut dengannya menuju tempat penonton agar bisa melihat Aznan lebih mudah.

Dan tentu saja itu membuat raut tidak senang muncul di wajah Dion. Namun bukan karena Desta yang memaksanya untuk ikut menonton. Melainkan hal ini sangat bertentangan dengan rencana yang sudah ia susun sebelum datang kesini. Seharusnya saat pertandingan di mulai, ia sudah tidak berada di sini lagi. Jika tidak, maka......

Sosok Aznan kini tertangkap oleh mata Dion yang saat ini tengah berjalan ke arah motor yang berjejeran. Bukan hanya Dion saja yang melihat sosok Aznan, namun Aznan juga secara kebetulan menemukan sosok Dion dengan mudah padahal tempatnya menonton lumayan jauh dan berada di kerumunan yang saat ini sudah ramai oleh para penonton yang hadir.

Aznan melambaikan tangannya ke arah Dion lalu tersenyum manis. Setelahnya Aznan pun segera bersiap, mengenakan helm dan naik ke atas motor yang sudah di sediakan di arena itu. Motor itu bukanlah motor yang Aznan kendarai saat membonceng Dion. Melainkan motor yang memang sudah khusus ia gunakan hanya untuk balapan. Dan itu terlihat keren tentu saja menurut Dion dari pada motor yang Aznan pakai sehari-hari.

Dion tidak terlalu memperhatikan pertandingannya. Ia bahkan tidak sadar kalau saat ini seluruh peserta sudah menancap gasnya untuk memulai melaju di lintasan balap. Dion hanya fokus menatap Aznan hingga akhirnya sosok Aznan sudah menghilang dengan cepat begitu juga dengan peserta lainnya yang mungkin saat ini tengah berlomba-lomba siapa yang paling cepat.

Keadaan yang tadinya heboh pun kini terasa sunyi dengan para penonton yang berbicara berbisikan sambil menunggu siapakah yang akan mencapai garis finish terlebih dahulu.

Namun sepertinya acara menunggu mereka akan segera berakhir. Karena saat bunyi mobil polisi terdengar, mereka semua langsung kembali heboh dan berlarian dengan panik akibat suara tersebut. Mereka berusaha kabur agar tidak tertangkap basah oleh polisi yang sayangnya hal ini di sebabkan oleh Dion yang memang sudah merencanakan ini saat sebelum dirinya mandi sore tadi.

Mungkin karena berpikir ini adalah rencananya. Dion tidaklah takut dan panik. Bahkan ia tidak berusaha melarikan diri. Dia malah diam sambil tertawa dalam hati melihat semua orang-orang yang berlarian untuk menghindar dari incaran polisi.

Namun tindakan yang Dion ambil adalah salah besar. Seharusnya dia ikut melarikan dan bersembunyi dari kejaran polisi. Karena begitu polisi sudah bermunculan, salah satu dari mereka langsung meringkus Dion dan menahan kedua tangannya agar tidak melarikan diri.

Dion panik, ia segera memberontak dan membela dirinya.

"Pak! Kenapa saya di tangkap? Saya yang melaporkan ini kepada pihak polisi!?" ujarnya. Namun sayangnya hal itu tidak membuat polisi yang menangkapnya percaya.

"Jangan alasan kamu. Ayo ikut ke kantor. Jelasin semuanya di sana nanti!" perintah polisi itu dan segera menyeret Dion masuk ke dalam mobil untuk membawanya ke kantor polisi.

Lagi-lagi hal ini harus di sayangkan. Karena beberapa polisi tidak berhasil menangkap yang lainnya. Dan hanya Dion lah yang bisa mereka tangkap dan di tanyakan. Jadi sepertinya rencana yang Dion buat hanyalah sia-sia. Karena semua yang ia rencanakan justru berbalik pada dirinya sendiri dan bukannya Aznan yang saat ini entah ada dimana.

Misi balas dendam Dion pun gagal. Karena dirinya kini harus di interogasi oleh polisi mengenai apa yang terjadi di tempat kejadian tersebut. Ia duduk dengan rambut dan wajah yang berantakan karena sudah kesekian kalinya ia berusaha membela dirinya kalau ia tidak bersalah.

"Pak, yang melaporkan kejadian ini tuh saya. Kalo nggak percaya, coba Bapak cek nomor yang saya telpon tadi. Pasti masuknya ke hp saya." ujar Dion.

Polisi berwajah datar itu tidak menggubris apa yang Dion ucapkan. Ia sama sekali tidak memiliki rasa percaya terhadap Dion yang menurutnya memiliki wajah-wajah kenakalan remaja.

"Kalo benar kamu yang melaporkan. Lalu kenapa kamu berada disana?" tanya polisi yang ikut dalam interogasi tersebut.

"Saya di sana untuk menonton pertandingan pacar saya, Pak." ucap Dion.

"Pacarmu? Siapa pacarmu? Masa iya ngebiarin kamu ketangkep kaya gini. Kamu bohong kan." tuduh polisi itu.

Dion menggeleng, namun ia tidak berkata apa-apa lagi. Ia sudah mengeluarkan segala alasan yang dia punya agar polisi yang menangkapnya itu percaya. Dion memilih pasrah dan menyerahkan segala apapun yang polisi putuskan, termasuk menelfon Bundanya yang mungkin akan terkena serangan jantung saat mendengar berita kalo putra satu-satunya terjerat masalah balap liar.

"Pak, ada anak muda yang mau menjemput tersangka Dion." ujar polisi lainnya yang baru saja datang.

"Siapa dia?" balas polisi satunya.

"Dia bilang dia bakal bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan tersangka Dion, Pak. Namanya Aznan Syahrizal."

Mendengar nama itu di sebut. Dua wajah yang ada di sana merubah ekspresinya menjadi berbeda satu sama lain. Jika Dion mengeluarkan ekspresi senang luar biasa. Berbeda dengan polisi yang berwajah datar tadi yang kini mengeluarkan ekspresi terkejut dan tiba-tiba berdiri menatap polisi yang menyebutkan nama Aznan tadi.

"Dimana dia?" tanya polisi itu yang ternyata bernama Ahmad.

"Dia ada di ruang tunggu, Pak." jawab polisi yang baru datang tadi.

Setelah mengetahui keberadaan Aznan, Pak Ahmad menatap Dion lalu menyuruhnya berdiri dan ikut bersamanya untuk menemui Aznan yang ternyata memang benar saat ini tengah menunggu sosok Dion di ruang tunggu.

Aznan berdiri dan tersenyum menatap Dion yang menghampirinya. Namun senyuman itu segera luntur begitu dirinya menatap polisi yang datang bersama Dion.

"Ikut Ayah!" perintah polisi yang bernama Ahmad itu, lalu berjalan mendahului mereka berdua yang kini bertatapan satu sama lain.

"Dia bokap lo, Nan?" tanya Dion yang masih dengan wajah berantakan.

Aznan mengangguk, lalu menaruh tangannya di atas kepala Dion untuk merapikan rambut pacarnya itu.

"Lo tunggu disini ya. Habis ini gue bakal nganter lo pulang. Dan kali ini gue janji, gue nggak bakalan ngebut. Ok?" ujar Aznan. Dion yang mendengar itu menganggukkan kepalanya setuju. Lalu setelah itu Aznan pun berbalik untuk menyusul Ayahnya yang ternyata menunggunya di halaman depan kantor polisi.

"Sekarang kamu jelasin, Nan." ujar Pak Ahmad, Ayah Aznan.

"Jelasin apa, Yah?" tanya Aznan.

"Kamu salah satu dari orang yang ikut balap liar itu kan?" tanya Ayahnya untuk menjelaskan maksud dari ucapannya sebelumnya.

Aznan mengangguk tanpa ragu, "Iya. Aku ikut balap liar. Dan Ayah udah salah tangkap orang. Dion nggak ada salah apapun, dia cuma nemenin aku buat nonton aja. Jadi Ayah bisa lepasin dia sekarang." ujar Aznan.

"Tentu saja Ayah bakal lepasin Nak Dion. Orang dia yang ngelaporin tentang balap liar itu. Justru kamu yang harusnya Ayah tahan saat ini. Jadi sebelum Ayah ngelakuin hal itu. Beri satu alasan yang kuat supaya Ayah nggak nahan kamu seharian di sel penjara ini." ujar Ayah Aznan.

Aznan sebenarnya tidak terlalu perduli dengan dirinya yang akan di tahan di sel selama seharian. Namun ia sedikit kaget mendengar kalau pelapor dari penangkapan ini adalah Dion, pacarnya sendiri. Tapi Aznan tidak mau berfikiran negatif terlebih dahulu, ia akan mendengarkan apapun alasan Dion nanti hingga mengapa ia bisa melakukan hal ini kepadanya.

"Aku nggak punya alasan yang kuat. Aku cuma bisa bilang kalo balap liar itu hobi aku. Dan masalah di tahan, aku juga nggak masalah. Setelah nganter Dion, aku bakal balik lagi kesini untuk menerima hukumannya. Terima kasih." ucap Aznan mengakhiri percakapannya dengan Pak Ahmad, Ayahnya.

Aznan berbalik lalu kembali masuk untuk membawa Dion pulang kerumahnya. Dan benar saja, kali ini Aznan membawa motor dengan santai dan tidak mengebut seperti sebelumnya.

Namun karena hal itu, suasana di perjalanan pun terasa sangat lama. Apalagi mereka tidak membicarakan apapun. Mereka diam dengan pikiran masing, sehingga menciptakan suasana hening dengan motor yang terus melaju dengan kecepatan sedang.

Puluhan menit kemudian mereka pun sampai di depan rumah Dion. Dion turun dan mengucapkan terima kasih kepada Aznan yang sudah mengantar dan juga menyelematkannya. Namun sebelum Dion berbalik dan pergi kerumahnya. Aznan menahan tangan Dion agar pacarnya itu mengurungkan niatnya pergi ke sana.

"Apa?" tanya Dion.

"Lo nggak mau ngucapin sesuatu gitu? Atas apa yang terjadi barusan?" balas Aznan.

Dion berpikir sebentar untuk mencari apa maksud dari ucapan Aznan itu. Dan setelah paham, ia pun merasa malu dan menundukkan kepalanya menatap sepatu yang ia kenakan.

"Maafin gue, Nan. Gue udah bikin kacau acara balapan itu. Gue rencananya mau balas dendam atas apa yang udah lo lakuin sama Aqila. Tapi sekarang gue sadar, kalo apa yang gue lakuin itu udah keterlaluan dan jauh berbeda dengan apa yang udah lo perbuat. Sekali lagi gue minta maaf ya." ujar Dion tulus dengan kepala yang masih menunduk.

Aznan yang memperhatikan sekaligus mendengarkan ucapan Dion pun tersenyum. Ia yang saat ini berdiri di hadapan Dion yang menunduk segera membungkukkan badannya agar wajahnya bisa meraih pipi Dion yang saat ini ia cium singkat.

"Gue maafin." ucap Aznan setelah melakukan ciuman singkat itu.

Dion kaget, ia kembali mendongak dan menatap Aznan yang saat ini tersenyum hangat. Dan entah kenapa melihat itu hatinya berdebar seketika. Wajahnya terasa panas, apalagi saat dirinya merasakan bibir Aznan yang singkat mengenai pipinya itu. Dion yakin, jika saat ini kedua pipinya memerah akibat merasakan hal itu.

"G-gue. Gue balik dulu!" ucap Dion cepat, lalu kemudian ia berjalan cepat ke arah pagarnya dan membuka pagar tersebut dengan tergesah. Setelahnya, dengan berlari kecil Dion masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Aznan yang terkekeh kecil melihat tingkah malu dari pacar barunya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel