5
Gue sampe dirumah dengan keringat yang kini sudah membasahi seragam sekolah gue.
Iya! Gue habis jalan di siang yang terik ini karena angkot gak bisa masuk ke dalam kompleks rumah gue. Bukan wilayahnya katanya.
Gue membuka pintu rumah dengan gak sabaran. Setelah terbuka, gue langsung bergegas menuju ke arah dapur karena satu hal yang sangat gue inginkan saat ini. Air dingin. Ya gue butuh itu sekarang. Gue lagi dehidrasi. Kepanasan. Mau mati rasanya.
Setelah sampai di dapur, gue langsung membuka kulkas dan memgambil botol air dingin yang tersedia disana. Gue meneguk abis sebotol air dingin tersebut dengan cepat.
Ahhhh... Segarnyaa.
Gue mengelus leher gue dramatis karena akhirnya perjalanan gue yang penuh perjuangan itu telah terbayar dengan dinginnya air yang gue minum tadi. Emang ya, di saat panas-panas begini enaknya minum yang dingin-dingin.
Akh. Jadi pengen beli es doger.
Dengan pemikiran seperti itu gue mulai beranjak dari dapur setelah mengembalikan botol yang gue minum tadi.
Gue berjalan ke arah kamar gue dengan santai. Saat sudah mendekati pintu kamar. Sayup-sayup gue mendengar suara orang terkikik di dalam kamar gue. Gue langsung negatif thinking.
Gue menempelkan telinga gue ke pintu untuk mendengar lebih jelas apa yang sekarang berada di kamar gue. Gue cuma bisa mendengar suara bisik-bisik awalnya, namun setelah mendengar suara tawa yang sangat gue kenal suaranya gue menjauh dari pintu.
Daviz.
Satu nama itu langsung terlintas di benak gue. Siapa lagi kalo bukan dia. Dan juga, ngapain dia ada di kamar gue?
Gue menegang. Daviz ada di kamar gue. Gue tersadar dengan kalimat barusan. Daviz ada di dalem kamar gue. Gak sendirian. Gue sempet denger kalo di dalem ada suara lebih dari satu.
Gue murka. Muka gue panas seketika.
Apa yang dia lakukan sama kamar gue? Ngajak orang lagi. Ini gak bisa gue biarin. Gue harus labrak nih orang. Dia udah kelewatan.
Tanpa aba-aba lagi gue buka pintu kamar gue dengan kasar sehingga pintu itu membentur tembok, yang mana itu menimbulkan suara keras yang membuat orang yang ada di dalam kamar terkejut dan langsung noleh ke arah gue.
Gue melongo melihat keadaan di dalam kamar gue. Berantakan. Kamar gue sudah mirip kaya kapal pecah. Barang-barang yang seharusnya berada di tempatnya, kini semua sudah gak ada dan berserakan di mana-mana.
Dan juga disana ada baju yang tergeletak. Baju cewek. Gue seketika menoleh ke arah ranjang gue. Disana ada Daviz yang lagi nindih seorang cewek yang kini mukanya menghadap ke arah gue.
"Wtf! Apa yang kalian lakuin di kamar gue!!" teriak gue murka. Ini gak bisa di biarin. Daviz bawa cewek ke kamar gue.
Davis noleh ke arah gue lalu bangkit dari posisinya yang menindih si cewek. Cewek itu juga bangun dan memungut bajunya.
"Keluar gak dari kamar gue!" teriak gue kenceng. Dia cuma mandang gue males terus ngucek kupingnya.
Gue tambah kesel melihat hal itu. Gue menggeram. "Keluarr!!"
"Gak mau." ujarnya datar. Gue melongo mendengarnya. Apaan maksud dia. Ini kan kamar gue.
"Ini kamar gue, Dav!" ujar gue masih menggunakan nada tinggi.
"Gue tau."
"Terus kenapa lo gak keluar dari kamar gue!?"
Gue udah gak sabar. Dia udah tau kalo ini tuh kamar gue. Dan dia masih aja disini, ngajak cewek lagi. Dia kira ini hotel? Cih.
"Ogah! Kamar lo enak ada AC-nya. Enak buat ngentot. Yuk sayang." ujar Daviz lalu mulai membuka baju yang dia pake dan kembali menindih cewek itu.
"Woy! Kamar gue woy!" gue teriak lebih kenceng karena melihat kejadian itu.
Bukannya dia denger teriakan gue, dia malah melanjutkan aksinya dengan mencium bibir cewek itu. Gue melengos. Ini pertama kalinya gue melihat hal seksual seperti sekarang ini. Walaupun gue sering nonton Drama Korea yang seringkali ada adegan ciumannya. Gue selalu skip adegan itu karena Papa yang marahin gue kalo ngeliat adegan itu. Iya gue kalo nonton drama selalu sama bokap. Jadi jangan salah kalo bokap itu sebenernya tukang mewek.
Gue tersadar dari lamunan gue setelah melihat Daviz mulai membuka baju cewek tersebut sehingga bra yang di pakai cewek itu kelihatan.
"DAVIZ!!!" teriak gue gak kalah kenceng dari yang tadi.
"Lo gila mau ngentot di kamar gue!?" lanjut gue yang mana itu membuat pergerakan Daviz berhenti.
"Berisik! Sayang tutup pintunya."
Gue berkedip beberapa kali untuk mencerma ucapan Daviz barusan. Tapi gue segera tersadar setelah cewek itu bangkit dan berjalan mendekat ke arah gue.
Gue cengo. Cewek itu memakai bra yang terlihat kekecilan di buah dadanya. Gue menelan ludah. Seksi. Satu kata itu langsung melintas di otak gue.
Entah apa yang gue pikirkan sampe gue terlalu fokus menatap bra cewek tersebut. Gila. Gede banget. Ini hal baru bagi gue melihat bra cewek secara langsung.
Blam!
Gue langsung tersadar. Pintu kamar gue kini udah tertutup dengan cantiknya.
Kemarahan gue muncul lagi di ubun-ubun. Gue menggedor pintu dengan kuat sambil meneriakan namanya.
"Daviz buka! Ini kamar gue!!" teriak gue yang kesekian kalinya.
Gak ada sahutan. Semua gedoran yang gue lakuin gak ada gunanya. Daviz gak meladeni gue yang udah dari tadi meriaki namanya.
Gue seketika frustasi.
Kamar tercinta gue.
Kasur kesayangan gue.
Seprai EXO gue.
Akan ternodai oleh anak bajingan itu!
Sialan! Gue gak bisa diem aja. Daviz udah kelewat batas. Gue harus bilangin hal ini ke Ayah.
Ya! Gue harus ngadu soal hal ini. Masa bodohlah dengan anceman dia waktu itu.
