Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12. BUAYA CAP KADAL

"Kami dataang ...." Suara Lingga menggelegar saat dirinya dan Amelia memasuki rumah. Sontak membuat beberapa orang yang ada di dalam rumah menoleh.

"Aish ... kamu berteriak seperti itu, kamu pikir ini hutan rimba!" ucap salah satu teman laki-laki yang diikuti tawa yang lain.

"Eh, si Lingga bawa cewek guys." Teman laki-laki Lingga lainnya berucap sambil melangkah mendekat. "Nona cantik siapa nama kamu?" ia mengulurkan tangannya meminta berjabat tangan dengan Amelia.

Lingga menepis tangannya dan mengabaikannya. Mengajak Amelia terus melangkah melaluinya menuju sebuah sofa untuk dirinya dan Amelia duduk.

"Lingga, kamu tidak ingin memperkenalkan Nona cantik itu kepada kamu?" tanya yang lain.

Lingga membenarkan posisi duduknya, mendekat dan merangkul pundak Amelia. "Mel, perkenalkan ... yang baru saja bertanya itu Stefan. Yang mendekatimu tadi bernama Roland dan yang itu Alan, dia yang tadi di depan, kamu sudah berkenalan dengannya tadi." Lingga menunjukkan teman-temannya satu persatu memperkenalkan pada Amelia.

"Kami berempat sudah bersahabat sejak SMA," lanjut Lingga.

"Kami bukan hanya sahabat Mel, tapi kami sudah seperti saudara." Celetuk Roland sambil mendudukkan diri di samping Amelia. Kini posisi Amelia berada di tengah antara Lingga dan Roland.

"Eh, eh ... itu mau apa dekat-dekat? Awas saja ya!" Lingga menunjuk Roland memperingatkan lalu menukar posisi duduknya dengan Amelia. Kini Lingga yang berada di tengah.

"Ya ampun Bro, protektif sekali sih! Baru juga cuma duduk di sebelahnya,' gerutu Roland.

"Pokoknya ya, Mel. Diantara kita berempat kamu harus paling hati-hati sama dia." Lingga menunjuk Roland.

"Iya Mel, bahaya! Buaya cap kadal dia." Kali ini Stefan yang menyeletuk.

"Enak saja! Kamu itu yang kadal! Diam-diam menghanyutkan cewek," balas Roland tak terima.

"Yaakk!! Kalian semua enak-enakan di sini sedangkan aku repot sendiri di luar." Seorang gadis muda muncul dari halaman belakang, berteriak sambil berkacak pinggang saat para pria masih ribut memperdebatkan siapa yang menjadi buaya.

Sontak semua menoleh ke arahnya.

"Apa kalian pikir aku pembantu kalian? Apa kalian mau mati!" Dengan kesal dia berjalan menghampiri kami semua. Ia memukul Alan, Roland dan Stefan bergantian.

"Aduh, sakit."

"Gila! Galak benar."

Amelia terkekeh melihat kejadian itu. "Bagaimana bisa tiga orang laki-laki kalah dengan seorang gadis," pikirnya.

Saat gadis itu menoleh ke arah Lingga dan Amelia, kekesalannya terhenti. Ia memandangi Amelia, dahinya mengernyit ia tampak berpikir. Begitu juga dengan Amelia, ia berpikir pernah melihatnya entah di mana.

Sejenak Amelia dan gadis itu saling memandangi, lalu "KAMU!" mereka berucap bersama sambil saling menunjuk.

"Kamu yang waktu itukan?"

"Dan kamu yang menabrak aku waktu itu, kan?" ucap Amelia.

"Iya betul, kenapa kamu ada di sini?" tanya gadis itu.

"Tunggu ... tunggu, kamu ditabrak dia, Mel? Kapan? Kenapa kamu tidak memberitahu saya?" tanya Lingga beruntun.

"Aish! Bukan menabrak yang seperti yang ada dipikiran kamu, Lingga."

Lingga mengernyitkan dahinya. "Lalu?" tanyanya.

"Waktu itu aku sedang buru-buru sampai tidak sengaja kita bertabrakan. Lebih tepatnya aku yang menabrak dia sih, di lorong sekolah hingga buat dia jatuh." Gadis itu coba menjelaskan ke Lingga.

Setelah memberi penjelasan kepada Lingga, gadis itu kembali beralih pada Amelia. "Kamu datang ke sini bersama siapa? Apa kamu kenal sama Alan?" tanyanya pada Amelia, heran.

"Dia datang bersama saya, dia tunangan saya," kata Lingga.

"Ooh." Bibir gadis itu membulat, lalu bersorak. "Yey, akhirnya aku ada teman, akhirnya aku tidak lagi sendirian dikelilingi oleh para kadal."

"Yo! siapa yang kamu bilang kadal," sahut para laki-laki.

Gadis itu mengacuhkan protes para laki-laki muda. "Oh iya, nama kamu siapa? Aku Inggrid tunangannya Alan." Gadis itu memberitahu identitasnya lalu mendudukkan diri di samping Amelia.

"Payah! Sudah pernah menabrak, sudah mengobrol banyak sedari tadi, tapi ternyata belum tahu namanya." Kini giliran Lingga berdiri dari duduknya sambil menyindir Inggrid lalu berlalu menuju dapur.

Seketika Inggrid memberikan lirikan tajam kepada Lingga.

"Saya Amelia, Kak. Salam kenal." Amelia memperkenalkan diri kepada Inggrid.

"Aku beberapa hari menunggu kamu loh, siapa tahu kamunya mencari aku di kelas. Waktu itu saking terburu-burunya aku sampai lupa nanya nama kamu dan dari kelas mana," kata Inggrid.

Amelia tersenyum. "Tapi ponsel aku baik-baik saja, Kak. Jadi aku tidak mencari kamu."

"Stef, Roland ayo kita urus yang di halaman belakang dan memulai acaranya. Kita tinggalkan kedua gadis itu mengobrol," kata Alan menyela pembicaraan kedua gadis tersebut.

"Iya sana, hush ... hush." Inggrid mengusir mereka lalu lanjut mengobrol santai dengan Amelia.

Beberapa saat kemudian, setelah mengobrol sana-sini.

"Pokoknya ya, mulai sekarang kamu jangan panggil aku pakai tambahan 'kakak'. Kita saling memanggil nama saja karena kita seumuran, ya. Beda 1-2 tahun bisa kita anggap seumuran lah. Beda sama mereka-mereka, kamu mau panggil mereka Kakak, Mas bahkan Om sekalipun tidak apa-apa karena umur mereka jauh dari kita jadi pantas saja," ucap Inggrid sambil tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha, iya Kak ... eh Inggrid." Amelia ikut tertawa mendengar perkataan Inggrid. Dengan sifat Inggrid yang ceria dan mudah menyesuaikan diri dengan siapa saja. Baru saling kenal beberapa jam keduanya sudah seperti sahabat dekat.

"Sudah ah ketawanya, sudah kram ini perut. Sekarang ayo kita gabung sama mereka di halaman belakang," ajak Inggrid.

Di halaman belakang ternyata telah siap sebuah pesta barbeque. Meski sederhana, tetapi terasa menyenangkan karena dinikmati dengan para sahabat.

Canda tawa, suasana hangat menyelimuti malam itu. Membuat mereka berenam semakin dekat dan akrab satu sama lain, termasuk Amelia yang merupakan anggota baru mereka.

***

Enam bulan kemudian.

Tidak terasa waktu 6 bulan mengikuti program kelas gaikokugo (kelas untuk lebih memperdalam lingkungan dan bahasa jepang) telah selesai.

Menurut Amelia, waktu 6 bulan ini adalah saat yang paling menarik. Karena ia banyak belajar hal baru dan materi yang dipelajari tidak terlalu rumit.

Sehingga banyak waktu kosong yang bisa digunakan untuk bermain di luar sekolah atau bepergian bersama teman.

Selain itu, dalam 6 bulan itu biasa diadakan jalan-jalan bersama atau school trip siswa saat ada hari libur nasional.

Beberapa hari ini siswa-siswi mulai masuk sekolah kembali setelah melewati ujian akhir semester pertama dan libur musim panas. Upacara pembukaan semester dua juga telah di adakan beberapa hari yang lalu.

"Semester dua, semangat!" Amelia menyemangati dirinya sendiri lalu masuk kelas dan duduk di bangkunya.

"Hai, Mel," sapa Minako. "Bagaimana liburanmu kemarin?"

"Hai, Mina. Liburan kemarin aku pergi mengunjungi keluargaku di Amerika," balas Amelia.

"Wah, kamu pasti senang ketemu dengan orangtua dan Kakakmu."

"Pastinya dong. Bayangkan sudah enam bulan kami tidak bertemu, aku sangat kangen sama Mommy-ku. Kamu sendiri bagaimana liburanmu?" tanya Amelia kepada Minako.

"Sesuatu terjadi di perusahaan Ayahku. Jadi kami tidak bisa berlibur seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami berlibur di dalam negeri saja karena Ayahku harus menyelesaikan masalah itu," ucap Minako dengan wajah sedihnya.

"Ayolah, jangan sedih begitu, Mina. Aku yakin ayahmu pasti bisa mengatasi masalah itu. Keadaan perusahaan ayahmu pasti akan segera stabil kembali." Amelia berusaha menghibur temannya itu.

"Tentu saja, ayahku orang yang hebat jadi ia pasti bisa mengatasinya. Tapi, sebenarnya bukan itu yang sangat membuatku sedih." Minako menundukkan kepalanya.

Amelia mengernyitkan keningnya. "Lalu apa yang membuatmu terlihat begitu sedih?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel