Bab 13. AMELIA YANG CEMAS
"Kamu tahu kan Mel kalau sekarang kita masuk di semester dua?" kata Minako.
Amelia menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan temannya itu. "Iya betul, lalu?"
"Huaa ... itu berarti semua materi berat, tugas-tugas dan ujian praktek di depan mata kita," rengek Minako.
"Dasar! Aku kira apa. Memangnya kamu mau selamanya berada di kelas satu. Lagipula kenapa kamu mikirnya bukan yang enak-enak saja sih, sekali-kali pikirkan yang enak dong," gumam Amelia.
"Contohnya?" Mina berkata penasaran.
Amelia menghela nafas dalam. "Begini ini kalau punya teman cantik, tapi telmi alias telat mikir," tukas Amelia.
"Eh, eh itu mulut tolong dikondisikan ya. Aku memang cantik, tapi tidak telmi." Mina mencoba membela diri.
Amelia berdecih, "Cih, bagaimana tidak telmi coba? Semester dua yang disebut cuma materi berat, tugas dan ujian praktek lalu itu karyawisata musim gugur tidak disebut? Itu dikemanakan? Itukan kegiatan yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu semua siswa-siswi."
"Ooh iya." Mina yang tadinya tidak bersemangat langsung menegakkan duduknya, wajahnya yang tadi sedih tiba-tiba langsung berubah 180 derajat menjadi sangat-sangat senang.
Spontan Amelia menonyor pelan dahi Mina dan ketika Mina akan membuka mulutnya kembali terdengar dari depan sensei Atsuka menyapa dengan memberi salam pagi.
Karena terlalu asyik berbincang keduanya tidak menyadari kedatangan senseinya itu. Semua siswi di kelas membenarkan posisi duduk mereka lalu membalas salam secara bersama-sama. Setelah itu mereka memulai pelajaran jam pertama.
***
"Huaa ... semester dua! Semua materi berat, tugas-tugas dan ujian praktek di depan mata kita."
Amelia masih ingat akan rengekan Minako itu saat mereka memasuki semester 2 kelas 1. Hari ini ... setelah setahun berlalu dari waktu itu, rengekan itu ia dengar kembali saat memasuki semester 2 kelas 2. Amelia seakan merasakan dejavu.
"Aah ... Mina! Kenapa kamu tidak pernah berubah." Amelia yang saat itu sedang membaca buku memijit dahinya melihat kelakuan Minako.
Bip ... bip ....
Terdengar suara notifikasi pesan masuk diterima. Amelia meraih ponselnya lantas membuka pesan yang ternyata dari Lingga.
"Mel, sorry hari ini saya harus ketemu klien, kemungkinan akan lama jadi maaf saya tidak bisa jemput kamu. Saya sudah beritahu supir kediaman agar jemput kamu nanti."
Amelia is sending a message. "It's okey."
Amelia menyimpan kembali ponselnya setelah membalas pesan dari Lingga dan melanjutkan membaca bukunya.
***
Tok ... Tok ....
Seorang maid mengetuk pintu kamar Amelia. "Nona muda, makan malam sudah siap," ucap maid itu.
"Aah ... iya, saya akan turun sebentar lagi," jawab Amelia pada maid.
"Sudah jam makan malam, tapi kenapa Kak Lingga belum pulang juga ya?" Amelia berargumen pada dirinya sendiri. "Aku akan coba menghubunginya."
Tut ... tuut ... tuut. (Panggilan tersambung, tapi tidak diterima).
"Apa pertemuan dengan kliennya itu belum selesai?" gumam Amelia. "Ya sudahlah, aku akan makan dulu saja sambil menunggu Kak Lingga pulang."
Malam ini Amelia makan sendirian karena Mahawirya sedang ada perjalanan bisnis ke luar negeri dan Shiori menemani suaminya. Si bungsu Kanaka sedang bermalam di rumah sahabatnya sejak kemarin.
Lingga sendiri belum pulang hingga Amelia menyelesaikan makan malamnya. Setelah selesai dengan makan malamnya, Amelia kembali ke kamarnya.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23.30 dan belum juga ada tanda-tanda Lingga pulang. Amelia mulai cemas karena tidak biasanya Lingga pulang malam seperti ini. Tidak biasanya juga ia tidak menjawab telepon dari Amelia.
Amelia sudah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan baju tidurnya, tetapi ia tidak langsung tidur. Ia semakin cemas karena waktu sudah semakin malam.
Ia bolak-balik dari balkon kamar lalu keluar dari kamar, sesekali melihat ke kamar Lingga berharap Lingga sudah pulang dan berada di dalam kamarnya.
Sampai pada akhirnya, saat ia duduk menunggu di balkon kamarnya ia mendengar suara mesin mobil. Ia segera bangkit dari duduknya dan sedikit berlari keluar kamar.
Ia tersenyum lega saat melihat Lingga memasuki rumah dan menaiki tangga. Amelia bergegas berjalan menghampiri Lingga dan ingin menyapanya.
Amelia hendak membuka mulutnya saat akan mendekati Lingga, tapi ia urungkan karena Lingga mengabaikannya begitu saja.
Amelia mengernyitkan dahi, merasa heran. "Apa Kak Lingga tidak melihatku? Bukankah aku ada di sampingnya tadi?" kata Amelia dalam hati.
"Apa karena tadi Kak Lingga berjalan sambil menunduk sehingga dia tidak melihatku? Apa Kak Lingga terlalu lelah hingga ia seperti itu? Selama aku tinggal di kediaman ini, aku tidak pernah melihatnya seperti itu." Berbagai pertanyaan muncul dipikiran Amelia.
"Ck ... aku harus melihatnya, jangan-jangan Kak Lingga kondisinya sedang tidak baik," gumam Amelia sembari bergegas berjalan melangkah menuju ke kamar Lingga.
Tok ... tok ....
Amelia mengetuk pintu kamar Lingga.
"Kak? Apa kakak baik-baik saja?" tanya Amelia.
Tok ... tok ....
Amelia kembali mengetuk pintu.
"Kak? Amel masuk ya?" ucap Amelia sedikit khawatir karena sedari tadi tidak ada jawaban.
Ceklek ....
"Gelap sekali, apa tadi begitu masuk kamar Kak Lingga tidak menyalakan lampu lebih dulu?" kata Amelia lalu mencari tombol di dinding untuk menyalakan lampu.
Begitu kamar terang karena Amelia telah menyalakan lampu, ia kaget melihat Lingga yang tertidur di atas ranjang dengan posisi telungkup masih dengan pakaian dan sepatu lengkap.
"Ya ampun Kak Lingga! Apa kamu sebegitu lelahnya sampai tidak sempat membersihkan diri, sampai sepatu pun tidak sempat dilepaskan." Amelia mengomel sambil berkacak pinggang.
Lantas Amelia berjalan mendekati Lingga untuk membangunkannya. "Kak ... Kak Lingga. Bangun dulu Kak, bersihkan badan dulu dan ganti pakaian terus tidur." Amelia mencoba membangunkan Lingga dengan menggoyangkan lengan Lingga.
Dirasa tidak ada respon dari Lingga maka akhirnya Amelia membalik badan Lingga menjadi terlentang. Ia melepas sepatu dan kaos kaki Lingga, melonggarkan ikatan dasinya, lalu mencoba membangunkan Lingga lagi dengan menepuk-nepuk pipi Lingga.
"Kak Lingga bangun Kaakk, bersihkan badan dulu!"
Masih tetap tidak ada respon dari Lingga. Ia mulai kesal. "Ck ... aduh Kak, kenapa tidur seperti orang mati sih?! Tidur seperti ini bukankah tidak nyaman. Cepat bangun!"
"Ya sudahlah karena aku adalah orang yang baik maka kali ini aku akan membantu Kak Lingga, tapi ingat! Cuma kali ini ya, tidak ada lain kali." Amelia ngomel sendiri.
Amelia mulai membolak balikkan badan Lingga. Memiringkan ke kiri ke kanan berusaha melepas jas yang Lingga kenakan. Amelia butuh tenaga extra untuk melakukan itu mengingat badan Lingga lebih besar dibanding dirinya hingga akhirnya jas itu terlepas dari badan Lingga.
"Huft ... akhirnya lepas juga. Sedikit lagi selesai." Amelia mengambil nafas, lantas ia kembali mencoba melepaskan dasi yang tadi cuma ia longgarkan dan srreett ... akhirnya dasi terlepas.
Amelia bangkit dari duduknya lalu mengedarkan pandangannya pada Lingga, mencoba melihat kiranya apa lagi yang harus ia lakukan agar Lingga bisa tidur dengan nyaman.
"Oh iya, kancing bajunya! Kak Lingga tidak akan nyaman kalau lehernya tercekik kancing baju seperti itu," ucapnya, lalu ia kembali mendudukkan diri di ranjang dan mulai melepas kancing lengan baju dulu, setelahnya tangan Amelia beralih ke kancing atas kemeja, saat akan membukanya tiba-tiba ia berhenti, ia mengurungkan niatnya lantas berdiri, ia nampak sedang berpikir.
"Tunggu dulu, ini tidak benar. Bagaimana bisa seorang gadis masuk ke kamar seorang laki-laki lalu ia mencoba membuka baju laki-laki itu?" kata Amelia pada dirinya. "Apa yang akan orang pikirkan jika ada orang yang melihatku berada di sini sekarang? Aku harus pergi sekarang."
Amelia memutar badannya, mulai melangkah. Baru 2 langkah ia menghentikan langkahnya, "Tapi aku kan bukan mau macam-macam, aku cuma mencoba membantunya."
Amelia kembali berbalik, "Tapii ... bagaimana kalau Kak Lingga nanti berpikir yang aneh-aneh tentang aku?" Amelia masih berbicara pada dirinya sambil melihat Lingga sesekali bergerak pelan, merasa tidak nyaman akan tidurnya.
"Tuh kan ... dia pasti tidak nyaman, pasti karena kancing bajunya deh jadi merasa tercekik. Aku harus bagaimana sekarang?" Amelia masih bimbang akan apa yang harus ia lakukan.
"Huh, masa bodoh ah! Biarlah orang berkata apa, aku kan tidak ada niat aneh-aneh. Aku cuma mau bantu Kak Lingga," ucap Amelia.
Amelia mulai berjalan mendekat ke arah tempat tidur dan mendudukkan dirinya kembali. Ia mengambil nafas lalu menghembuskan pelan. "Lakukan dengan cepat dan segera keluar dari kamar ini," ucapnya.
Dengan sesegera mungkin Amelia mulai menggerakkan tangannya mencoba untuk melepas kancing pertama bagian atas.
Kancing pertama bagian atas telah terlepas, kini tangan Amelia beralih ke kancing kedua, saat akan melepasnya tiba-tiba ... GREB!!
