Bab 8 Hari Pernikahan
“Auh! Hati-hati!”
“Maaf, Nona.”
“Biar aku saja.”
Arlene dan Olyn sama-sama menoleh ke arah luar jendela. Mereka seperti mendengar suara seseorang. Olyn pun bergegas mengeceknya, lalu dia terkejut karena Jerick ada di sana, seperti maling yang sedang menyelinap.
“Biar aku saja yang mengobati Nonamu,” kata Jerick. Sebelum undur diri, Olyn meminta izin dulu kepada Arlene.
“Tuan Jerick, kenapa kau selalu bisa masuk ke sini secara sembunyi-sembunyi? Apakah di luar tidak ada penjaga?”
Jerick menggeleng. Tentu saja itu menjadi urusan Will. Mungkin mereka pergi setelah disuap. Jerick tidak peduli karena saat ini dia sangat ingin melihat kondisi calon pengantinnya.
“Bagaimana kondisimu? Apakah ini sangat sakit?” Jerick memandang luka di tangan Arlene.
Seperti luka bakar tapi hanya sedikit. Tetap saja butuh diobati supaya tidak semakin parah.
“Sudah lebih baik. Apalagi setelah melihatmu di sini,” jawab Arlene sambil tersenyum. “Ah ya, ada kabar buruk.”
“Ada kabar buruk apa?”
“Pernikahannya dimajukan, apakah Tuan sudah mendengar itu?”
Jerick mengangguk. Raja bilang, pernikahan mereka akan dilaksanakan secepatnya supaya kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Raja mencurigai sesuatu, kondisi seperti ini memang rawan dan butuh kehati-hatian.
“Lalu, apa yang menjadi kabar buruknya?” tanya Jerick sambil membungkus luka di tangan Arlene dengan perlahan.
“Apakah kau benar-benar bisa menikahiku, Tuan Jerick? Aku benar-benar tidak mau menjadi tumbal. Belum lama aku tinggal di sini tapi sudah hampir mati saja! Bajingan mana yang berniat membunuhku? Kurang ajar sekali!”
Jerick tertawa mendengar itu. “Kau adalah calon Putri Mahkota, jangan bicara sembarangan karena rumor tentangmu akan beredar cepat. Hati-hati, di istana ini benda mati saja bisa menjadi musuhmu.”
“Apakah kau tahu rumor apa yang beredar tentangku di luar istana selama ini? Mereka menyebutku gadis yang sombong dan sok cantik! Tak sedikit dari mereka yang menyebutku gadis manja!”
“Bukankah itu benar?”
Arlene melirik, lalu mengangguk. Ya, dia memang seburuk itu. Tapi kata ayah, asalkan dia masih bisa menjaga diri dan mau belajar, ayah tidak akan menuntut apa-apa padanya.
Jerick tertawa lagi. “Lalu, apa yang membuatku cemas sekarang?”
“Tentang pernikahan itu!” Bibir Arlene cemberut. “Aku tidak bisa menikah dengan Putra Mahkota! Bagaimana kalau dia jelek sekali? Seumur hidup, aku akan memiliki suami seperti itu? Betapa malangnya nasibku ini!”
“Yang terpenting, dia adalah Putra Mahkota.”
“Anda tahu, kenapa aku ingin menjadi Putri Mahkota? Itu dulu, tapi sekarang tidak lagi. Kalau bukan karena Anda bilang aku harus menjadi Putri Mahkota, aku tidak akan melakukan ini!”
“Jadi, apa alasannya?”
“Aku tidak suka belajar! Ayah selalu memaksaku untuk belajar. Tanpa kusadari, aku malah bercita-cita ingin menjadi Putri Mahkota supaya ayah tidak memaksaku belajar lagi. Aku ingin membuat ayah patuh padaku! Bukankah itu cita-cita yang sangat luar biasa?”
Jerick mengulum senyum. “Ya, tapi terdengar kejam.”
Arlene menghela napas lesu. “Bagaimana nasibku setelah ini? Aku tidak ingin ada di sini. Aku ingin menikah denganmu saja, Tuan Jerick. Kupikir, punya status yang tinggi belum tentu bisa membuatku bahagia.”
Lelaki itu memandang Arlene dengan ekspresi yang lain. “Kau punya semangat yang bagus untuk melakukan sesuatu. Aku yakin, kerajaan ini akan sangat beruntung bila memiliki calon Ratu sepertimu.”
“Lalu aku harus mengorbankan hidupku dengan tinggal di sini?” Arlene menggeleng tidak mau. “Aku sudah terpaksa belajar demi ayah, lalu sekarang aku terpaksa tinggal di sini demi rakyatku? Mereka saja tidak menyukaiku.”
“Kenapa mereka tidak menyukaimu?”
“Nona Arlene Putri Tunggal Tuan Neil memang dikenal seperti itu. Mereka pasti heboh, gadis manja dan sombong sepertiku akan menjadi Ratu masa depan nanti? Mereka pasti akan menyusahkanku terus!”
“Justru istana membutuhkan Ratu seperti itu.”
“Ha?”
“Ratu kami harus tegas dan tidak peduli dengan cemoohan orang. Kau sudah membuktikan bahwa kau adalah gadis yang hebat, itu membuktikan bahwa mereka hanya bicara omong kosong. Bagaimanapun juga kau harus bertahan di sini, bantu calon suamimu untuk memimpin kerajaan ini.”
***
“Nona, tidak apa-apa? Ah! Apakah saya harus membiasakan diri untuk memanggil Anda Yang Mulia Putri Mahkota?”
Arlene melirik Olyn dengan sinis. Kepala Arlene sudah pusing karena harus memakai mahkota yang beratnya seperti batu. Lalu sekarang dia harus mendengar godaan dari pelayannya itu, sungguh gila!
“Anda sangat luar biasa, Yang Mulia,” kata pelayan yang bernama Berta. Setelah sekian lama dilayani, Arlene baru tahu nama pelayan itu.
“Jangan menggodaku lagi, Berta. Sekarang bantu aku untuk bangun. Rasanya kepalaku seperti akan terjungkal ke belakang. Mahkota ini berat sekali!”
Berta dan Olyn tertawa bersama-sama. Calon Putri Mahkota ini benar-benar lucu sekali. Dia jarang ramah, tapi setiap kalimat yang keluar dari bibirnya bisa membuat orang lain tertawa.
“Yang Mulia, saya lupa memberitahu bahwa Nyonya dan Tuan pun hadir ke istana,” kata Olyn.
“Ayah dan Ibu?” Arlene membelalak senang. “Aku rindu mereka!”
“Saya mengerti, Yang Mulia akan bertemu dengan mereka sebelum acara pernikahan dimulai.”
“Jadi, beginilah akhirnya?” Arlene menghela napas panjang. Dia masih belum bisa menerima fakta bahwa dia benar-benar akan tinggal di sini setelah menikah nanti.
“Ada apa, Yang Mulia?”
“Aku masih belum terima. Siapa orang yang ingin membunuhku saat itu?”
Berta mendongak, meskipun Arlene masih muda, tubuhnya tinggi menjulang. “Maafkan saya, Yang Mulia. Saya tidak bisa membantu banyak.”
“Sudahlah, kalau Raja sudah menghukum pelayan yang membuat teh itu, artinya kasusnya sudah selesai. Kita akan menganggap pelayan itu memang pelakunya.”
Tepat kemarin, Arlene tahu bahwa ada satu pelayan yang dihukum mati karena diduga sebagai pelaku peracunan itu.
Motifnya karena dia tahu Arlene adalah gadis yang punya rumor buruk, dia membenci calon Putri Mahkota makanya berniat membunuhnya.
Itu … sangat tidak memuaskan. Arlene merasa dalang sebenarnya belum diketahui. Ini juga yang membuat Arlene waspada setiap saat.
“Aku berharap, Tuan Tampan bisa menyelamatku.”
“Tuan Tampan siapa, Yang Mulia?” tanya Berta. Arlene dan Olyn lantas terbatuk bersamaan. Jangan sampai Berta mengetahui tentang Jerick.
Bicara soal itu, Jerick tak pernah lagi menemuinya. Arlene sungguh kacau sekali. Tak ada harapan untuk keluar dari sini. Arlene pasrah akan nasibnya setelah ini.
“Yang Mulia, upacara pernikahan akan segera dimulai.” Salah satu pelayan yang bertugas menyampaikan berita, sudah memberitahu.
Arlene dan yang lainnya langsung bersiap. Saat menuruni tangga, Arlene melihat keberadaan ayah dan ibunya. Mereka memandang Arlene dengan ekspresi yang sama. Haru dan juga bahagia.
“Ayah, jangan memintaku belajar lagi! Kepalaku sudah nyaris pecah!” kata Arlene dengan mata berkaca-kaca.
Lalu, Neil mendekat sambil memberi hormat. Saat kepalanya terangkat, Neil menangis. “Anda telah melalui semua ini, Yang Mulia. Semoga Anda bahagia.”
“Mulai saat ini, Yang Mulia adalah kebanggaan keluarga kami,” kata Riana dengan air mata yang menetes. Putri kecilnya telah besar dan siap menikah. “Rasanya baru kemarin kau menangis minta susu.”
“Ibu jangan membuatku menangis!” Arlene langsung mendongak, sedih juga tertawa.
“Benar, jangan menangis dihari bahagia ini. Mari kita pergi menuju acara,” kata Neil. Dia telah berhasil menguasai diri.
“Ayah tidak ingin memelukku dulu? Esok hari Ayah akan kena hukuman bila memelukku karena statusku sudah lebih tinggi.”
Neil menatapnya ragu, dia ingin memeluk sang putri tapi sungguh dia sudah tak berhak. Mulai hari ini, Arlene bukan putrinya melainkan calon Ratu masa depan kerajaan ini.
"Aku ingin dipeluk Ayah dan Ibu!” pinta Arlene. “Ini perintah dariku!”
Akhirnya, Neil dan Riana maju mendekat. Mereka bertiga sama-sama menangis haru. Sulit dipisahkan bila Olyn dan Berta tidak memisahkan mereka secara paksa.
“Maafkan kami, Tuan Neil. Acara pernikahan akan segera dilaksanakan,” ucap Beserta dengan kepala menunduk.
Dengan berat hati, mereka harus menahan diri sebelum akhirnya Arlene dibawa menuju tempat acara. Di sana, dia melihat semua orang telah menunggu. Mereka menggunakan pakaian yang mewah, benar-benar niat menghadiri acara pernikahan kerajaan.
Raja dan Ratu datang bersamaan, tentu dengan jubah kerajaan yang dilapisi emas permata. Lalu Ibu Suri menyusul paling akhir. Barulah setelah itu, diumumkan kedatangan Putra Mahkota.
Arlene langsung menoleh malas ke arah calon suaminya. Namun begitu tatapan keduanya bertemu, Arlene mundur tanpa sadar.
“Tuan Jerick?”
