Pustaka
Bahasa Indonesia

The Best Crown Princess

69.0K · Tamat
Nona Lacey
63
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Gadis sombong itu ingin menjadi Putri Mahkota! Rumor buruk yang beredar membuat Arlene tidak suka bergaul. Paksaan belajar dari ayah membuat Arlene muak. Hingga suatu hari Arlene bertekad akan menjadi Putri Mahkota yang bisa membuat semua orang patuh padanya. Nahas, Arlene tidak tahu seberapa berbahayanya tinggal di istana. Fitnah, jebakan, pembunuhan, kira-kira apa yang menunggunya di istana?

FantasiPengkhianatanWanita CantikRomansaSweetPernikahanwuxiapendekarpetarungZaman Kuno

Bab 1 Menjadi Putri Mahkota

“Jadi, kakakku tewas di sini?”

“Benar, Yang Mulia.”

Lelaki berwajah tegas itu tampak menegang dengan sorot mata penuh dendam. Seharusnya dia datang lebih cepat, supaya bisa menyelamatkan kakaknya yang mungkin saja menjerit meminta tolong.

“Siapa orang-orang itu? Sudah mendapat petunjuk?”

“Baru beberapa, Yang Mulia. Tapi saya mulai mencurigai seseorang.”

Lelaki itu menoleh ke arah ajudannya. “Benar dia orangnya?”

“Kemungkinan besarnya begitu. Tetapi Raja tetap membutuhkan bukti nyata, Yang Mulia. Kita tidak bisa menuduhnya tanpa bukti. Itu hanya akan menggoyahkan posisi Yang Mulia saat ini.”

“Kita akan menyelidiki masalah ini sampai menemukan jawabannya. Rahasiakan masalah ini dari siapapun. Hanya kau dan aku yang tahu.”

“Baik, Yang Mulia.”

Lelaki itu mulai meninggalkan bekas bangunan yang telah terbakar dan hampir menyatu dengan tanah. Setelah satu tahun berlalu, baru kali ini dia mendatangi tempat itu.

Dengan segenap dendam yang dia miliki, dia akan mencari tahu siapa yang telah membunuh kakaknya. Orang itu akan mati di tangannya, dengan cara yang sama pula.

BRUK

“Apa kau tidak bisa pelan-pelan? Mana ada pelayan yang ceroboh dan menabrak majikannya begitu?”

“Nona sendiri kenapa berhenti mendadak?”

“Kenapa jadi menyalahkan aku?”

“Saya minta maaf, Nona. Tapi lain kali jangan berhenti tiba-tiba, hm.”

“Hmm, aku ingin memecatmu. Tapi aku tahu, tidak ada yang sanggup melayaniku selain kau.”

Pelayan itu tampak mengulum senyum. “Kalau begitu, baik-baiklah pada saya.”

Si nona langsung menghentakkan kakinya dan pergi begitu saja. Dia pikir, membawa pelayannya akan membantu pekerjaannya. Tapi ternyata tidak sama sekali. Pelayannya terlalu banyak bicara.

Dari ujung jalan, ada seseorang yang mengamati mereka. Dia adalah lelaki jangkung yang tadi bersama ajudannya.

“Siapa mereka? Kenapa bisa ada di lokasi ini?” Setahunya, lokasi ini tidak pernah didatangi orang lain semenjak satu tahun yang lalu.

“Saya pernah mendengar dari mata-mata kita, bahwa ada nona bangsawan yang sering melewati jalan ini, Yang Mulia. Sepertinya mereka.”

“Untuk apa?”

“Ada panti asuhan di dekat pesisir. Mereka rajin memberi bantuan ke sana dan harus melewati jalanan ini.”

“Kau yakin mereka nona bangsawan?”

“Saya akan mencari tahu lagi untuk lebih tepatnya, Yang Mulia.”

“Hm, cari tahu. Jangan sampai ada yang curiga dan melihat kita ada di sini.”

***

“Ayah! Kenapa guru itu datang lagi? Aku sudah bilang tidak akan belajar dengannya lagi! Dia sangat cerewet, Ayah! Dia juga sangat galak, aku tidak bisa tidur siang karena dia!”

Neil memijat keningnya lantaran frustasi menghadapi sang putri. Hanya punya satu anak tapi sanggup membuatnya cepat tua.

“Ayah tidak pernah memintamu untuk belajar seperti anak bangsawan lain. Ayah hanya memintamu belajar satu kali dalam seminggu tapi kau selalu saja membuat ulah!"

Bibir Arlene langsung cemberut. “Ayah sudah berjanji akan menuruti semua mauku. Aku tidak mau belajar, Ayah. Lagi pula Ayah pernah bilang, aku mungkin akan menua sendiri karena tidak menikah. Jadi, untuk apa aku belajar?”

“Ayah bilang begitu karena kau tidak bisa diatur! Tuan Muda bangsawan mana yang mau punya istri seperti ini?”

“Pokoknya aku tidak mau belajar!”

“Kalau begitu kau tidak boleh datang ke panti asuhan itu lagi!”

Mata Arlene membelalak. “Ayah!”

“Tidak boleh sama sekali. Kau juga dilarang keluar dari manor ini sebelum Ayah melihatmu berubah!” Neil langsung angkat kaki setelah memberi hukuman kepada putrinya.

“Ayah! Mana bisa begitu, Ayah? Aku tidak mau dihukum seperti itu. Ayah! Aku akan mengadu pada ibu!”

***

“Menjadi Putri Mahkota? Apa Ibu yakin?”

“Semua pilihan ada di tanganmu.”

“Apa dengan begitu aku bisa membuat Ayah patuh padaku?”

Riana mengangguk sambil mengulum senyum. “Ya, bukan hanya ayah. Tapi ibu juga akan patuh padamu. Bahkan kami akan memanggilmu Yang Mulia.”

Arlene termenung. Merasa tergiur dengan rayuan ibu. Tapi tanpa dia sadari, ibu hanya ingin bercanda. Lagi pula, jalan untuk menjadi seorang Putri Mahkota tidaklah mudah.

“Kalau begitu, aku akan mencoba menjadi Putri Mahkota. Aku akan membuat ayah patuh. Dengan begitu ayah tidak akan menyuruhku belajar lagi.”

Riana tertawa sambil mengelus rambut remaja itu. Arlene begitu bersemangat ingin menjadi Putri Mahkota padahal untuk membaca buku saja dia tidak mau.

“Ya, lakukanlah. Ayah dan ibu akan bangga padamu.”

Semenjak itu, Arlene berubah. Dia bertekad akan menjadi Putri Mahkota supaya bisa membuat ayah patuh padanya. Dia belajar dengan baik, bersosialisasi dengan yang lain, menyulam dan mempelajari semua etika bangsawan.

Semuanya dia lakukan karena katanya menjadi seorang Putri Mahkota harus bisa melakukan semua itu. Dia akan membuat ayahnya menyesal karena telah memaksanya belajar. Lagi pula, Arlene tidak suka belajar.

“Saya tidak mengerti, Nona.”

“Apa?”

“Nona bilang tidak suka belajar, tapi kenapa saat ini Nona malah bersusah payah belajar?”

“Aku harus menjadi Putri Mahkota, makanya aku harus belajar.”

Kening si pelayan mengernyit bingung. “Saya benar-benar tidak mengerti. Kalau Nona tidak suka belajar, seharusnya Nona tidak perlu melakukan ini. Menjadi Putri Mahkota itu sulit, Nona harus menguasai semuanya. Tuan pasti senang karena pada akhirnya Nona mau belajar.”

Ekspresi wajah Arlene berubah serius. Sudah 3 tahun berlalu, kenapa dia baru sadar?

“Tapi sudah terlambat untuk menyesali, Nona. Saat ini Nona menjadi gadis terpintar dan tercantik di kota kita. Bukankah itu bagus?”

Arlene menggeleng. “Seharusnya aku tidak perlu melakukan ini. Apakah ibu sengaja menipuku?”

“Sepertinya tidak.” Pelayan itu beranjak bangun. “Nona harus lebih giat lagi, pemilihan Putri Mahkota akan segera dimulai.”

“Benarkah?” Mata Arlene berbinar.

“Iya, Nona. Putra Mahkota yang baru sudah terpilih, itu artinya pemilihan Putri Mahkota juga akan segera dilaksanakan.”

Arlene tersenyum lebar. Dia sudah mempersiapkan semuanya dari awal. Itu artinya jalan untuk menduduki posisi Putri Mahkota, sudah semakin dekat.

“Kalau begitu, temani aku membeli kain terbaik musim ini. Aku akan membuat pakaian dengan kain itu. Bukankah aku butuh yang terbaik untuk mengikuti pemilihan Putri Mahkota?”

“Benar, Nona.”

Arlene memutar tubuh untuk mencari toko kain terdekat. Ini benar-benar kabar gembira karena tujuannya akan segera tercapai. Menjadi Putri Mahkota adalah cita-citanya.

“Berhenti!” Segerombolan orang mencurigakan dengan wajah tertutup kain menghalangi jalan Arlene dan pelayannya.

“No-nona, mereka pencuri!”

Mata Arlene membulat. “Apa?”

“Berikan uangmu, Nona!” Salah satu pencuri itu menodongkan senjata padanya.

“Aku tidak punya uang! Kalian salah memilih calon korban!”

“Hey, kau pikir aku bodoh? Dari pakaianmu saja aku tahu kau adalah seorang nona bangsawan!”

Arlene menoleh ke arah pelayannya. “Apa benar begitu?”

Tentu saja pelayannya mengangguk dengan ekspresi cemas. Siapapun tahu bahwa pakaian dan perhiasaan Arlene adalah yang terbaik di kota ini. Harganya jelas setara dengan berlian.

“Tapi ini hanya pakaianku saja yang mahal. Aku tidak punya uang!” Yang punya uang adalah ayahku! Tapi Arlene tidak mungkin mengatakannya, kan?

Tiba-tiba saja tangan Arlene ditarik. Dia menjerit terkejut. Tangannya yang mulus itu tersentuh oleh tangan kotor si pencuri. Pastinya akan meninggalkan jejak noda dan bau.

“Lepaskan dia!”

Mata Arlene melebar saat melihat seorang lelaki tampan muncul tiba-tiba. Bahkan saat ini, Arlene tidak bisa mengalihkan tatapannya dari lelaki tampan itu.

Arlene baru sadar saat tubuhnya ditarik oleh pelayannya. Lalu terjadilah pertarungan antara lelaki tampan itu dengan gerombolan pencuri. Tak lama dari itu, datang satu lelaki lagi yang membantu si tampan.

“Dia … kenapa tampan sekali?” gumam Arlene sambil tersenyum tanpa sadar.

“Nona?”

“Bukankah dia sangat tampan?” Arlene memandang lagi si lelaki tampan yang dengan mudah mengalahkan para pencuri.

Setelah semua pencuri itu terkalahkan, Arlene mendekat dengan cepat. “Tuan, terima kasih!”

Lelaki tampan tadi menoleh. Wajahnya tidak ramah sama sekali. Tapi tetap saja terlihat tampan. Andai Arlene boleh menanyakan namanya, pasti sudah dia lakukan saat ini juga.

Alih-alih menanyakan nama, Arlene malah bertanya, “Tuan sudah menikah? Maukah menikah denganku?”