Bab 6 Sebuah Janji
“Putri Mahkota telah ditetapkan?”
“Benar, Yang Mulia.”
Gelas di tangannya gemetar dan akhirnya menumpahkan teh yang baru saja diminum sedikit. “Siapa? Siapa orangnya?”
“Putri tunggal Tuan Neil, Yang Mulia.”
“Sialan!” Gelas yang dipegang langsung terlempar dan hancur berkeping-keping. “Seharusnya Jerick tidak menikah dengan putri dari keluarga berpengaruh!”
Dengan begini, usahanya untuk naik takhta akan semakin sulit. Posisi Putra Mahkota akan semakin stabil dan mereka akan memiliki kekuatan penuh.
“Tenang, Yang Mulia. Masih ada jalan lain untuk menjatuhkan mereka.”
“Tenang katamu?! Kita telah menyia-nyiakan banyak waktu! Seharusnya Pangeran Troy yang berada di posisi Putra Mahkota! Susah payah aku membunuh Putra Mahkota terdahulu, harusnya Pangeran Troy yang menggantikannya!”
“Tetapi Pangeran Troy kalah dalam pemilihan Putra Mahkota baru, Yang Mulia. Justru Pangeran Jerick yang berhasil menempati posisi itu.”
“Itu karena dia anak Ratu! Jerick bisa berada di posisi itu karena banyak yang mendukungnya! Tidak! Aku tidak bisa duduk diam lagi. Aku harus melakukan sesuatu sebelum Jerick semakin berkuasa!”
“Yang Mulia, Pangeran Troy datang berkunjung,” lapor salah satu pelayannya.
“Suruh dia masuk!”
“Ibu!” Troy berjalan cepat menghampiri ibunya. “Ibu bilang akan memilihkan gadis biasa untuk Jerick. Tapi dari apa yang kudengar dia akan menikah dengan Putri Tunggal Tuan Neil. Ada apa ini, Bu?”
“Diamlah, Troy! Kau membuatku semakin pusing!” Perempuan dengan mata tajam itu terpejam sebentar.
“Kita tidak bisa menunda ini lebih lama lagi, Bu. Ibu telah gagal mengacaukan pemilihan Putri Mahkota, kita malah membuat Jerick berada di atas angin!”
“Itu karena kau bilang Putri Tuan Neil bukan sosok pribadi yang baik!”
“Rumor mengenai dia di kota sudah menyebar, Bu. Banyak gadis membicarakan keburukannya. Dia disebut sombong dan angkuh. Jadi aku pikir tidak akan masalah membiarkannya lolos seleksi.”
“Ya benar! Tapi informasi yang kamu dapatkan itu tidak valid! Dia memang sombong tapi dia itu pintar! Hal yang paling merugikan untuk kita adalah, dia berasal dari keluarga berpengaruh! Jerick yang akan diuntungkan!”
Troy bergeming sambil berpikir. Awalnya dia justru mendukung Nona Arlene untuk terus maju. Karena rumor mengatakan Arlene tidak punya etika. Dia sangat urakan dan tidak pantas berada di istana.
Tapi Troy lupa, Raja ikut andil dalam pemilihan ini dan bahkan memberikan nilai. Raja Terry tidak pernah peduli dengan rumor, dia akan menentukan keputusan setelah melihat langsung orang yang bersangkutan!
“Kalau rumor mengenai putri Tuan Neil tidak bisa membuatnya lemah, maka kita harus menyingkirkannya.”
“Apa ibu yakin bisa melakukan itu? Setelah ini, dia akan tinggal di istana sampai pernikahan diadakan.”
“Justru akan mudah bagi kita untuk menyingkirkan bila dia berada di istana. Di sini, semua orang akan tampak asing baginya. Dia tidak tahu siapa orang berbahaya yang bisa membunuhnya.”
***
“Nona, kenapa Anda menangis lagi?” Olyn benar-benar tidak tahu kenapa majikannya malah menangis setelah pengumuman pemilihan Putri Mahkota.
“Aku tidak tahu harus menangis atau tertawa, Olyn. Tapi aku ingin menangis.” Arlene menyeka air matanya. Sejak tadi dia sibuk menangis, matanya bengkak dan bajunya basah.
“Nona, tenangkan dirimu. Kita sedang ada di istana.”
“Justru karena itu! Aku tidak bisa menangis sepuasku! Coba katakan, di mana aku bisa menangis? Tempat ini sangat luas tapi membuatku merasa seperti di hutan. Terlalu banyak orang bermuka dua, Olyn. Mereka menakutkan.”
“Jadi, sejak tadi Nona menangis karena itu?”
“Aku menangis memikirkan nasibku setelah ini, Olyn. Kapan aku bisa bertemu pria itu? Apakah dia tahu kalau aku akan menjadi Putri Mahkota?”
Olyn menggeleng. Beberapa hari tinggal di istana, tak sekalipun Olyn melihat pria tampan yang disukai nonanya itu. Mungkin saja dia memang pencuri sehingga tidak muncul sembarangan.
“Aku harus bagaimana, Olyn? Aku pikir jawabanku tadi bisa membuat aku gugur. Tapi ternyata Raja malah memberiku nilai tinggi. Huhu, aku harus bagaimana? Kenapa aku harus terjebak di sini? Hiks....”
“Kenapa harus menangisi apa yang sudah terjadi?”
Arlene dan Olyn langsung menoleh untuk mencari asal suara. Suara tersebut berasal dari jendela yang ditutup. Olyn pun beranjak untuk membuka jendela tersebut.
“Ups! Nona!”
“Kenapa, Olyn? Apa ada hantu di bawah sana?” Arlene bergegas mendekati jendela. Matanya langsung membelalak. “Tuan tampan! Tunggu sebentar, aku akan ke sana!”
Secepat kilat, Arlene menggunakan sepatunya, berlalu keluar dari tempat tinggalnya yang baru. Arlene hampir saja melupakan sepatunya. Ingat, dia tidak boleh kelihatan kacau di depan pria tampan itu.
“Tuan tampan! Kau datang?!” Bibir Arlene tersenyum lebar.
“Kau hebat!” puji pria itu. “Kau berhasil menjadi Putri Mahkota. Apa itu artinya aku harus memanggilmu Yang Mulia?”
Bibir Arlene langsung cemberut. “Aku sedih kalau kau mengatakan itu.”
“Kenapa? Kau benar-benar tidak ingin menjadi Putri Mahkota?”
“Aku tidak tahu siapa suamiku itu. Apakah dia tampan? Lebih baik menikah denganmu saja. Sudah terbukti kau tampan dan baik hati. Ah ya, tolong sebutkan lagi namamu. Aku lupa!"
“Namaku Jerick. Jangan sampai lupa.”
“Jerick? terdengar tidak asing. Tapi di mana ya aku mendengar nama itu?”
“Jangan terlalu dipikirkan. Yang terpenting kamu sudah tahu namaku. Jadi setelah ini apa?”
"Kau punya janji padaku."
Pria itu tersenyum tipis. “Kau ingat dengan janjiku?”
“Hm, tentu saja!”
"Lalu?"
“Bagaimana denganku? Aku akan menikah dengan Putra Mahkota. Sementara aku hanya ingin meni—ah ya, kenapa kamu bisa ada di sini, Tuan Jerick?”
“Apa aku tidak boleh ke sini?”
“Ini kediaman baruku, tempat khusus Putri Mahkota,” bisik Arlene. Dia menarik Jerick supaya tidak ada yang melihatnya. “Maaf harus membawamu bersembunyi. Aku tidak ingin kau mendapatkan masalah.”
“Kau mengkhawatirkanku?”
Arlene mengangguk. “Saat ini aku akan menjadi calon istri pria lain. Tapi aku malah bertemu denganmu. Sangat aneh, kenapa kau bisa ada di sini? Bagaimana caranya kau masuk ke sini?”
“Aku memanjat tembok.”
Mata Arlene sontak melotot. “Astaga! Kenapa kau suka sekali melakukan itu? Bagaimana kalau kau jatuh?”
“Aku baik-baik saja.”
“Jadi kau datang ke sini untuk menemuiku?”
Jerick mengangguk. “Dan juga aku mau memberimu ucapan selamat.”
“Aku sedih, asal kau tahu. Sepertinya aku tidak akan bisa menikahimu.” Mata Arlene berkaca-kaca. “Aku tidak akan bisa pergi dari sini kecuali aku mati.”
“Jangan bicara seperti itu. Percayalah padaku. Aku akan berjuang untukmu.”
“Berjuang?”
“Iya, aku akan mendapatkanmu. Kalau memang perlu, aku akan bersaing dengan Putra Mahkota.”
“Apakah bisa?” tanya Arlene ragu-ragu. “Aku tidak ingin kau terluka. Apakah Putra Mahkota tidak akan marah?”
“Dia belum pernah melihatmu, kan?”
Arlene menggeleng. “Jadi, apa yang harus kulakukan?”
Jerick mendekat. Ekspresinya berubah serius. “Selama tinggal di sini, kau harus berhati-hati. Jangan pergi sendirian, kau harus bisa membedakan orang jahat dan baik. Makanan yang kau makan dan minuman yang kau minum pun harus kau periksa dulu.”
“Kenapa aku harus melakukan itu? Apakah Putra Mahkota tidak menyukaiku sampai mau membuatku celaka?”
“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Jadi, aku harap kau berhati-hati. Kita akan bertemu lagi dalam lima hari.”
“Lima hari? Itu kan hari pernikahanku.”
“Iya benar.”
“Apa kau mau menculikku?”
Jerick tertawa. “Mungkin. Yang jelas, kau harus baik-baik saja sampai aku bertemu denganmu lagi. Ini janji kita yang baru.”
