Bab 3 Namamu?
Arlene mengangkat roknya tinggi-tinggi saat tiba di istana. Setelah perdebatan panjang, akhirnya dia terpaksa menginjakkan kaki di istana.
Ayahnya tidak membiarkannya membangkang lagi. Sudah terlambat bagi Arlene untuk mundur dari pemilihan Putri Mahkota.
“Nona, jangan mengangkat rokmu seperti itu, kakimu bisa terlihat!” Olyn tampak panik karena nonanya kembali seperti semula, lupa pada etika yang sudah diajarkan.
“Aku tidak boleh terpilih menjadi Putri Mahkota, Olyn. Aku harus berhasil keluar dari sini tanpa terlibat apapun yang berhubungan dengan istana.”
“Kalau begitu, Nona harus memastikan kalah dari gadis-gadis lainnya.”
Tak lama dari itu, mereka melihat para gadis bangsawan mulai memasuki gerbang istana. Mereka berasal dari banyak kota, jauh-jauh datang ke sini demi mengikuti seleksi.
Arlene tertawa kesal melihatnya. Andai si tampan datang lebih dulu, maka Arlene tidak akan bersusah payah belajar demi bisa menjadi Putri Mahkota.
Sebenarnya buat apa? Tidak ada enaknya tinggal di istana, terkurung seperti katak! Lebih baik menikah dengan anak bangsawan saja. Bisa pergi ke mana pun dia mau.
“Aku harus melakukan sesuatu supaya tidak terpilih.”
“Nona tidak boleh melakukan itu. Tuan bisa marah kalau sampai Nona melakukan sesuatu yang bisa membuat Tuan merasa malu.”
“Jadi, aku harus bagaimana?”
“Nona harus kalah tanpa terlihat sengaja. Lebih bagus lagi, para gadis lain bisa lebih unggul dari Nona. Tapi saya rasa akan sangat sulit karena Nona memang terbaik menurut saya.”
Arlene langsung memicingkan matanya. Dia memang senang dipuji, tapi untuk saat ini dia sedang tidak ingin mendengar pujian apapun. Dia harus kalah supaya bisa pulang ke manornya.
“Sebaiknya Nona mengikuti semua tahapan seleksi supaya tidak ada yang curiga. Lakukanlah tanpa harus bersusah payah. Pastikan mereka lebih unggul sehingga Nona bisa tersisihkan,” ujar Olyn.
“Begitu? Baiklah.” Arlene tersenyum lebar. Kalau begitu, mari kita unjuk kekurangan kita!
“Nona, ayo kita ke sana. Mereka sudah siap untuk masuk.”
“Baik, ayo ke sana!”
***
Arlene memang gadis yang nakal dan suka sekali membuat pusing orang tuanya. Mau di mana pun dia berada, selalu saja berbuat sesukanya.
Contohnya saja saat ini, dia sengaja mengulur waktu supaya mendapat nilai yang buruk karena datang terlambat. Gadis lainnya sudah bersiap-siap masuk aula sementara Arlene malah berkeliling.
“Nona, kalau Anda sengaja datang terlambat, nama Tuan bisa saja menjadi buruk. Mereka pasti berpikir Nona sangat tidak beretika dan akan mencibir Tuan yang gagal mendidik putrinya.”
“Aku tidak akan datang terlambat, hanya sedikit terlambat saja.”
"Tapi tetap saja, Nona. Bagaimana kalau ada yang melihat kita ke sini? Kita sudah berbuat lancang karena berkeliling di sini tanpa—”
“Hush! Ada yang sedang memanjat pagar.” Tanpa rasa takut sama sekali, Arlene berjalan menuju orang itu.
Jangan tanya bagaimana reaksi Olyn saat ini. Panik setengah mati!
“Nona, jangan ke sana!” Rasanya Olyn ingin menangis saja. Nona yang dilayaninya benar-benar sudah tidak tertolong lagi.
“Sedang apa kalian di sana?” Arlene memicingkan matanya. “Kalian pencuri ya?”
Dua orang lelaki dewasa yang sedang memanjat tembok langsung menoleh ke arahnya. Arlene malah menyeringai, seperti menemukan sesuatu yang menarik.
“Tuan, kau tampak tidak asing.” Pelayan Arlene langsung mendekat dan membisikan sesuatu. Seketika saja Arlene membelalak. “Tuan, kaukah itu?! Pria tampan yang selama ini aku cari-cari?!”
“Pria tampan?”
Arlene seketika saja salah tingkah. “Tuan, suaramu benar-benar sangat menawan. Boleh turun sebentar? Ayo kita berkenalan. Aku tidak akan melaporkan perbuatanmu ini.”
“Memangnya kau siapa sampai berani memerintah kami?” Salah satu pria lainnya malah membalas. Arlene langsung melotot padanya.
Pria itu memang tampan, tapi tetap saja lebih tampan pria yang sudah membuat Arlene jatuh cinta saat pandangan pertama.
“Kau diamlah! Aku tidak bicara padamu!” kata Arlene galak.
“Kau! Bisa-bisanya kau—”
“Sudah, biarkan saja.” Pria tampan yang disukai Arlene itu langsung turun dari tembok. Matanya melirik ke sekitar sebelum akhirnya menatap Arlene. “Siapa kau? Kenapa bisa ada di sini?”
Mata Arlene berkedip genit. “Aku Arlene. Siapa namamu, Tuan?”
Pria tampan itu tersenyum, wajahnya semakin tampan dan Arlene semakin terpesona. “Kau ingin tahu namaku? Apa kamu datang ke sini dari kota?”
Arlene mengangguk. “Bagaimana Tuan Muda bisa tahu? Aku memang berasal dari kota.”
“Apa kau datang bersama rombongan para gadis bangsawan yang akan mengikuti seleksi?”
“Pemilihan Putri Mahkota? Ya benar. Aku salah satu gadis yang didaftarkan. Tapi sebenarnya aku tidak ingin menjadi Putri Mahkota.”
Kening pria itu mengernyit heran. “Kenapa?”
“Karena aku sudah jatuh cinta padamu, Tuan Muda. Apa kau ingat, kita pernah bertemu? Sudah lama sekali, tapi aku tetap mengingatmu di dalam hatiku,” kata Arlene dengan senyuman manisnya.
Andai pria itu tahu, Arlene adalah gadis paling cantik yang ada di kota. Dia pasti beruntung sekali karena disukai oleh Arlene.
“Kita baru bertemu, kenapa kamu bisa seyakin itu sudah jatuh cinta padaku?”
“Aku rela tidak ikut pemilihan ini karena aku ingin menikah denganmu.” Arlene mengulurkan tangannya. “Jadi Tuan Muda, siapa namamu? Aku harus tahu supaya aku bisa mengusulkan pernikahan kita kepada ayahku.”
Pria itu menatap tangan Arlene sebentar, bibirnya tersenyum tipis. “Aku tidak bisa menikah dengan sembarang gadis.”
Ekspresi wajah Arlene langsung berubah sedih. “Kenapa? Apa karena kau seorang pencuri?”
Pria itu tertawa. “Aku bukan pencuri. Aku memang suka memanjat tembok. Tapi aku bukan pencuri.”
“Apa kau tinggal di sini?”
“Iya, aku tinggal di istana.”
Kepala Arlene sedikit miring sambil berpikir. “Apa kau salah satu pejabat istana? Ayahku juga bekerja di sini, tapi ayahku punya manor sendiri. Apa kau kerabat anggota kerajaan?”
“Iya, bisa dibilang begitu.”
“Lalu kenapa kau tidak bisa menikah denganku? Apa karena aku kurang cantik?” Arlene merapikan pakaiannya. “Apa karena aku kurang sopan dan suka mengangkat rokku?”
Pria itu menggeleng. “Bukan karena itu.”
“Lalu kenapa?” Arlene sungguh frustasi. “Katakan padaku, kenapa aku tidak bisa menikah denganmu? Apa karena status kita yang jauh berbeda? Apa jabatan ayahku tidak sebanding denganmu?”
“Ya, sangat tidak sebanding. Tapi yang terpenting, bukan karena itu.” Pria itu mendekat. “Kau harus ikut pemilihan Putri Mahkota kalau ingin menikah denganku.”
“Sebutkan dulu namamu. Aku tetap akan ikut pemilihan, tapi aku tidak akan menang. Aku ingin menikah denganmu makanya aku harus kalah diseleksi ini.”
Pria itu tersenyum miring. Aneh sekali. Ada satu gadis yang tidak ingin menjadi Putri Mahkota. “Kau akan tau namaku setelah memenangkan posisi Putri Mahkota.”
“Kenapa syaratnya berat sekali? Kalau aku menang, aku tidak bisa menikah denganmu, Tuan Muda. Aku pasti akan dinikahkan dengan Putra Mahkota. Lalu bagaimana denganmu?”
“Kau tidak ingin menjadi Ratu?”
Arlene menggeleng. “Seumur hidupku, aku hanya punya satu cita-cita. Aku ingin menikah denganmu.”
Cita-cita sebelumnya memang ingin menjadi Putri Mahkota, tapi itu sudah tidak menarik lagi.
“Jadilah Putri Mahkota, maka kau bisa menjadi istriku.”
Kening Arlene mengerut tidak mengerti. Bibirnya langsung cemberut. Syaratnya sulit sekali. “Apa kau akan bersaing dengan Putra Mahkota?”
“Iya, aku akan bersaing dengannya. Maka, jadilah Putri Mahkota.” Pria itu melirik ajudannya. “Ayo kita pergi.” Sepertinya dia tidak bisa menyelinap keluar istana.
“Kalau begitu sebutkan namamu, aku harus tahu supaya aku bisa mempersiapkan semuanya!” pinta Arlene. “Aku tidak akan memberitahu siapapun, jadi tolong beritahu dulu namamu.”
Pria itu melirik, lalu bibirnya tersenyum. “Jerick. Namaku Jerick. Kita akan bertemu lagi setelah kau jadi Putri Mahkota.”
