Bab 2 Lelaki Tampan
“Sangat tidak tahu malu,” kata Jerick sambil memandang Arlene yang berhasil diusir.
“Bukankah itu Nona Arlene putri tunggal Tuan Niel.”
Jerick menoleh cepat. “Oh, nona yang sering melewati lokasi itu?”
“Benar, Yang Mulia. Lama tidak berjumpa, ternyata dia semakin cantik.”
Mata Jerick langsung mendelik sengit. “Jangan jadikan dia istri, kau dengar sendiri dia bilang apa padaku, bukan?”
“Iya, Yang Mulia. Nona Arlene mengajak Anda untuk menikah.”
“Itu dia! Dia tidak cocok dijadikan seorang istri. Semoga saja dia tidak ikut pemilihan Putri Mahkota.”
Bukannya setuju, si ajudan justru tertawa. “Tapi bukankah dia cantik? Dia juga terkenal pintar. Tapi memang reputasinya terkenal agak buruk di kalangan gadis-gadis bangsawan.”
“Reputasi apa?”
“Katanya dia sombong karena bisa melakukan semuanya. Nyaris sempurna, makanya sifat dia menjadi seperti itu.”
Jerick menggelengkan kepala. Sifat seperti itu tidak pantas masuk istana. Semoga saja dia tidak ikut pemilihan Putri Mahkota.
“Bicara soal itu, apa Yang Mulia tidak penasaran dengan pemilihan Putri Mahkota nanti? Saya justru ingin tahu, siapakah gadis beruntung itu.”
“Putri Mahkota akan terpilih, memilih yang terbaik dari yang baik. Semua keputusan ada ditangan pemimpin istana dalam. Keputusan mereka tergantung dari kemampuan para calon.”
“Bagaimana bila Yang Mulia tidak menyukai Putri Mahkota nanti?”
Jerick bergeming sebentar sebelum menjawab, “Aku akan menyukai pilihan Ibuku.”
“Saya mengerti, Yang Mulia.”
“Ayo kembali ke istana. Kita sudah terlalu lama meninggalkan istana."
***
“Ibu tahu apa yang kau lakukan selama ini, Jerick. Berhentilah karena Ibu tidak ingin terjadi sesuatu kepada kalian.”
Jerick tampak terkejut mendengar itu. Dia pikir ibu menemuinya karena sudah lama tidak berkunjung. Tetapi, ibu justru melarangnya melakukan sesuatu.
“Tidak akan terjadi apapun padaku, Bu. Percayalah, aku akan baik-baik saja.”
Ratu Dione menatap putranya dengan ekspresi campur aduk. “Seharusnya Ibu tidak memintamu pulang ke istana. Ibu pikir tinggal di luar istana akan sangat berbahaya bagimu. Tapi ternyata, tinggal di istana jauh lebih menakutkan.”
“Ibu, aku kembali karena sudah waktunya. Aku tidak akan—”
“Kakakmu juga pernah mengatakan itu. Dia berjanji akan baik-baik saja, tapi lihat buktinya. Dia pergi meninggalkan kita semua.” Ekspresi Ratu Dione tampak menyedihkan.
Kehilangan seorang anak bisa membuatnya gila. Tapi Ratu Dione memiliki anak yang lain. Salah satu alasan yang bisa membuatnya bertahan. Kalau bukan karena mereka, Ratu Dione tidak akan sanggup bertahan sampai detik ini.
“Aku berjanji akan menemukan siapa pembunuh kakak. Aku tidak akan berjuang untuk menjadi Putra Mahkota bila takut untuk menghadapi mereka. Posisi ini hanya bisa diisi oleh keturunan Ibu.”
“Kau pikir duduk di posisi itu bisa membuatmu melakukan apapun yang kau mau?”
Jerick sadar risiko apa yang dia miliki setelah menjadi Putra Mahkota. Tapi bagi Jerick, orang yang pantas mengisi posisi ini hanyalah keturunan sah dari Raja dan Ratu.
“Kalau bukan karena mereka, saat ini kakakku pasti masih hidup.” Jerick tersenyum sinis. “Aku bersumpah tidak akan kalah seperti mereka mengalahkan kakak. Sampai kapanpun, posisi ini tetap menjadi milik salah satu putra Ibu.”
Jerick yang memiliki jiwa bebas terpaksa harus meninggalkan kenyamanannya demi membalas dendam. Dia rela memasuki istana lagi, memperebutkan posisi Putra Mahkota yang mendadak kosong karena kematiannya yang tragis itu.
“Aku bukan hanya ingin menghukum pelakunya. Aku melakukan ini karena ingin melindungi Ibu dan adik-adikku,” lanjut Jerick.
Dia bersumpah akan membalas air mata yang sudah ibunya teteskan demi menangis kematian sang anak sulung. Meskipun nyawa adalah taruhannya, orang-orang itu harus dimusnahkan.
“Berjanjilah kau akan tetap hidup untukku,” kata Ratu dengan segala permohonannya. Tak ada yang bisa dipercaya kecuali anaknya sendiri.
“Aku berjanji. Sekarang, terimalah perintah ayah untuk memilih Putri Mahkota. Aku akan mematuhi semua perintah Ibu. Siapapun pilihan Ibu, aku akan menerimanya.”
Ratu Dione mengangguk paham. Dia harus mencari Putri Mahkota dengan jalan yang sama dengannya. Posisi Jerick saat ini akan goyah bila menikah dengan orang yang salah.
“Carilah gadis yang pintar dan netral. Dia harus bisa memihak kita nantinya. Ada beberapa keluarga yang perlu Ibu waspadai, dan jangan sampai memilih gadis mereka. Itu cukup beresiko, karena kita tidak tahu mereka akan setia atau tidak.”
“Ibu mengerti, serahkan semuanya kepadaku,” jawab Ratu Dione.
Tepat bersamaan dengan itu, ada tiga lelaki memasuki ruangan mereka. Ratu Dione dan Jerick langsung memasang ekspresi santai karena tidak ingin ada yang mengetahui rahasia mereka.
“Kupikir apa yang membuat Ibu berkunjung ke sini, ternyata karena Kakak mau menikah.”
Kening Ratu Dione mengernyit. “Kalian sudah tahu?” Padahal pengumumannya belum dipublikasikan.
“Pengumumannya sudah diberikan, Bu. Saat ini para gadis bangsawan sedang berlomba-lomba ingin menjadi Putri Mahkota.”
“Siapa yang memberitahu kalian?”
“Ibu, kami tahu bukan dari mulut seseorang melainkan karena adanya pengumuman di setiap kota.”
Mata Ratu Dione membelalak lebar. “Jadi kalian baru saja dari luar istana? Berapa kali Ibu bilang kalian tidak boleh keluar istana?!”
“A-aku tidak tahu apa-apa, Bu. Mereka mengajak dengan sedikit memaksa. Aku tidak berani melawan kedua kakakku!” sanggah Nestor sebagai anak bungsu.
“Bagus! Sekarang kau mau berkhianat?” Mata Ted tampak melotot ke arah adiknya.
“Kakak memang memaksaku, kan?”
“Sebenarnya kami keluar setelah melihat Putra Mahkota diam-diam menyelinap keluar istana,” kata Ricardo tiba-tiba.
Saat itu juga Ratu Dione mengalihkan tatapannya. “Jerick?”
“Aku tidak tahu! Aku ada urusan di luar istana.” Jerick menatap ketiga adiknya dengan ekspresi marah. “Kalian bertiga ….”
***
“Bukankah Nona sudah gila karena mengajak seorang pria menikah?”
“Hei! Bisa-bisanya kau menuduhku gila!” Arlene mengibaskan rambut panjangnya. “Apa yang kukatakan tadi hanya spontanitas saja. Lagi pula dia sangat tampan.”
“Tapi Nona sudah berusaha keras ingin menjadi Putri Mahkota.”
“Ya, kau benar. Aku jadi khawatir, bagaimana kalau lupa Putra Mahkota sangat jelek? Aku ingin punya suami yang tampan dan gagah. Seperti lelaki tadi.”
“Nona, tampan dan gagah saja tidak akan cukup! Nona harus mencari seorang lelaki yang luar biasa supaya bisa membuat Nona hidup bahagia!”
“Setelah kupikir-pikir, menjadi Putri Mahkota ternyata tidak menyenangkan.”
“Eh?”
“Aku harus tinggal di istana selama sisa hidupku. Aku harus bermain politik dan merasa cemburu bila suamiku mencari selir. Kau tahu bukan, aku tidak suka berbagi. Dan lagi, aku harus menggunakan gaun yang super berat! Menggunakan mahkota bisa membuat kepalaku sakit!”
“Hm, saya tidak tahu harus mengatakan apa. Nona mudah sekali berubah pikiran.”
“Sebenarnya aku tidak akan berubah pikiran bila tidak bertemu lelaki tampan tadi.” Arlene tampak malu-malu. “Apakah menurutmu dia salah satu anak bangsawan?”
“Melihat pakaiannya, saya pikir dia memang bangsawan.”
“Kalau begitu aku tidak akan ikut pemilihan Putri Mahkota! Aku akan bilang pada ayahku untuk mencarikan lelaki itu supaya dia mau menjadi suamiku!”
“Eh, Nona jangan bicara sembarangan!”
Arlene beranjak bangun untuk menemui ayahnya. Gadis itu tampak sangat bersemangat. Dia merelakan posisi Putri Mahkota direbut gadis lain yang terpenting dia bisa menikah dengan lelaki tampan tadi.
“Ayah! Ayah sudah pulang?” Arlene memasang senyum lebar.
“Turunkan rokmu!” tegur Neil. “Seorang Putri Mahkota tidak akan bersikap seperti itu. Dia harus lemah lembut dan sopan!”
Arlene menggeleng. “Tidak, Ayah! Aku tidak akan jadi Putri Mahkota!”
“Apa?!”
“Aku ingin menikah, tapi bukan dengan Putra Mahkota!”
“Kau sudah 20 tahun tapi masih berpikir seperti anak kecil?”
“Aku akan menikah dengan lelaki tampan itu, Ayah!”
“Ada apa denganmu? Salah makan?”
“Tolong cari tahu tentang lelaki tampan itu, Ayah. Dia anak bangsawan, bukankah aku boleh menikah dengan anak bangsawan? Tidak apa-apa bila tidak menikah dengan Putra Mahkota, aku hanya ingin menikah dengan lelaki tampan itu!”
Neil tampak kesulitan berkata-kata. Putrinya ini, memang bebal luar biasa!
“Ayah, tolonglah!” rengek Arlene.
“Tidak bisa! Aku sudah mendaftarkanmu untuk ikut pemilihan Putri Mahkota!”
Seketika saja mata Arlene membelalak. “Apa?!”
