Bab 8 • Kesepakatan •
5.30
Sabtu pagi, Manis terbangun dari tidurnya. Dia edarkan pandangan matanya di sekeliling ruangan yang tampak asing itu. Lalu ia teringat akan malam yang baru saja ia lalui. Sungguh membuatnya terguncang.
Dia menghela nafas nya dalam-dalam. Lalu berjalan keluar. Melewati pintu yang memang terbuka, ia tak menutupnya semalam. Kembali ia mengedarkan pandangannya tepat didepan pintu kamar itu. Melihat sekeliling ruang tengah sekaligus dapur itu. Dilihatnya tas koper disamping pintu yg menghubung kegarasi. Itu adalah tas miliknya.
Sepertinya, semalam Daniel kembali ke kosan dan mengambil barang-barangnya dan meletakkannya disana. Dia kemudian menoleh kesamping, kearah ruang tamu yang agak remang.
Terdengar suara dengkuran halus disana. Manis berjalan mendekat, dilihatnya Daniel tengah terlelap disebuah kursi panjang yang menghadap ke sisi samping dan menghadap tivi.
Manis kemudian berjalan diarah yang berlawanan dengan ruang tamu, menyusuri lorong dan dilihatnya sebuah ruang lapang di sebelah kamarnya. Sepertinya sengaja dijadikan gudang. Tampak ada beberapa barang dan sepeda disana.
Dan di sisi seberangnya, bagian belakang dapur, disana tampak sebuah mesin cuci, beberapa ember dan sebuah wastafel yang agak panjang. Didepan wastafel itu tampak ada 2 ruang, sepertinya kamar mandi dan toilet.
Manis mengmbil handuk dan membersihkn diri dikamar mandi. Menggnti pakaiannya. Lalu mengunjungi dapur. Menanak nasi dan ia membuka kulkas, tak ada apapun disana, kecuali minuman kaleng berwarna hijau dan putih.
Ada beberapa butir telur tersisa dikotaknya dan sebungkus roti tawar yang hampir kadaluarsa. Ahirnya ia memutuskan membuat telur dadar dan roti panggang utk sarapan.
Ditengah aktifitasnya memasak, Daniel terbangun. Dia berjalan menuju kamarnya, dan berlalu kekamar mndi.
Roti panggang telah siap. Tersaji diatas meja persegi. Manis melanjutkan membuat telur dadar.
"Bikin apa Nis?" sekonyong-konyong Daniel muncul dan bertanya,
"Roti panggang dan telur gulung." balas Manis tanpa menoleh.
"Tunggu. Nis? Tanpa kak?" batinnya heran .
Tercium aroma kopi yang khas.. Sepertinya Daniel menyeduh kopi.
"Nggak ada apapun dikulkas." ucap Manis sembari berbalik.
Namun ia lalu membulatkan matanya , dilihatnya Daniel bertelanj*ng dada dengan handuk yang membelit dipinggang. Dengan santai menyeruput kopi dan mengunyang roti panggang.
Lalu berjalan masuk kekamarnya. Walau dulu pernah serumah waktu dirumah papa Yori , namun ia tak pernah melihat Daniel berpenampilan seperti itu.
Sepertinya sehabis mandi dia menyempatkan diri untuk ngopi dan mengganjal perutnya. Mungkin semalam ia tak sempat makan. Manis juga baru menyadari jika semalam ia pun tak makan malam. pantas ia merasa sangat lapar.
Semua telah siap dan terhidang dimeja. secangkir teh telah habis separuh, dan roti panggang juga telah Manis kunyah perlahan. Dia mengotak atik ponsel nya.. Ada beberapa pesan masuk sejak semalam tak ia hiraukan.
Daniel keluar dari kamarnya, dengan kaus hitam dan celana pendek kargo yang melekat pas ditubuh nya.
Dia duduk disamping Manis namun disisi yang lain . Disana masih ada secangkir kopi yang ia tinggal tadi.
Ditatap nya wajah Manis yang sibuk dengan gawai nya . Dia tersenyum , dicubit nya pipi tembem Manis.
"Aaaaaagg...." pekik Manis, ia menatap kesal pada pria didepan nya.
"Sakit tau..."
"Kamu makin cabi aja sih." ucap Daniel tertawa geli.
Manis menggembung kan rongga mulut nya, hingga tampak wajahnya yang makin tembem.
"Tambah gendutan ya?"
Daniel tersenyum simpul, ia menyeruput kopi nya.
"Manis..." jawab Daniel ambigu.
"Apa rencanamu hari ini?" tanya Daniel, ia mengunyah roti panggang yang tersisa.
"Hmmmm? Enggak ada sih." jawab Manis , dia masih memegangi pipi nya yang habis dicubit Daniel tadi.
"Aku ga ada apapun dirumah. Mau ke plaza nggak?" ajak Daniel sembari menyeruput kopinya.
Dia cukup tau Manis punya hobi didapur, tapi tidak ada apapun disana. Hingga ia berinisiatif untuk mengajaknya berbelanja.
Manis mengangguk. Dia beranjak dari duduk nya . Dan mulai mengecek apa saja yang masih dan tidak ada di dapur.
________
09.10
Suasana plaza yang ramai dikarenakan ini adalah akhir pekan . Banyak yang berbelanja dan hanya sekedar menghabiskan waktu ,dan jalan jalan .
Dalam swalayan yang cukup luas dan besar itu, Manis memilah produk di display. Dan mengambil yang dia butuhkan.
Tak berapa lama Daniel datang dengan membawa sekotak minuman kaleng beralkohol. Dan meletakkan nya di kereta dorong.
Manis menoleh. Dia terkejut, matanya membulat tak percaya dengan pengelihatannya.
"Yang bener aja." batin nya.
Dia melihat Daniel yang tersenyum lebar di samping nya.
"Ngapain beli sebanyak ini?" protes nya.
"Buat stok." balas Daniel ringan.
"Dikulkas kan masih ada." Omel Manis,"Ngapain beli lagi? ini pemborosan namanya . untuk barang begini lagi?" Sambung Manis mengomel lagi.
"Kamu ini kayak istri ku aja deh, cerewet banget." ucap Daniel gemas dengan sikap Manis."Aku suka."
Wajah Manis sedikit menghangat mendengar ucapan Daniel, mengangkat tangannya menyentuh pipi. Sementara Daniel mengangkat kembali box minuman kaleng nya tadi, lalu mulai mengambil langkah. Manis yang merasa tak enak, menahannya.
"Sorry. Sorry."
Tanpa menjawab, Daniel hanya tersenyum kecil. Dia kembali melangkah.
"Isshhh, aku kan dah minta maaf." ulang nya menahan ujung kaus Daniel.
"Apa sih?" Daniel menarik sudut bibirnya, sikap Manis benar-benar membuatnya gemas, "Aku mau balikin nih, berat tau."
"Iissshhh,, aku kan dah minta maaf." balas Manis makin tak enak hati.
"Kamu nggak perlu balikin. Abis juga duwit mu kok. Ngapain juga aku ngurusin .. huuuffftt... " sambung nya lemas, sambil menepuk jidat nya.
Daniel tersenyum geli, ingin rasanya mencubit pipi tembem wanita di depannya ini, jika tidak mengingat sedang memikul beban.
"Udah?"
"Haaahh?"
"Ya udah, kalau udahan ngomelnya." Daniel kembali melangkah dengan box ditangan nya.
Manis hanya menatapnya menjauh, lalu hilang dibalik rak display swalayan.
Usai mereka berbelanja dan kembali kerumah , Manis menerima panggilan diponsel nya, adalah sebuah panggilan masuk dari nomor kantornya. Lalu ia bersiap dan bergegas keluar.
"Mau kemana?" tanya Daniel yang sedang merokok di teras.
"Ada panggilan." sahut Manis, "Ke Anchor." sambung nya lagi.
"Aku antar deh." Daniel beranjak dari duduknya.
"Nggak usah." Tolak Manis cepat. "Aku dah pesan ojol. Nih dah mau sampai." kilah Manis lagi, ia hanya tak enak jika Daniel yang mengantar.
Walau bagaimanapun Daniel tetap atasannya dikantor, meski ia adalah adik Almarhum suaminya ketika dirumah. Itu adalah dua tempat yang berbeda.
Waktu bergulir, tak terasa sudah empat hari Manis tinggal di rumah Daniel. Walau serumah dan sekantor mereka tak pernah berangkat bersama. Alasanya, Manis ingin berangkat menggunakan bus langganannya, yang kebetulan juga melewati daerah itu.
Sebenarnya ada alasan lain dibalik itu. Dia tak ingin bila nanti malah muncul skandal . Manis ingin meniti karir disana. Dia ingin ini tetap menjadi rahasia mereka berdua.
Rabu malam, 20.00
Manis yang berbaring diatas ranjangnya mengotak ngatik ponselnya. ia menekan sebuah nomor yang beberapa hari sejak ia tinggal di Rumah Daniel tak pernah ia hubungi. ia sedikit ragu untuk menghubungi. namun ahirnya ia menekan tombol hijau lalu menempelkannya ditelinga.
"Hallo." suara diseberang sana,
"Ini Manis ma." ucap Manis.
"Kamu kenapa lama gak hubungin mama?" suara mama Rina diseberang sana.
"Lagi banyak kerjaan Ma . " kilah manis beralasan."Mama sehat kah?"
"Tentu nak."
Setelah Manis dan Mama Rina berbasa-basi dan mengobrol tibalah masa Manis memgutarakan niatnya untuk mengambil motor matiknya, sebagai alat transportasinya bekerja. Sebenarnya ia agak ragu kuwatir bila mama Rina dan papa Yori tidak mengijinkan, karna perjalanan anatara kota jx ke Sb cukup jauh.
"Ma, aku berniat pulang minggu ini. " ucap manis." Sepertinya aku butuh kendaraan untuk transportasi ke kantor. Jadi, aku akan membawa motor matikku kemari."
"Astaga Manis." ucap mama Rina sedikit kaget," kamu akan mengendarai motor matikmu dari sini ke kota Sb?"
"Nis, nis, beli aja disana. " suara papa Yori ikut terdengar."Biar papa belikan."
"Iya Nak, bahaya berkendara motor dari sini kesana sendirian.. Mama gak ijinin. " timpal mama Rina, "Papa juga nggak akan ngijinin."
Manis menghela nafas nya, ia tau reaksi papa dan mama akan seperti ini.
"Trimakasih pa, Manis nggak butuh yang baru." ucap manis mencoba meyakinkan. " Itu adalah satu-satunya kenangan yang ingin aku bawa." lanjutnya, "Dan untuk berkendara motor, Manis punya teman yg bersedia mengawal Manis nantinya."
"Jadi, mama dan papa tak perlu kwatir."
"Tetap saja Manis...." mama Rina mencoba membujuk manis, ia masih khawatir.
"Begini saja." sela papa Yori, "Bagaimana bila besuk sabtu papa yang antar motornya, sabtu papa libur, dan ada mobil bak terbuka digarasi " ucap papa Yori mencoba memberi solusi.
Sejenak, Manis terdiam dan berfikir.
"Baiklah pa..." ucap Manis menyetujui. " Akan aku kirimkan lokasi ku nanti."
Bersambung..
