Bab 6 • Luar Kota •
Kota S, kota yang penuh gemerlap lampu kota yang indah dengan segala ceritanya.
Disini Manis mulai menapakkan kaki, berharap ia dapat mengubur kenangan masa lalunya yang telah pergi.
Pagi itu agak mendung, namun tak mendatangkan hujan. Manis mulai menaiki bus umum menuju tempat ia akan bekerja. Ini adalah hari pertamanya. bus melaju dengan kecepatan sedang, mengangkut para penumpang, dan menurunkan sesuai tujuannya.
Begitu sampai di pemberhentian bus atau halte, ia berjalan memasuki kawasan industri, tidak begitu jauh hanya sekitar lima belas menit untuk sampai di ditempatnya bekerja dengan berjalan kaki.
Disepanjang perjalanan tampak pohon pohon dengan bunga berwarna warni di sisi kiri dan kanan jalan. Trotoar yang memang dikhususkan untuk pejalan kaki pun tampak teduh dan asri. Dikejauhan tampak sesosok pria tengah mengendarai sepeda motor king klasik mendekat dan berhenti tepat disisi Manis.
"Ayokk! Bareng aja." seru sosok itu sambil mengangkat helm sportnya keatas. Dia adalah Rudi, teman masa SMA Manis dulu. Dia pulalah yang merekomendasikan Manis untuk dapat bekerja disana. Dalam satu departemen enginer yang sama.
Manis yang terhenti, dan mendapat tawaran dari teman terbaiknya, tentu. langsung mengiyakan. Dengan bergegas ia membonceng Rudi yang kemudian melaju ke Anchor.
Hari berlanjut, dan waktu berputar, tak terasa sudah seminggu Manis bekerja di Anchor. Sebuah perusahaan elektrik yang cukup bersaing.
Kala itu ia tengah mengotak atik sebuah mesin produksi. Tiba tiba menyembul kepala tepat didepan Mesin nya.
"Psstt... Lunch yookk." ucapnya, ia adalah Rudi.
"Lunch?" balas Manis sejenak ia menghentikan aktifitasnya.
"Makann.. Dah waktunya nihh." seru Rudi lagi sambil mengisyaratkan dengan tangan yang didekatkan kemulutnya,
"Dah ditungguin Ayu ma Sinta tuh dibawah."
"Bentar nanggung nih." kembali Manis melanjutkan aktifitasnya. Rudi yang kesal melihat Manis masih sibuk bekerja, langsung menarik tangan Manis.
"Tinggalin!! Jam maksi kita nggak dibayar buat kerja." lanjut Rudi.
"Iya dehh." ucap Manis tersenyum pasrah. Dia ikuti saja kemauan kawan baiknya. dibawah tampak Ayu dan Sinta sudah menunggu diatas motor, siap gass.
Kali ini mereka akan lunch dipujasera masih dalam lingkup kawasan industri, namun sudah keluar dari area perusahaan. Begitu mereka melihat Rudi dan Manis keluar gedung, langsung mengisyaratkan untuk duluan. Yang dibalas dengan acungan jempol oleh Rudi.
"Mau lunch diluar?" tanya Manis sambil mengenakan helm yang Rudi serahkan.
"Heemmm." jawab Rudi singkat, ia mulai menghidupkan mesin motornya, dan keluarlah suara khas mesin king.
"Sinta yang traktir." lanjutnya lagi.
"Mumpung gratis, ayookk gass." sambung Rudi nyengir lebar.
Manis langsung membonceng, dan mereka melaju keluar area Anchor menuju pujasera. Tidak begitu jauh hanya lima menit dengan sepeda motor berkecepatan sedang.
Setelah sampai mereka duduk, memesan makanan dan minuman. Sembari menunggu siap mereka isi dengan obrolan obrolan ringan dan candaan.
"Eehh,, Boz kita datang hari ini. Liat-Liat kemajuan project baru dilantai tiga." obral Sinta dengan lambe turahnya.
"Kacau deh , morat marit diatas, hahaha." entah kali ini hanya candaan atw seriusan.
"Project baru yang dari Chi** itu?" sambung Ayu penasaran." Orang kepala project nya aja dah keluar kan?"
"Siapa sekarang yang pegang?" tanya Rudi ikutan kepo.
"Pak Ariyanto." jawab Sinta singkat, sembari menerima pesanan minumannya yang telah datang.
"Siapa nih yang pesan esteh jumbo?"
"Aku." Manis menarik gelas jumbo berisi esteh manis kesukaannya.. Semua temannya memandang seolah tak percaya.
"CEKCEKCEK." suara ketiga teman nya bersamaan sambil menggelang nggelangkan kepalanya.
Manis yang melihat reaksi kawan-kawan ,tertawa lebar. tawanya begitu menggelegar sampai beberapa penghuni meja disekitar nya memandang dan mungkin merasa terganggu.
Ini pertama kalinya ia bisa tertawa lepas seperti itu, sejak suaminya meninggal. Sedikit banyak kenangan tentang Kevin memudar dan kesedihannya menyirna.
Mungkin karna ia telah berada ditempat yang baru, dengan orang orang yang baru pula.
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, siang telah memudar berubah menjadi senja. Petang itu Manis pulang agak terlambat, ia terlalu asyik mengerjakan tugasnya di area produksi. Hingga ia lupa jika jam kerjanya telah berakhir.
Dia merapikan barang-barangnya. dan bergegas pulang . Ditengah perjalanannya menyusuri trotoar kawasan industri, ia mendengar bunyi klakson dan cahaya mobil yang menyilaukan.
Dia terhenti, begitu pula dengan mobil berwarna coklat itu , pintu kaca penumpang tengah turun, menyembullah kepala gadis cantik nan putih dengan rambut yang dicat warna terang terurai.. Dia adalah Ayu, dengan seorang teman disebelahnya. Manis tak begitu mengenalnya.
"Ayo masuk. Dapat tumpangan sampai depan." serunya, menyeringai.
Pintu penumpang bagian depan terbuka, mengisyaratkan nya untuk duduk disana. Bukan Ayu yang membukanya, itu adalah tangan orang yang duduk dibelakang kemudi.
Manis tersenyum.
"Lumayanlah gak capek." batinnya.
Dia mulai melangkah mendekat dan hendak memasuki mobil, namun ia terkejut, raut muka nya berubah, didepannya duduk sosok yang cukup ia kenal, duduk dibelakang kemudi.
Dia adalah adik satu-satunya Kevin. Daniel tersenyum tipis kepadanya.
Manis menghela nafas dalam dalam. Lalu duduk dikursi penumpang, menutup pintu, dan mobil mulai melaju.
"Pak Daniel, disimpang depan itu belok kiri ya, nanti berhenti digang pertama . " ucap teman Ayu lembut memberi instruksi.
"Oke. Kalian kos di daerah situ?" tanya Daniel kemudian.
"Hehehe, iya Pak, dari gang itu, mobil nggak bisa masuk. akses Motor aja . " sambung Ayu yang di balas anggukan oleh Daniel.
Daniel masih berkonsentrasi mengemudi, ia mengikuti arahan untuk berhenti didepan gang. Tepat didepan gang.
Kedua gadis cantik itu turun tak lupa mengucapkan terimakasih . Mobil berwarna coklat itu kembali melaju. Dan berhenti dipersimpangan.
"Kamu kos dimana kak?" tanya Daniel membuka suara setelah sekian lamanya terdiam.
"Di daerah p*****." ucap Manis pelan, Dia sedikit menundukkan kepalanya.
Daniel melajukan kembali mobilnya.
"Disana.. Bukan lingkungan yang baik." kembali Daniel bersuara, setelah sejenak ia terdiam.
"Aku baik baik saja kok disana." balas Manis lirih.
Untuk pertama kalinya, Manis merasa canggung. Entah mengapa, Manis pun tak tau. Mungkin. Mungkin , Daniel pun merasakan hal yang sama, ia hanya terdiam dan tak banyak bicara.
"Makan dulu ya kak." Tawar Daniel memecah kesunyian."Kamu belum makan kan?"
Tanpa kata Manis hanya menjawab dengan anggukan. Daniel membelokkan kendaraannya disebuah warung makan sederhana ditepi jalan. Walau sederhana namun tampak ramai, seorang joki parkir langsung mengkondisikan.
Mereka memasuki warung yang tampak ramai itu.. Memilih menu yang tersedia dan menyantapnya begitu makanan datang.
"Pelan pelan kak, ntar tersedak lhoo." ucap Daniel memperingatkan , saat dilihat nya Manis makan dengan cepat dan banyak.
"Aku lapar banget." balas Manis nyengir."Padahal, tadi juga dah ngemil di Anchor . Tauk nih kok laper terus bawaannya."
Daniel tersenyum geli, Ia menggelengkan kepalanya.
Setelah selesai dan membayar, mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Didepan sebuah bangunan kos bertingkat. Mobil berwarna coklat itu berhenti. Mata Daniel berkeliling, menatap setiap sudut tempat itu. Merasa telah sampai didepan kosnya, Manispun berpamitan, tak lupa ia mengucapkan terimakasih.
Dia melangkah hingga sampai depan gerbang kosnya, terdengar suara pintu mobil yaang ditutup.
"Tak ingin menawariku kopi kak?" suara Daniel yang kini berdiri disamping mobilnya.
Manis menoleh, tersenyum sekilas dan mempersilahkan Daniel untuk ikut masuk. Begitu memasuki gerbang, tampak beberapa pemuda dan pemudi tengah bernyanyi dengan diiringi suara gitar, tampak asap rokok mengepul disekitar. Dan sedikit aroma alkohol tercium saat Manis melewati mereka.
"Eeehh,, kak Manis dah pulang." sapa salah satu pemuda dengan sebatang rokok ditangan nya.
"Gabung yookkk kak." lanjutnya lagi, sepertinya dia juga mabuk.
Manis hanya membalas dengan senyuman.
"Enggak, makasih yaa. Lain kali aja ya." kilah Manis lembut, " Udah malam. capek banget. Aku juga lagi ada tamu." lanjut nya sembari melanjutkan langkahnya menuju kamar kosnya.
Daniel yang mengekor dibelakang hanya terdiam, mengamati situasi. Tepat didepan pintu berwarna hijau Manis berhenti. Lalu mulai membuka pintunya.
Aroma wangi feminim tercium hidung siapapun yang berdiri didepan pintu berwarna hijau itu.
"Masuklah." ucap Manis mempersilahkan Daniel masuk. Sembari ia melepas tas yang sedari tadi digendongnya dan mengaitkannya dibelakang pintu.
"Aku cuma ada kopi sachet, Mauu?" ucapnya lagi menunjuk sebungkus kopi ditangan nya. yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Daniel.
Mata Daniel sibuk berkeliling mengamati setiap sudut ruangan berukuran 3x3meter. Baginya itu ruangan yang cukup sempit untuk ditinggali, hanya ada sebuah lemari pakaian, kasur single, sebuah tivi, megicom dan sebuah set dispenser disana. Kopi telah diseduh . Dan tersaji didepan Daniel duduk.
"Minumlah, nanti keburu dingin." ucap Manis. ia lalu duduk disamping Daniel dan mulai menyalakan tivi.
"Kenapa gak pindah aja dari sini kak?" tanya Daniel to the point.
"Seperti yang kubilang lingkungan ini kurang baik." sambung nya sembari menyeruput kopi yang tersaji.
"Aku bisa mencarikanmu kosan diwilayah lain dan lebih dekat ke kantor." lanjutnya lagi.
Manis terdiam, dan menggigit bibir bawahnya,ia tau betul maksud Daniel. namun ia seperti enggan untuk pergi.
"Aku nyaman disini." ucap Manis lirih, tanpa menoleh kearah Daniel, dan sibuk mengganti ganti cenel tv.
"Lagipula aku cukup membawa pakaianku saja, semua sudah fasilitas kos. Biaya sewanya juga murah. Pemilik kos juga baik padaku." sambungnya lagi.
Daniel terdiam seolah tak ingin mendebat kalimat kakak iparnya. Setelah menghabiskan kopi nya, Daniel berpamitan. Namun ia masih belum ingin menyerah untuk membujuk Manis keluar dari lingkungan tersebut.
Bersambung...
