Bab 5
"Dulu aku menyukainya Bu saat masih SMP, sekarang cuma temanan doang nggak sengaja tadi ketemu di tempat kerja," ucap Bayu.
"Oalah, semoga beneran kamu nggak terpikat olehnya...apalagi kamu lagi patah hati. Coba ibu lihat fotonya.''
Bu Nur mendekatkan kepalanya ke layar ponsel Bayu. Bayu pun memperlihatkan foto profil di nomor WhatsApp Bintang.
"Orangnya cantik juga yah, seumuran dengan kamu berati tapi, terlihat masih muda."
"Mana Bu, aku juga mau lihat," rengek Ayu yang super sibuk.
"Nih!''
Bayu memampangkan layar ponselnya tepat di depan wajah adiknya itu. Terlihatlah gambar wanita berkulit putih, rambut panjang, mata bulat, bentuk wajah oval, bibir tipis merah merona, membuat orang yang memandanginya tidak akan bosan.
"Cantik Banget, malahan kak Hanum kalah nih cantiknya!"
"Ei, istri orang, kata mama kagak boleh, hehehe.'' Bayu tertawa kecil.
"Udah, aku mandi dulu."
Bayu bangkit dari tempat duduknya berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia terbayang-bayang dengan keramahan Bintang saat bertemu tadi.
Dulu, memang sempat dia menyukai Bintang tapi, tidak berani untuk mengungkapkannya. Setelah lulus SMP mereka tidak pernah dapat kabar lagi satu sama lain.
Setelah selesai mandi, Bayu membuka lemari pakaiannya yang sederhana dan mengeluarkan kaos oblong putih dan celana pendek chinos berwarna moca. Ponselnya berdering, dia pun langsung mengangkatnya.
"Halo, Bayu! Lagi apa nih?!'' sapa Bintang dari seberang sana.
"Tunggu bentar, aku lagi pakai baju," jawab Bayu yang meletakkan ponselnya di atas ranjang.
"Wadidau! Lagi pake baju? Maaf mengganggu yah..."
Suara Bintang terdengar sedikit keras karena loudspeaker handphonenya nyala.
Bayu diam saja dan mempercepat geraknya memakain pakaian itu. Setelah selesai dia mengambil ponselnya dan memasangkan headset. Kemudian, dia berbaring dinatas ranjang untuk teleponan santai.
"Udah siap," jawab Bayu.
"Ih udah yah, lagi apa?''
"Lagi rebahan."
"Kamu kerja udah lama yah di kampung aku ini?''
"Udah ada satu bulan," jawab Bayu.
"Bagiamana ini? Apa aku matikan saja yah telponnya? Atau aku tanyakan dimana suaminya?'' gumam Bayu.
Namun, setelah berapa saat mengobrol dengan Bintang, Bayu merasa bahagia. Mereka berdua saling bercanda ria dan tertawa. Hati Bayu yang belakangan ini sakit, kaku, sekarang mulai tersenyum. Dia langsung merasa cocok mengobrol dengan Bintang apalagi sebelumnya mereka udah saling kenal.
"Eh, Kamu ingat nggak dulu? Saat pak Ilyas ngajar? Hahhaha, kamu ketahuan tidur dan kena jewer kan? Hahahha!''
Bintang tertawa terbahak-bahak begitu keras.
Bayu pun terkekeh sembari mengingat kejadian dulu. Benar juga, dulu dia merasa malu tapi, sekarang dia merasa lucu setelah mengingat kembali kenangan masa sekolahnya itu.
"Benar, Kamu ingat banget yah...hehehe."
"Yeee, ingat lah! Otakku ini memorynya kuat," tukas Bintang.
"Gimana dengan pacar Kamu itu? Kapan nikahnya kalian?''
Pertanyaan Bintang membuat Bayu terdiam.
"Kok nanya ke sana? Kamu tahu aku punya pacar?'' tanya Bayu heran.
"Kan di postingan pesbukmu ada, gambarmu bersama sang kekasih tercinta, cuit, cuit!''
Dari tadi Bintang menggodanya terus dengan candaan. Seketika Bayu bergeming, wajahnya yang tadi ceria kembali sendu.
"Kok diam?"
"Nggak apa-apa kok, aku dan dia udah putus," ucapnya lemah.
"Putus? Kok bisa, bukannya kalian adalah pasangan yang romantis? Aku pikir bakal ke pelaminan? Hahaha!''
"Hush! Dari tadi ketawa mulu kayak nggak punya beban hidup aja Luh!'' celoteh Bayu.
"Punya sih tapi, buat apa terlalu dipikirin....pasrahkan saja pada yang kuasa, semua sudah di atur olehnya."
Kata-kata singkat Bintang itu membuat Bayu semakin yakin untuk merelakan Hanum pergi dari hidupnya. Semua ini adalah rencana Tuhan untuknya.
"Kamu bagaimana?'' tanya Bayu gantian.
"Bagiamana apanya?'' tanya Bintang bingung.
"Yah...hidupmu? Asramamu, eh asrama lagi...asmara mu lah!''
"Ngapain Kamu nanya-nanya, kepo deh...terus, gimana sekarang dengan pacar Kamu itu?'' Bintang malah balik nanya ke dia.
"Yah, udah putus, namanya aja udah putus gimana lagi?''
"Kenapa begitu?''
Bintang terus memberinya pertanyaan yang nggak ada habisnya.
"Karena aku miskin, dia tidak mau hidup susah katanya. Orang tuanya juga sudah menjodohkannya dengan pria kaya, kata dia sih..."
"Bukannya dari kalian pacaran dia udah tahu kondisi ekonomi Kamu itu gimana?''
"Udah, tapi...ya begitulah, namanya juga cobaan atau memang dia udah bidan entahlah," sambut Bayu.
"Kamu yang sabar yah, semoga setelah ini Kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dibandingkan dia. Sebenarnya kalau memang cinta tulus itu pasti nggak mandang miskin atau kaya, ganteng atau jelek, benar nggak sih?''
"Lah kok nanya aku, kamu tuh yang udah pengalaman," pungkas Bayu yang mengira Bintang udah bersuami.
"Kok aku pula? Aku nanya ke kau, malah nanya balik pulak kau," sosor Bintang dari ponselnya.
"Eh, slow aja dong....nggak usah ngegas friend. Kamu punya teman nggak, kenalin dong yang mau sama cowok miskin kayak aku," ucap Bayu.
"Entar, kalau ada aku kasih yah. Mau berapa, 1, 2, 3, 10? Aku cari yang baik deh pokoknya."
"Anjirtt, 10? Banyak benar dah, 1 aja udah cukup belum tentu terurusku."
Bayu geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan temannya itu.
"Mana tahu kurang, ada cadangannya....hahhaha!''
"Nggak, 1 aja kalau ada itupun yang serupa dan nggak matre, okey!''
"Cewek jaman sekarang mana ada yang nggak matre Bay...cewek matre itu biasa, jangan disalahin dong...tugas cowoknya yang kerja keras untuk ngebahagiaiin cerweknya."
"Kalau matrenya keterlaluan, aku angkat tangan deh, kalau masih dibatas wajar sih...oke oke aje..."
"Oke dah, aku cariin kalau ada aku kabari oke!''
Mulai dari situlah mereka berdua menjadi akrab. Setiap jam istirahat kerja, malam hari, pokoknya kalau ada waktu luang Bayu akan menelpon Bintang. Baginya sehari aja tidak ngobrol dengan wanita itu dia merasa ada yang kurang dalam hidupnya.
Semakin lama, mereka semakin akrab. Bahkan Bayu udah mulai suka dengan Bintang yang ia rasa mampu menenangkan hatinya, membahagiakan hatinya. Perhatian dan nasehat-nasehat, candaan yang diberikan oleh Bintang beberapa hari ini membuatnya jatuh cinta pada wanita itu.
Dia sudah tidak memikirkan lagi status menikah dari temannya itu. Yang penting saat ini dia merasa bahagia, nyaman, tenang saat ngobrol lewat udara meski tidak pernah bertemu.
Nggak terasa hubungan lewat udara itu sudah terjalin satu bulan. Namun, Bayu tidak mengungkapkan perasaannya pada Bintang. Dia takut Bintang akan tarik diri dan tidak mau lagi berteman dengannya. Kebahagiaannya itu terlihat jelas oleh ibu dan adiknya.
"Bayu, Kamu berhubungan dekat dengan Bintang? Ibu sudah katakan jangan jadi perusak rumah tangga orang, nggak baik Nak..." nasehat ibunya yang ingin terbaik untuk anaknya.
"Hanya lewat handphone aja Bu, tidak pernah bertemu. Bayu senang bila bersama dia Bu meskipun lewat handphone aja..."
"Tapi, dia udah menikah, Kamu sendiri yang bilang sama ibu..."
Bayu merundukkan pupil matanya sembari menarik nafas panjang. Dia pun merasa nggak enak dan bertekad akan menjauhi Bintang. Namun, hebatnya...dia tidak bisa melakukan itu. Semakin dia ingin menjauh semakin sakit yang ia rasakan. Akhirnya, dia memutuskan untuk tetap menjalin komunikasi dengan wanita itu. Bayu merasa nyaman meskipun dia adalah istri orang.
