Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

Seperti biasanya, Bu Nur sudah menyiapkan menu makan pagi seadanya di atas meja makan yaitu, sambal teri dan tempe di tambah sayurnya daun ubi tumbuk pakai santan.

Bayu yang udah siap-siap untuk pergi bekerja sembari menyandang tas kecil untuk tempat dompet dan ponselnya menghampiri ibu dan adiknya yang sudah duduk duluan.

"Um...makanan favorite aku."

Bayu tersenyum lebar sembari mendaratkan bokongnya di atas kursi. Dia sudah tidak sabar untuk menyantap masakan ibunya yang menurutnya paling enak sejagat raya.

"Hari ini Bang kerja dimana?'' tanya Ayu kepo pada Bayu.

"Kebetulan lagi ada proyek di kampung Duren membangun sekolah dasar, renovasi maksudnya."

"Oh, semoga setelah ini Abang menjadi sukses yah agar tidak direndahkan oleh wanita. Wanita jaman sekarang itu sukanya sama duit, jadi Abang harus banyak-banyak cari duitnya biar banyak wanita yang mengejar Abang, enakkan kalau di kelilingi oleh wanita, hahaha," canda Ayu tertawa.

"Aamiin, Kamu juga ikut doain abang yah... Jika Abang sukses pasti akan membuat kamu dan ibu bahagia, ayo makan! Entar telat lagi ke sekolahnya.

Ayu pun cengar-cengir dan melanjutkan makannya. Sementara Bu Nur sudah siap makan duluan.

"Ibu nggak tambah?'' tanya Bayu.

"Nggak Nak...sudah cukup. Kalian makan yang banyak yah...biar cepat gede."

"Ibu ini, kami berdua udah gede. Mau gede gimana lagi? Hahahah!''

Ayu tertawa terbahak-bahak.

Bayu hanya senyum saja menanggapi mereka berdua. Melihat putranya yang tidak banyak bicara itu membuat Bu Nur kepikiran kalau Bayu pasti masih memikirkan Harum. Memang sangat sulit sekali untuk melupakan orang yang begitu di cintai.

"Bayu....Kamu oke?'' tanya Bu Nur.

"Uhuk! Uhuk! Ubuk!''

Bayu terbatuk-batuk hingga nasi yang di dalam mulutnya pun tersembur keluar. Dia pun langsung meraih gelas yang sudah diisi dengan air minum dan meneguknya sampai habis.

"Kenapa Nak?'' timpal Bu Nur. Sepasang mata dengan kelopak yang sudah mulai keriput itu pun menatapnya heran. Walaupun anaknya belum ada yang menikah tapi, Bu Nur sudah berumur 50 tahun lebih.

"Bayu terkejut mendengar ibu berbicara bahasa inggris, keren bah!'' puji Bayu pada ibunya.

"Hanya oke saja, itu kan sudah biasa digunakan orang untuk bahasa sehari-hari Bang," cetus Ayu.

"Iya....tapi, kalau ibu yang mengucapkannya kedengarannya sangat keren banget!"

Bayu mengacungkan jempolnya pada ibunya. Itu adalah kebiasaan mereka bercanda ria saat sedang di rumah.

Beberapa menit kemudian, nasi yang diisi penuh dalam piring sekarang udah bersih tak bersisa oleh Bayu. Dia pun menyalam tangan ibunya untuk berangkat kerja begitu juga dengan Ayu ke sekolah.

"Hati-hati Nak..." ucap Bu Nur pada mereka berdua. Bayu dan adiknya pun menjawab iya dalam bersamaan.

Bayu mengendarai sepeda motornya yang tidak terlalu keren. Dia duluan mengantarkan adiknya ke sekolah setelah itu dia beralih ke kampung Duren.

Sesampainya di sana, sudah banyak para kuli bangunan lainnya yang berdatangan. Waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Setelah Bayu datang, mereka pun mulai bekerja.

Bayu yang seorang arsitek juga seorang kuli bangunan. Selain merancang desain untuk bangunan itu dia juga ikut andil dalam bekerja. Itulah sebabnya Harum menganggapnya rendah karena hanya sebagai kuli bangunan.

"Apa semua bahan sudah lengkap?'' tanya Bayu pada seorang mandor di sana.

"Sudah," jawab mandor itu.

Setelah mengecek semuanya mereka pun mulai bekerja. Bayu pun langsung memegang semen dan bekerja dengan baju kucel.

Panas matahari semakin terik tepat berada di atas kepala. Sinarannya begitu panas meski sudah memakai topi untuk penutup kepala. Suara adzan Dzuhur berkumandang yang kebetulan di dekat pembangunan itu.

Bayu meletakkan alat kerjanya dan beranjak dari sana untuk menunaikan sholat ke mesjid yang bisa di tempuh dengan jalan kaki dari sana.

Kebetulan sekali, Bintang bertempat tinggal di kampung Duren tapi, belum pernah bertemu dengan Bayu. Pria itu membersihkan sisa semen dan pasir yang menempel di tangan dan kakinya lalu, mengambil air wudhu.

Di dalam mesjid hanya terdiri dari beberapa orang saja yang menunaikan sholat. Itu biasa terjadi pada siang hari paling banyak pada saat sholat Maghrib.

"Bintang! Tolong kau jemput dulu gamis yang ibu jahitkan itu di rumah si Nainggolan, tanya berapa yah! Ini uangnya!''

Ibunya Bintang memberikan uang 20 ribu pada putri sulungnya itu.

"Cuman segini Bu? Nanti kurang bagiamana? Nggak ada uangku buat nombokinnya nanti."

"Nggak kurang itu, udah ibu tanyakan kiannnya dari kemarin itu, katanya 15 ribunya," jawab ibunya Bintang.

"Oke, Bu. Kalau kurang nggak kuambil yah! Jangan ibu marahin aku nanti kalau nggak kuambil."

"Banyak Kalilah cengkunekmu Bintang! Pergi sana, udah kubilang nggak kurang itu!''pekik ibunya.

Bintang pun lari dari rumahnya sambil tertawa. Dia pun melintasi mesjid untuk ke rumah tukang jahit itu. Di saat bersamaan Bayu yang baru selesai sholat bertemu dengan Bintang setelah beberapa tahun lulus sekolah Menengah Pertama.

Keduanya pun saling berpapasan.

"Bayu!'' celetuk Bintang duluan.

Bintang dari jaman sekolahnya terkenal sebagai cewek bar-bar, pintar, dan cantik. Semua orang ingin sekali bisa berteman dengannya. Berbeda dengan Bayu, dia seorang pria tampan, berkulit putih, bersuku Jawa tapi, tidak sebar-bar Bintang di sekolah dan memiliki sedikit teman dan terkenal pendiam.

Waktu sekolah dulu, Bayu itu tidak terlalu akrab dengannya. Namun, itu semua karena Bayu yang merasa minder jika berteman dekat dengan Bintang yang banyak di sukai orang maupun para guru.

"Eeh, Bintang."

Bayu terlihat gugup, sama seperti saat sekolah dulu.

Bub!

Bintang memukul pundak Bayu.

"Biasa aja dow! Nggak usah gugup gitu!" celetuk Bintang tersenyum.

"Rumah kamu di sini?'' tanya Bayu tersenyum malu-malu.

"Iya, di ujung gang ini kemudian, belok kiri yang ada pohon mangganya," jelas Bintang padanya. Bintang seorang wanita berdarah Batak marga Siregar. Mempunyai tubuh langsing, kulit putih, rambut lurus, hitam, sepanjang pinggang. Alis mata tebal, mata berwarna coklat sedikit sipit. Orangnya juga humoris dan ramah.

"Okelah, saya tinggal dulu mau kerja."

"Kamu kerja di sini, Bay? Dimana?" tanya Bintang ramah.

"Sekolah SD itu," tunjuk Bayu ke arah sekolah walau yang hanya kelihatan pagarnya saja.

"Kamu sudah punya anak?'' timpal Bayu.

"Ahk! Kamu itu, masa tanya anak," celetuk Bintang.

Bayu semakin bingung, wajar menurutnya betanya tentang anak sama seseorang yang sudah menikah. Dia pun tampak kebingungan dengan jawaban Bintang.

Bayu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang menunjukkan hampir pukul 3 siang.

"Astaga! Aku pergi dulu ya Bin...mau kerja lagi."

"Oke, oke!'' Bintang membulatkan kedua jarinya.

Bayu pun buru-buru meninggalkan Bintang untuk mengejar target kerjanya. Bintang masih tetap berdiri di sana menatap teman SMPnya itu yang tampak hanya punggungnya saja.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel