Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Semilir angin bertiup dibarengi dinginnya malam hujan rintik-rintik. Bayu masih termenung di dalam kamarnya berharap ini semua adalah mimpi. Dia menatapi foto mesranya saat bersama mantan kekasih. Terlihat raut wajah keduanya begitu bahagia dan takkan terpisah kecuali oleh maut.

"Aku sangat mencintaimu Sayang, sampai kapanpun rasa ini tidak akan luntur. Jangan pernah mengkhianati cinta kita."

Kata-kata manis yang keluar dari mulut Harum saat itu terngiang-ngiang di telinganya.

"Kenapa sekarang justru kau yang mengkhianati aku, kau yang ingkar janji! Aaaa!" teriak Bayu prustasi.

Rambut yang sedikit gondrong di Jambak keras. Kini, pikirannya semakin kacau, dilema, hancur, semua jadi satu. Bu Nur, membiarkan anaknya untuk sendiri dulu. Dia juga tidak membiarkan adik perempuan Bayu mengganggunya.

"Bu, abang kenapa? Kok kayak orang stres gitu?"

Ayu mengintip abangnya dari nanar pintu yang sedikit terbuka.

"Hush! Jangan berisik, biarkan saja abangmu menenangkan pikirannya dulu. Kamu jangan ganggu ya!" ucap ibunya.

Ayu pun mengerti dengan perkataan ibunya. Dia pergi meninggalkannya rumah bermain ke rumah temannya. Ayu yang masih duduk di bangku SMP itu tidak tahu kalau abangnya sedang putus cinta. Dia juga begitu dekat dengan Harum.

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, Bayu belum ada makan dari tadi pagi. Bu nUr menjadi khawatir dengan kesehatan anaknya. Dia pun mengirimo Harum chat via WhatsApp tanpa sepengetahuan Bayu. Dia berharap wanita itu mau kembali bersama anaknya.

[Assalamualaikum Nak Harum. Maaf kalau ibu mengganggu Kamu, ibu cuman mau minta tolong untuk kembali kepada Bayu, kasihan dia stres mikirin kamu.] Bu Nur.

Harum yang mendapati pesan dari ibunya Bayu tersenyum sinis. Saat ini dia sedang bersama pria yang berstatus sebagai pacar sekaligus calon suaminya itu.

"Siapa Sayang?" tanya Bagas seraya melihat layar ponselnya Harum.

"Ibunya Bayu, dia meminta aku kembali padanya."

"Terus, kamu mau balikan sama dia? Kerja nggak jelas, mau dikasih makan apa kamu nanti, he!" Bagas menyuburkan bibirnya ke samping. Dia menganggap remeh Bayu dan keluarganya.

Semua ini dia tahu karena penjelasan Harum padanya. Bagas seorang pria seumuran dengan Bayu, teman kuliah Harum yang kini sedang bekerja di sebuah perusahaan batu bata. Dia menjabat sebagai karyawan di sana yang gajinya sudah tetap sekitar 3 juta/bulan.

Sementara Bayu yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan bagian arsitek, yang di cap rendah oleh mereka. Harum mengira Bayu seorang kuli bangunan yang tak punya masa depan.

"Aku balas dulu ya, ia sebagai orang tua aku harus menghormatinya."

"Silahkan Sayang..." Bagas menengadah tangannya tanda setuju.

[Maaf Bu, aku sudah punya calon suami. Ibuku juga tidak merestui hubungan kami lagi. Tolong ibu mengerti dan jangan paksa aku kembali padanya. Aku tidak ingin mati kelaparan kalau aku memilihnya sebagai calon suamiku] Harum dengan emoji minta maaf.

Bu Nur yang menerima balasan dari pesannya merasa terhina. Dia mengenal gadis itu baik dan sopan ternyata inilah sikap aslinya. Dia semakin yakin dengan kehendak Allah untuk putranya.

Ibu paruh baya itu bergegas mengambilkan nasi untuk putranya yang masih merana di dalam kamar. Dia merasa tidak enak badan saat ini sehingga tidak pergi ke ladang.

Lauk hari ini ikan mas sambal dengan sayur ubi tumbuk santan. Bayu sangat suka dengan menu yang dia masak. Sebelah kanan memegang piring sedangkan tangan sebelah kiri memegang gelas yang berisi air minum.

Begitu besar kasih sayang ibu untuk anaknya. Di saat seperti ini pun hanya ibu yang ada untuk mengurangi beban di dada.

Tok! Tok! Tok!

"Boleh ibu masuk,Nak?"

Bu Nur takut jika kedatangannya mengganggu putranya itu.

"Silahkan Bu."

Terdengar suara Bayu sedikit parau.

"Kamu sakit? Tenggorokanmu kering? Mau batuk?" tanya Bu Nur khawatir.

"Nggak apa-apa kok Bu. Aku tidak mau makan,nggak selera."

Bayu tidak menatap ibunya, pandangannya terlihat kosong fokus ke depan. Matanya terlihat sayu, wajahnya muram banyak pikiran. Melihat keadaan putranya hati Bu Nur semakin teriris. Dia tidak ingin anaknya semenderita ini karena wanita itu.

Tek!

Bu Nur meletakkan piring dan gelas itu di atas nakas dekat ranjang Bayu. Kedua tangannya meraih puncak kekar dan berotot itu beralih perlahan untuk melihatnya.

"Tataplah ibumu ini, jangan bersedih karena aku juga akan ikut merasakannya. Kau satu-satunya harapan ibu dan adikmu. Ayahmu telah lama meninggalkan kita, jika kau sakit siapa yang akan melindungi kami? Jika kau tetap seperti ini bagaimana nantinya hidup kami?" lirih Bu Nur.

Suaranya terdengar serak seperti ingin menangis. Dia sangat sedih melihat putranya harus menderita sesakit ini. Jika bisa kesedihannya itu digantikan olehnya.

Bayu pun menatap wajah ibunya, netranya tampak berkaca-kaca. Dia pun tidak ingin membuat ibunya bersedih.

"Maafkan Bayu Bu karena telah membuatmu ikut bersedih. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi meluapkan kesedihanku ini Bu. Selama ini aku hanya mencintai Harum, tidak ada wanita lain di hatiku selain dia..."

Bayu berbicara sayu dan menyayat hati.

"Ibu tahu Nak, ibu mengerti. Aku juga sudah memohon padanya agar tetap melanjutkan hubungan denganmu tapi dia tidak mau," terang Bu Nur.

Bayu sontak kaget dengan ungkapan ibunya. Dia tidak tahu kalau ibunya juga diam-diam meminta pada Harum untuk tetap mempertahankan hubungan mereka.

"Ibu menghubunginya?" tanya Bayu terperanjat.

"Iya, ibu kasihan lihat Kamu. Siapa tahu kalau ibu yang bicara dia mau dengar," lirihnya.

Bayu meneguk salivanya. Merasa geram melihat Harum yang tak menghargai ibunya juga. Padahal selama ini dia sangat sopan dan sayang pada Bu Nur. Katanya calon mertua itu harus diambil hatinya.

"Ibu tidak usah pikirkan itu lagi, aku juga tidak akan memikirkannya lagi."

"Kamu cari saja wanita lain yang lebih baik dan mencintai kamu dengan tulus bukan karena harta. Kita ini orang miskin Nak...cari saja yang selevel agar tidak sakit hati seperti ini," nasehat ibunya.

"Harum juga bukan orang kaya Bu, kehidupan mereka juga biasa-biasa aja seperti kita. Namun, ibunya menginginkan orang kaya yang akan jadi mantunya."

"Ibu rasa itu bukan hanya keinginan orang tuanya, Harum juga. Kalau dia tidak mau perjodohan mereka tidak akan terjadi," usul Bu Nur.

Bayu merasa apa yang ibunya katakan ada benarnya juga. Dia harus berusaha untuk melupakan sang mantan dan melanjutkan hidupnya yang masih panjang. Tentang dirinya yang akan naik pangkat jadi manajer belum juga ia beri tahu pada ibunya.

Bayu ingin memberikan kejutan pada ibunya itu begitu juga dengan Harum. Namun, sekarang wanita itu telah meninggalkannya dan Bayu saat ini sangat terluka.

Dia rela memberikan segalanya untuk Harum Nyawa pun ia korbankan apalagi hanya harta. Kenyataannya Harum selama ini hanya mempermainkan cintanya. Dengan mudah dia berpaling pada pria yang lebih mapan dibandingkan Bayu saat ini.

"Ayo makan, Nak..."

Bu nUr menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya, Bayu pun tersenyum seraya menelannya.

"Terima kasih ibuku yang cantik dan baik hati," puji Bayu seraya memeluk ibunya.

"Kamu ini, udah tua begini masih dibilang cantik. Keriput, ubanan, ketara kali kalau lagi bohong," pungkas ibunya.

"Menurut Bayu ibu adalah orang paling cantik sejagat raya walaupun wajah ibu keriput, hehehe."

"Kamu ini, iiii!"

Bu Nur mencubit pipi putranya itu karena geram melihat tingkahnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel