# BAB 4 PELUKAN SANG IBLIS PENJAGA
Angin malam di bukit itu terasa hangat dan menyesatkan, berhembus dengan lembut seolah-olah alam sendiri berkomplot untuk ikut meNINA-BOBOkan Lila.
Di bawah pengaruh mantra hipnotis Stevan yang halus namun kuat, Lila akhirnya tertidur lelap di atas hamparan rumput yang dingin. Tubuhnya yang selama ini bagai kawat baja akhirnya mencapai titik rilaksasi mendalam setelah bertahun-tahun dicekam rasa takut dan kecemasan yang tak berkesudahan.
Dalam mimpinya yang damai, dia bukan lagi seorang gadis yang teraniaya oleh masa lalunya, tetapi seorang wanita yang benar-benar bebas, berlari dengan riang diantara padang bunga yang luas dan tak berujung, tanpa bayangan kelam keluarga atau teror iblis Damian yang mengikutinya.
Stevan, yang selama ini hanya menyaksikan dari kejauhan seperti penonton yang tak terlihat, kini membiarkan wujudnya menjadi padat sepenuhnya. Dia tampil sebagai seorang pria tampan dengan aura melankolis yang pekat, dengan mata hijau tua yang memancarkan kesedihan abadi bagai danau yang tak pernah mencair.
Dengan gerakan hati-hati yang penuh kasih, dia membuka jaket kulitnya yang halus dan hitam lalu menyelimutkannya ke tubuh Lila yang mulai menggigil diterpa angin malam. Jaket itu masih menyimpan kehangatan tubuhnya yang bukan sepenuhnya manusiawi.
"Diamlah, jiwa yang terluka," bisik Stevan, suaranya seperti desahan angin malam yang menyelinap melalui dedaunan.
Jari-jari Stevan yang panjang dan elegan, untuk pertama kalinya dengan berani menyentuh pelipis Lila, menyapu helaian rambut cokelatnya yang tertiup angin. Sebuah kontak yang tidak akan pernah dilakukannya, karena tidak akan pernah memberanikan diri jika Lila dalam keadaan sadar. Sentuhan itu terasa seperti pengakuan diam-diam, sebuah pelanggaran yang dilakukan dengan penuh kasih sayang.
Dia duduk di samping Lila sepanjang malam, berjaga-jaga seperti patung penjaga yang setia. Bagi Stevan, ini bukan lagi sekedar tugas atau perintah dari Damian. Ini adalah pengabdian yang lahir dari pengamatan panjangnya selama bertahun-tahun.
Dia telah terpikat pada ketangguhan Lila, pada cahaya redupnya yang tidak pernah sepenuhnya padam meski terus-menerus diterpa oleh kegelapan yang tak terelakkan.
Dalam kesunyian malam yang hanya diinterupsi oleh napas Lila yang tenang, dia bersumpah dalam hatinya akan melindungi gadis ini, bahkan jika suatu hari nanti itu berarti dia harus melawan tuannya sendiri, mengkhianati tujuan awal keberadaannya di sisi Damian. Atau pun... Dimusnahkan oleh Damian. Dia siap. Pasrah...
---
Sementara itu, di sebuah kediaman mewah, sosok Damian yang bersembunyi di balik tirai dimensi lain, ada sebuah ruang yang diisi dengan kemewahan yang gelap dan arsitektur yang tidak mengikuti hukum fisika dunia manusia. Di sana Silvia terbangun dengan menangis dan terisak keras. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, gemetar hebat seolah-olah baru keluar dari pertarungan hidup dan mati.
Baru saja, mimpi buruk itu kembali datang. Kali ini lebih intens, lebih nyata, lebih menyakitkan. Damian tidak lagi menyamar dalam wujud mimpi yang samar. Dia hadir dengan wujud aslinya yang mengerikan, menyatakan dominasinya dengan kekerasan yang terang-terangan dan kenikmatan paksa yang membuat Silvia merasa tercemar hingga ke jiwa.
"Dia... dia ada di kepalaku," isak Silvia sendirian di kamar yang gelap dan asing, merangkul lututnya erat-erat. Yang lebih menakutkan adalah, di balik rasa takut dan jijik yang mendalam, ada gelombang kenikmatan fisik yang dipaksakan oleh sihir iblis itu, sebuah reaksi biologis yang tidak diinginkannya, membuatnya merasa sakit dan mual dengan dirinya sendiri.
Tiba-tiba, bayangan di sudut kamarnya yang paling gelap bergerak. Lily muncul dari balik kegelapan, wajahnya pucat bagai hantu dan mata birunya yang asli membesar, penuh dengan keputus-asaan yang sama namun berasal dari sumber yang berbeda.
"Aku... aku bisa menciumnya," bisik Lily, suaranya serak setelah bertahun-tahun jarang digunakan untuk bicara dengan keinginannya sendiri. "Aku bisa mencium keinginannya padamu melalui setiap pori-pori tubuh ini." Air mata mulai mengalir di pipinya yang pucat. "Sudah bertahun-tahun aku bersamanya, menyaksikan setiap aksinya, tapi dia... dia bisa begitu kejam dan kasar padamu, dan di saat yang sama begitu... antusias, begitu penuh gairah."
Dalam kesedihan mereka yang berbeda, yang satu menjadi tawanan di tubuh sendiri, dan yang satu menjadi target obsesi yang tidak diinginkan, sebuah persekutuan tak terduga pun mulai terjalin.
Lily, sang tuan rumah yang terperangkap, dan Silvia, sang target yang dijadikan obsesi. Keduanya, dengan cara mereka masing-masing, adalah korban dari nafsu satu iblis yang sama. Damian.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Silvia, suaranya bergetar antara harapan dan keputus+asaan.
"Aku tidak tahu," jawab Lily jujur, menggigit bibirnya hingga hampir berdarah. "Tapi kita tidak bisa terus seperti ini. Dia akan menghancurkammu perlahan-lahan, dan aku... aku akan menjadi tidak lebih dari seorang penonton yang tak berdaya di tubuhku sendiri, menyaksikan kehancuranmu sambil terperangkap dalam kegelapan yang sama."
Malam itu seperti malam-malam sebelumnya. Berakhir dalam keputus-asaan dan ketidak-berdayaan...
---
Keesokan harinya, fajar menyingsing dengan cahaya keemasan yang menyapu bukit. Lila terbangun dengan perasaan aneh yang belum pernah dialaminya sejak kecil. Tubuhnya terasa ringan dan rileks, pikirannya jernih bagai air di pegunungan. Sesuatu yang jarang dia rasakan dalam kehidupan dewasanya yang penuh kecemasan.
Tapi ada sesuatu yang mengganggu. Sepintas aroma asing yang melekat pada jaket kulit yang tidak dia kenal siapa pemiliknya, aroma kayu sandalwood yang kaya dan sesuatu yang... kuno, seperti batuan tua dari dasar bumi.
Lila buru-buru melipat jaket itu dengan perasaan campur aduk antara rasa terima kasih dan bingung, dia lalu bergegas kembali ke apartemennya dengan hati yang dipenuhi perasaan was-was dan... Entahlah!
Sesampainya di apartemen yang sunyi, dia menemukan Lily sedang menatapnya dari sofa, tatapannya tajam dan penuh selidik bagai hakim yang sedang mengadili terdakwa.
"Kamu tidur di mana semalam?" tanya Lily, suara Damian mendominasi sepenuhnya, tanpa jejak kelembutan atau keraguan.
"Aku... lagi jalan-jalan. Butuh udara segar," jawab Lila gugup, tangannya secara tidak sadar memegangi lengan jaketnya yang masih membawa aroma asing itu.
"Jangan berbohong padaku," hardik Lily dengan suara yang mematikan. Damian alias Lily bangkit dari sofa, mendekatinya dengan langkah lebar yang penuh ancaman. Dia menghirup udara di sekitar Lila, dan mata hitam legamnya itu menyipit, mengenali sesuatu. "Aku mencium aroma Stevan."
Sebuah emosi asing, kecemburuan yang membara tiba-tiba berkobar di dadanya. "Dia berani menyentuh milikku?" Tanya Lily, matanya membelalak.
Sebelum Lila bisa membela diri atau mencari alasan, Damian alias Lily sudah menepuk pipinya dengan gerakan yang tampak kasual, tapi kekuatan iblisnya membuat kepala Lila terpental ke samping dan bibirnya pecah meneteskan darah segar ke dagunya.
"Beri tahu iblis rendahan itu," desis Damian, suara gandanya bergemuruh penuh amarah yang menggetarkan udara di sekitarnya, "bahwa kau adalah urusanku. Dan aku tidak suka berbagi, terutama dengan bawahan yang lupa diri."
Lila memegang pipinya yang perih, rasa takutnya yang lama kembali dengan kekuatan yang menggila, menghapus semua kejernihan dan kedamaian yang dia rasakan malam itu.
Lila kini menyadari dengan jelas bahwa dia terjebak di antara dua kekuatan kegelapan. Satunya yang menginginkan tubuh kakaknya dan mengincar temannya Silvia dengan nafsu tak terkendali, dan satunya lagi yang menginginkan dirinya dengan cara yang mungkin sama berbahaya meski diselimuti oleh embun pagi dan jaket kulit yang hangat.
Dan di suatu tempat di luar sana, ada seorang detektif yang perlahan mendekati kebenaran mengerikan keluarganya, dan juga seorang cenayang yang mengawasi dari kejauhan, serta seorang CEO yang penuh teka-teki yang menawarkan pelarian ke dunia normal yang begitu Lila dambakan.
Jeratan di sekeliling Lila semakin mengencang, dan setiap pilihan yang dibuat dari sekarang akan menentukan nasibnya, serta nasib semua orang yang dia cintai...
*
