Chapter3 - Alasan yang Ditutupi
Anisa cukup terkejut melihat keberadaan Daniel— Sahabat yang pernah ia tolak cintanya
dulu karena lebih memilih Andrean. Alasan itu pula yang Daniel berikan ketika anak itu
mengatakan akan pindah ke luar negeri untuk melanjutkan study-nya— Penolakan yang
dirinya beri.
Anisa membalikan tubuh. Tak percaya dengan apa yang dirinya lihat sekarang. Wanita itu
memekik lalu menghamburkan diri ke pelukan Daniel. “Daniel kok bisa di sini? Kapan
pulang?!” tanya Anisa bingung. Pasalnya mereka bertemu bukan di Jakarta, melainkan di
kota lain yang bukan merupakan asal usul keduanya. Mereka jelas-jelas di lahirkan di Ibu
Kota.
“Kaget ya?” Tanpa melepas pelukan Anisa, Daniel bertanya sambil membelai rambut
Anisa. Sedangkan Anisa hanya mengangguk sebagai tanda jawaban atas pertanyaan Daniel.
“Nggak lupa kan lo Nis, kalo orang tua gue, orang asli Semarang?” Astaga! Anisa hampir
lupa. Jika Daniel memang berdarah Semarang dari orang tuanya. Ketika lebaran anak itu
akan pulang ke rumah neneknya di Jawa Tengah. Dan itu tempat yang mereka pijaki
sekarang.
“Tadi waktu cari parkiran, gue liat lo di sini lagi nangis. Awalnya gue pikir gue cuman
halusinasi aja. But, ternyata waktu gue samperin beneran lo Nis!” Kini Daniel melepaskan
pelukan. Suaranya terdengar excited. “Gue pulang Anisa!” Tangannya menangkup kedua pipi
Anisa yang mungil. Memfokuskan diri pada sosok pucat pasi yang terlihat baru saja
menangis seorang diri.
“Maaf, maafin gue yang nggak ada di samping lo Nis. Gue udah tahu semuanya dari
Zidan. Please Nis. Please, kali ini biarin gue yang jagain lo.” Pinta Daniel lalu memeluk
Anisa kembali.
Anisa terus mengangguk sambil terisak dalam dekapan hangat laki-laki yang mencintainya
itu.
Tanpa keduanya ketahui, Andrean yang baru saja keluar dari lift menuju basement parkir
mengepalkan tangannya melihat interaksi Daniel dan Anisa. Emosi Andrean memuncak. Ia
tak pernah sedendam, seperti saat ini ketika melihat Anisa berada di pelukan Zidan.
Andrean memejamkan mata, mencoba memikirkan hal-hal positif dimana Anisa tak
mungkin sudah melupakan cinta mereka dan berpaling pada Daniel.
Sialan sekali!
Kenapa takdir seolah mempermainkan mereka. Kenapa Anisa harus ada ditempat yang
sama setelah ia memutuskan menerima perjodohan dengan Selina?! Ia berharap bisa
melupakan Anisa, menggunakan Selina sebagai pelampiasan agar betah mengikuti kedua
orang tuanya.
Tapi apa? Takdir justru mempertemukan Anisa denganya. Mereka justru berapa pada
kampus dan fakultas yang sama. Dan yang lebih membuat Andrean frustasi adalah sikap
Anisa yang benar-benar kembali seperti seorang sahabat, seolah mereka tak pernah memiliki
hubungan berarti di masa lalu.
Merasa tak tahan dengan adegan dihadapannya, Andrean membalikan tubuh. Memutuskan
untuk kembali masuk ke dalam lift. Ia akan kembali ke kedai kopi lagi. Melewati dalam mall
agar Selina tak curiga karena ia tadi izin ke kamar mandi untuk melihat keadaan Anisa.
“Loh, Nisanya mana? Tadi katanya mau nyamperin dia Ndre?” tanya Zidan, belum sempat
Andrean menjawab. Sebuah suara sudah mendahului laki-laki itu.
“Gue disini, Dan.. Liat gue bawa siapa, Dan..” pekik Ansia antusias dengan kabar yang ia
bawa.
Sontak semua mata termasuk Andrean memandang ke arah asal suara. Mereka mendapati
cengiran dan melambaian tangannya yang berada dalam genggaman Daniel. Membuat
Andrean semakin terbakar amarah.
“Niel, lo beneran ke sini, apa kabar Bro?” Ucap Zidan memeluk sahabatnya itu. Hal tersebut
disusul oleh Andrean- ia mencoba menyembunyikan emosinya.
“Ya Ampun Niel, kok bisa disini?! Gue pikir lo di Jakarta Bro, apa kabarnya lo?” Kali ini
Andrean bertanya untuk sekedar basa-basi, lalu duduk kembali di samping Selina.
“Baik, gue baik banget malah. Mau nyamperin pujaan hati gue aslinya. Jadi sekarang udah
saatnya gue nemenin dia, kuliah gue udah kelar Bro..”
“Bentar-bentar lo punya pacar Niel?” Daniel mengangguk dan tersenyum pada Andrean.
“Siapa.. Siapa? Kok lo nggak pernah ngomong sih di grup kita?” Andrean cukup tersentak
mengetahui Daniel tak lagi sendiri . Ia berdoa semoga firasatnya salah. Semoga bukan Anisa
yang laki-laki itu maksud.
“Pacar gue sama kalian deket kok. Sering barengan malah selama ini. Iya nggak Yang?!”
Ucap Daniel jahil sembari menyenggol bahu Anisa.
Anisa yang dipanggil Daniel dengan sebutan, ‘Yang,’ lantas tersenyum manis. Mencoba
untuk senatural mungkin menyunginggkan sudut mulutnya.
“Sekarang gue kenalin pacar gue ke kalian semua. Kenalin pacar gue, Anisa! Lengkapnya
pasti udah pada tau kan?!”
Seketika Andrean tertegun. Ia bak dihantam truk bermuatan baja. Hatinya sakit mendengar
jika Anisa ternyata telah memiliki hubungan dengan laki-laki lain. Terlebih sosok itu adalah
Daniel- Sahabat mereka sendiri. Andren tak bisa ikut bahagia. Hatinya hancur. Ia seperti
tengah menenggak racun dari tangannya sendiri.
Senyum Anisa yang biasanya menghangatkan hati Andrean kini terasa seperti duri tajam.
Menusuk hingga menyebabkan ia berdarah-darah. Senyum itu bukan untuknya.
Sampai di rumah, Andrean melemparkan diri ke atas ranjang. Tak terasa air mata laki-laki
itu menetes. Selama ini hanya ada satu wanita yang mampu membuat Andrean menangis.
Hanya satu, dan wanita itu adalah Anisa.
Andrean kembali teringat pada angguka malu-malu Anisa. Wanita itu membenarkan
hubungannya dengan Daniel yang telah terajut bahkan setengah tahun lamanya. Andrean tak
akan mau percaya.
Tak akan pernah disaat senyum dan binar kesedihan selalu Anisa tampakan padanya
selama ini. Tanpa ragu Andrean mengambil ponsel,mengirimkan pesan untuk Anisa.
Pada ponselnya nama Anisa tak pernah berganti. Selalu sama bahkan meski mereka telah
berpisah. Ia masih menggunakan emot hati meski tak pernah mengirimkan pesan untuk sang
pemilik hati.
Andrean LO BENERAN PACARAN SAMA DANIEL?
Anisa IYA NDRE. KENAPA? GAPAPAKAN? LO TAU KAN NDRE, DANIEL NEMBAK
GUE MULU. DIA JUGA BAIK BANGET KAN ANAKNYA. SAHABATAN AMA KITA UDAH
LAMA BANGET. GUE IJIN YA NDRE. BOLEHKAN?
Andrean yang membacanya lantas tercengang. Ini tidak salah? Anisa meminta izin pada
dirinya?!
Meminta izinnya untuk pacaran dengan Daniel?!
Seutas senyum lalu nampak diguratan lelah wajah Andrean. Dengan meminta izin
bukannya Anisa masih menganggapnya ada?! Ia kembali mengirimkan pesan balasan.
Nis, kalo gue ga bolehin, gimana?
Hingga lima menit sudah Andrean menunggu Anisa membalas pesannya. Namun tidak
ada tanda Anisa tengah mengetikan pesan— yang Andrean tahu Anisa sudah membaca pesan
itu. Karena ada notifikasi jika pesan sudah dibaca.
Anisa Loh kenapa Ndre? Emang Daniel ga pantes ya sama gue? Apa karena gue yang
udah nggak itu. Jadi gue gak pantes buat Daniel? Gue pikir Daniel bukan orang kayak gitu
Ndre.. Dia bilang mau nerima gue apa adanya.
Andrean hanya bisa menelan ludah ketika membaca balasan pesan dari Anisa. Dia tahu
apa yang dimaksud Anisa. Karena dialah orang yang telah mengambil hal berharga itu dari
wanitanya.
Adrean Bukan Nis.. Nggak kayak gitu maksud gue
Menunggu lama Anisa tak kunjung membalas pesan terakhirnya. Andrean hanya bisa
mengacak rambutnya frustasi. Menumpahkan segala kekesalan. Air matanya turun perlahan.
Andrean memejamkan matanya dan berujar lirih, “Sorry Nis. Gue masih cinta sama lo itu
alasannya.”